06. Apa harus membenci?

35 3 0
                                    

Ketika jelas seseorang mempermainkan perasaanku, saat itu ingin sekali rasanya untuk mengakhiri perasaan yang tumbuh. Tapi apa dayaku yang tak tahu bagaimana cara menghentikan rasa ini.

Entah bodoh atau tulus. Bahkan sampai saat ini aku masih saja memperhatikannya, berharap jika nanti dia sadar bahwa ada perempuan yg menyayanginya dengan tulus.

Aku beri kesempatan untuk diriku sendiri, sekali lagi. Sekali lagi memperjuangkan dia, barangkali akan ada keajaiban yang membuat dia membalas perasaanku. Tapi jika perjuangan terakhirku ini terus diabaikan, aku akan berhenti. Sudah, cukup! Aku tidak mau jika aku jatuh lebih dalam lagi, lebih baik aku sudahi nanti.

Pagi ini aku terpaksa berangkat sekolah menggunakan bus umum karena papa sudah berangkat ke stasiun menuju Surabaya untuk mengurus pekerjaannya. Untyk sampai ke halte, aku perlu berjalan kaki lumayan jauh. Aku sudah menunggu sekitar 5 menit di halte bus, tapi belum terlihat ada bus yang datang sementara pagar sekolah akan ditutup 15 menit lagi.

Bus pun datang, aku segera menaiki bus tersebut. Aku mencari tempat duduk yang kosong, dan aku menemukannya. Aku duduk di dekat lelaki yang seumuran denganku, memakai seragam sekolah yang sama denganku dan terdapat nama di bajunya.

Steven Kastara A

Laki-laki ini memiliki mata yang indah saat kami tak sengaja saling bertatap.

"Hi, sekolah dimana?"

Dia ngomong sama gue? Eh iya.

"SMA Citra Jaya"

"Oh, sama dong. Kelas berapa?"

"10 Ips D, Lu?"

"10 Ips A"

Kok gue ga pernah liat dia di sekolah?

Aku sampai pada halte bus di dekat sekolahku, cukup berjalan sedikit menuju sekolah. Perasaanku tidak enak, aku yakin aku terlambat tapi untungnya aku tidak sendiri, ada laki-laki tadi bersamaku disini, Steven.

Guru piket hari ini Bu Rena, guru bidang seni musik. Bu Rena sangat tegas dan raut mukanya yang terlihat jutek membuatku menjadi takut.

"Kenapa kalian telat?"

"Maaf bu, saya nunggu bus lama banget. Biasanya saya di antar orang tua tapi sekarang lagi dinas di luar kota". Jelasku singkat.

"Kalau saya, rumah saya jauh bu dari sekolah. Kejebak macet juga walaupun berangkat pagi". Steven menambahkan.

"Alasan kalian sudah sangat sering saya dengar. Mau tidak mau saya akan hukum kalian! Bersihkan taman depan dan belakang, sekarang!"

"Ya bu"

Huft,males banget gue.

Kami berdua melaksanakan hukuman dengan terpaksa. Sebelumnya aku tidak pernah terlambat seperti ini, ini baru pertama kalinya.

Skip.

Kami sudah selesai melaksanakan hukuman dari Bu Rena. Aku sudah terlanjur malas untuk masuk kelas di jam kedua ini. Aku mengajak Steven ke kantin. Aku memesan nasi goreng dan minuman dingin dan Steven tidak mau membeli apa pun, sudah sarapan katanya.

"Ini beneran gamau makan? Gue gaenak makan sendirian."

"Gapapa, nemenin aja"

"Kenapa lu ga masuk kelas? Gue gapapa sendirian."

"Pelajaran sejarah, pasti ngantuk"

Astagfirullah mimpi apa semalem, jadi salting makan sambil di liatin cogan, ehe.

"Btw, masa gue baru liat lu sekarang. Sebelumnya ga pernah"

"Sering di kelas, kadang di perpus"

        –🐼–🐼–🐼–

Unknow :
Nay, ini gw Gilang.
Svb ya

Kinayraaa :
Ok

Istirahat kedua aku gunakan untuk sholat Dzuhur dan makan siang bersama sahabatku. Kami duduk di kursi kantin yang memang menjadi tempat biasa kami makan. Saling bertukar cerita, dan canda tawa.

"Tau ga sih? Tadi gue obatin luka ka Gilang, lututnya berdarah karena jatuh pas olahraga. Sekalian modus juga sih, ehehe"-Lisa

"Apa cakepnya Gilang sih? B ajh tau"

"Iya lah, gantengan gue ya kan, Nay?"

"Najis, jadi ga nafsu makan gue, ahahaha"

"Tapi Gilang care sama lu ya, Nay?" Raut wajah Fany mengintrogasi.

"Gatau, biarin aja"

"KA GILANG GEBETAN GUE!"-Lisa

"Ok, deketin aja. Kita ga suka sama dia". Jawabku santai.

Aku merasa tidak enak dengan Lisa. Aku tak bercerita jika aku di antar pulang dan kemudian Gilang meminta nomorku. Kalau aku ceritakan, bisa saja Lisa marah dan menuduh yang tidak-tidak. Sudahlah, cukup Dino yang tahu.

"Tadi gue berangkat bareng cogan sekolah ini. Satu bus dan kita duduk sebelahan"
Aku mulai bercerita

"Siapa?"

"Namanya Steven anak kelas 10 IPS A. Ada yang kenal?"

Mereka menggelengkan kepala hampir bersamaan.

"Gak kenal."

"Nah, tadi gue telat berdua sama Steven dihukum sama Bu Rena kita disuruh bersihin taman. Selesai itu kita ke kantin, gue makan dia gamau makan jadinya dia ngeliatin gue doang. Sumpah sih grogi gitu."

"Biasanya juga lu makan sama gue b ajh, padahal kan gue cogan". Dengan kepercayaan yang tinggi Dino berkata seperti itu.

"Terserah".

Kemudian Reyhan dan teman-temannya berjalan menuju kantin. Ada Gilang juga di dalamnya. Aku melihat Lisa yang kemudian menyapa Gilang.

"Hi, ka Gilang!"

Pemilik nama itu pun tersenyum. Berbeda dengan Reyhan yang melemparkan tatapan tajam.

"Reyhan!"
Aku memanggilnya, pemilik nama itu hanya menoleh dan menaikan dagunya.

"Selesai lu makan, gue mau ngomong".

"Tunggu di rooftop"
Reyhan memerintahkanku untuk bertemu di rooftop.

Alhamdulillah Reyhan mau.

       –🐼–🐼–🐼–

"Langsung aja, gausah basa-basi."

"Ok. Lu kenapa dingin banget sama gue? Kurang peduli apa gue sama lu? Apa lu ga peka atau pura-pura bego? Belajar hargai orang lain, Rey!"

"Apansih? Semua yang lu lakuin tuh percuma! Gue gak pernah minta di peduliin and up to you, i don't care about you!"

"Gatau terimakasih? Ga pernah di ajarin sopan santun?"

"Makasih".

"Gue harap lu sadar dan berubah supaya ga ada yang sakit hati lagi karena lu."

Cukup sampai disini aku memperjuangkan seseorang yang tak bisa menghargai perjuangan orang lain. Selanjutnya aku berharap aku bisa menemukan lelaki yang lebih baik darinya, yang lebih bisa menghargai dan tentunya bisa membuatku nyaman.

       –🐼–🐼–🐼–

Takdir SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang