part 7

5.3K 461 23
                                    

"Ummah, mau itu loh tahu gejrot."

"Mah..."

Aku masih terus saja merayu Ummah. Sebenarnya sejak kemarin memang aku sudah di rawat di sebuah rumah sakit karena typus.

Tapi, memang lagi pengen banget makan tahu gejrot. Duh, ngiler deh rasanya. Bisa bayangin dong sensasi seger, pedes, manis ala tahu gejrot gimana?

"Mah, pengen ih. Sama lontong deh."

Ummah masih saja tuh, nggak geser dari tempat duduknya. Pura - pura nggak dengar. Padahal loh aku udah merengek sejak tadi.

"Dih apaan sih, ribut aja. Udah mau nikah, malahan sakit. Ini masih ribut terus."

Nah, kan... Kak Raffa malahan ngomel. Jelas aku langsung cemberut.

"Kak, pengen tahu gejrot."

Kak Raffa malah menggeleng tegas. Haish...

"Jangan aneh - aneh kamu. Lagi sakit juga."

Kali ini Ummah ngomong sembari memasang wajah kucel. Duh, maafkan anakmu ini. Astaghfirullah, jadi ngatain ibu sendiri kan.

Bukan kucel, agak butek aja tuh sedikit. Soalnya belum mandi tuh dari kemarin. Dih, ini yang udah begini masih bisa bikin ayah ngusel aja loh di ketek Ummah.

Bucin mah beda ya!
Ibarat kata Yusuf mah tokai aja dikata rasa coklat.

"Yang, pulang dulu deh. Mandi, istirahat. Lagian nanti Yusuf kesini, gantian juga sama Kak Najwa sama abang Dzaki."

Suara lembut itu, jelas suara ayah. Siapa lagi yang bisa ngomong selembut sutra sama Umman kalau bukan si raja bucin. Itu biarpun Ummah teriakannya menggelegar membelah bumi juga tetap aja ayah pasang wajah lembut.

"Bentar, yah. Ummah nggak tenang kalau ninggalin Enab."

"Sayang, istirahat yuk."

Tuh, kalau sudah begitu pasti Ummah nurut. Nggak tahu deh, cuma ditatap begitu sama ayah terus Ummah langsung kicep begitu.

"Ya sudah, Kak Raffa jagain Enabnya. Nanti pulang gantian kalau Yusuf udah kesini. Enabnya dibantu mandi kalau Kak Najwa sudah kesini."

"Jangan lupa makan, jangan beli macem - macem."

Ummah loh, padahal udah di tarik - tarik sama ayah buat keluar. Masih saja, ngasih banyak wajangan. Heran emang, Ummah udah menjiwai karakter banget buat jadi emak - emak.

Eh, tapi kan emang emak - emak yah...

"Kak, pengen tahu gejrot loh. Seger kayaknya."

Aku masih terus usaha biar dibelikan tahu gejrot tuh sama kak Raffa.

"Dih, diem. Gandeng!"

"Kak, beliin geh."

Kak Raffa tuh nyebelinnya sebelas dua belas sama Yusuf. Serius deh!
Jailnya juga sama. Emang keluarga bucin mereka tuh.

"Assalamu'alaikum," kami sontak menengok ke arah pintu.

Jelas aku kenal banget tuh, sama dua orang paruh baya itu. Mereka kedua orang tua A' Rifqi.

"Wa'alaikum salam."

"Duh, Zaenab bagaimana kondisinya?"

"Alhamdulillah, udah mendingan Ummi," jawabku dengan senyum canggung.

"Maaf ya, A'a nya lagi nggak beloh kesini. Nanti ketemunya pas selesai akad saja," celetuk abi A' Rifqi sembari tertawa.

Semua yang di kamar tertawa, kecuali aku tentu saja. Dih, garing banget. Apanya yang lucu sih?

Lagian, aku juga nggak ngarep ketemu kok.

Kali ini aku cuma masang senyum canggung. Nghak tahu juga sih, mau jawab apa.

"Cepet sembuh ya, sayang. Jangan terlalu dipikirkan persiapan pernikahannya. Kan sudah ada yang mengurus."

"I-iya Ummi," jawabku terbata.

"Kemarin Ummi sudah menyebar undangannya. Yang sabar ya, semoga cepat sembuh. Kita sudah sebar sekitar enam ribu undangan."

Aku melotot kaget mendengar ucapan Ummi A' Rifqi. Itu baru keluarga A' Rifqi. Belum lagi kolega ayah.

Syukurlah, aku pribadi tidak mengundang banyak orang kecuali kerabat.

Bayangan berdiri dengan heels selama berjam - jam sudah membuat kakiku lemas.

Belum lagi, ayah bilang kita berencana mengadakan resepsi di tiga tempat. Di tempatku, tempat A' Rifqi. Sekaligus di tempat orang tua dari ayah.

Setelah ngobrol panjang yang cuma aku jawab sesekali, dan lebih banyak di jawab oleh Kak Raffa. Akhirnya Ummi sama abi A' Rifqi pulang.

Aku sibuk mencoba menghubungi Yusuf yang seperti menghindariku. Aku merasa bagitu, rasanya ada yang kurang. Ada yang berbeda, aku bisa melihat tatapan terluka disetiap bertemu Yusuf.

Itu salah satu alasan yang membuat aku sakit, jadi sebenarnya bukan karena memikirkan persiapan pernikahan.

"Kak, Yusuf kok nggak pernah kesini sih," keluhku pada Kak Raffa.

Kak Raffa hanya tersenyum tipis kemudian mengelus puncak kepalaku lembut.

"Kangen," bisikku lirih.

Duh, aku itu kalau inget Yusuf jadi mewek begini. Anak itu kenapa sih?

Yusuf menghilang sejak aku sibuk mempersiapkan pertunangan dan pernikahan.

Yusuf kenapa?


CINTA ZAENABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang