Sudah beberapa minggu pasca pernikahanku dan A'a Rifqi, si Ucup menghilang entah kemana. Rasanya dia sangat aneh, seperti menghilang dari peredaranku begitu saja. Terlebih lagi, kak Najwa dan abinya si Ucup juga kompak ikut menghilang bersama.
Beberapa kali aku bertanya pada Ummah dan ayah, kata mereka Kak Najwa sekeluarga sedang ke Turki mengurus bisnis.
Yusuf sama sekali tidak bisa aku hubungi, hanya Kak Najwa dan bang Dzaki yang beberapa kali menerima videocall dariku.
Bahkan sampai detik ini, aku tidak tahu siapa yang tega membuat Si Ucup kesayanganku itu patah hati sebegitu hebat. Rasanya aku nggak bisa tenang sampai bisa melihat dan mendengar si Ucup cerita.
Biar saja aku menyebutnya Ucup, biar dia marah dan mendatangiku.
Aku bahkan yakin banget, sampai sekarang dia tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Dia itu playboy tapi tidak pernah benar - benar jatuh hati. Dan sekali jatuh hati pasti dia menyerahkan seluruh hatinya. Dia akan lama menyembuhkan luka itu. Aku merasa tidak berguna saat ini, dia selama ini menampung semua ceritaku, keluh kesahku, tapi saat dia terluka aku bahkan justru berpesta pora karena pernikahanku. Padahal kita sejak kecil udah kaya kembar siam, kemana - mana berdua. Kenapa aku setidak peka begini?
Air mataku bahkan nggak bisa berhenti mengalir, rasanya aku menjadi tati yang sangat jahat.
Pagi ini, seperti biasa aku sedang bersantai di belakang rumah sembari menyiram tanaman sayur yang sengaja aku tanam. Sejak menikah aku memang akhirnya resign dari kantor. Tentu saja itu atas permintaan A'a.
"Dek, kenapa nangis?"
Aku mengerjap, nggak terasa ternyata aku menangis sejak tadi. Aku usap air mataku, berusaha memasang senyum agar A'a Rifqi tidak Khawatir.
"Sayang, ada apa?" Tanya A' Rifqi dengan wajah khawatir.
Aku tersenyum tipis, duh, aku masih saja deg - degan dengar A'a manggil aku sayang. Masih belum terbiasa saja.
"Sayang...."
"Ah, adek cuma kangen sama Yusuf," jawabku lirih.
A'a duduk di sebelah kananku, menggunakan kursi berbahan rotan.
Ini jantung semakin jumpalitan, apalagi A's Rifqi melingkarkan tangan di bahuku. Wajahku pasti udah memerah ini. Mana tangan udah keringet dingin begini.
"Adek, Yusuf sedang ada bisnis. Dia sibuk dan nanti pasti hubungi adek."
Aku mengangguk pelan, A'a tidak tahu saja kalau Yusuf sedang patah hati hebat.
"Sst... Udah dong nangisnya."
A'a membawaku ke dalam dekapannya. Entah bagaimana caranya, sekarang aku duduk dipangkuannya. A'a memelukku erat, mengecup pelipisku berkali - kali.
"A'a sayang banget sama kamu. Kamu itu segalanya, rasanya a'a nggak bisa bernafas tanpa kamu."
Bisikan lirih itu masih bisa aku dengar dengan jelas.
Aku sudah semakin memerah sekarang, rasanya nano - nano. Ini orang kok manis banget sih, makin bucin aku kan jadinya.
"Dek, no. Please jangan gerak - gerak lagi. Ada yang naik tapi bukan gaji."
Aku mendongak menatap wajah a'a. Suara a'a udah serak, tangan a'a sudah bergerak mengelus punggungku naik turun.
"Emang apa sih a'?"
Aku benar - benar sedang berfikir keras, apa ya yang naik tapi bukan gaji?
A'a Rifqi tiba-tiba tertawa lepas. Dia terbahak banget, duh puas banget ketawanya.
"Lah, a'a ketempelan jin penunggu kangkung ya?"
Dih ngeri aku, aku berusaha bangun tapi udah ditahan sama a'a Rifqi. Makin merinding aku tuh.
A'a udah meredakan tawanya. Dia mengecup hidungku beberapa kali.
"Ini loh yang bikin a'a makin cinta sama kamu."
Itu a'a ngomongnya lembut banget udah kaya marshmellow, manis banget kaya madu asli.
A'a udah mengecup bibirku, hanya kecup tanpa lumatan. Dan itu lama, mataku udah kedip - kedip dari tadi. Bukan apa- apa ya, aku ngeri saja kalau tiba - tiba lelaki di depanku ini berubah jadi genderuwo.
Astaghfirullah.... Ngeri amat rumah barunya.
"Hei, kenapa pucat gitu wajahnya. Ketakutan ya?"
Pertanyaan a'a bahkan nggak bisa aku jawab, aku masih waspada banget. Takut dia benar - benar ketempelan jin kangkung atau malahan ketempelan jin cabe ya?
"Kamu siapa?!"
Aku bertanya setengah berteriak, aku udah berontak bangun. Menjauh dari sosoknya. Duh, ini ngeri banget bagini sih jadinya. Aturan mah ini bukan cerita horor ini.
"Hei, kenapa sih dek?"
Nah, suaranya sama wajahnya itu cemas banget. Ini persis a'a.
Aku mengerjap, mendekat perlahan. Menatap matanya lekat, itu mata kok manis gitu sih.
"Kamu kenapa?" Tanya a'a lembut.
Sekarang a'a sudah memegang tanganku, sesekali mengecupinya lembut. Itu bibir kenyal- kenyal basah gitu nempel di tanganku.
Nah, kan jadi makin heboh jantungku. Ini berisik begini jantungku tuh. Kedengan orang sekomplek ini nggak ya?
"Sayang, kenapa?"
Aku menutup mataku, mencoba mendengarkan degup jantungku sendiri. Dan, saat membuka mata aku benar - benar terbelalak.
A'a udah mencium bibirku, merapatkan tubuhnya. Lalu melapasnya, dia tersenyum sekilas.
"Kalo minta cium bilang saja dek, a'a nggak akan ngeledekin. Malah seneng, jangan pakai kode begini. A'a suka nggak ngerti bahasa kode dari kamu."
Lah, ini orang kok malah salah tangkap?
Kalo yang begini mah fix ini a'a. Nggak ketempelan ini."Alhamdulillah... Jinnya udah pergi. A'a nggak ketempelan jin lagi kan?" Tanyaku dengan perasaan lega.
Si A'a malah melongo, kemudian kembali terbahak.
"Duh, kamu kok nggemesin banget sih sayang," kata A'a sembari memelukku.
Dia memang manis banget begini, gimana nggak makin bucin akunya?
Hai dear...
Sorry lama benget upnya. Jangan lupa vote, komen dan follow ya..Happy reading, jangan lupa jaga kesehatan di tengah new normal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA ZAENAB
Spiritual"Enab, kamu masih suka es krim?" "iya" "Enab masih suka merajuk sama ayah?" "eh.. i- ya" "Enab masih suka nonton upin ipin?" "iya, ayah" "oke. jadi, Sekarang kamu masih anak kecil ayah." "tck, tapi Enab sudah hampir 30 tahun ayah.." Ini kisah tenta...