Semoga kalian tau caranya menghargai karya orang.
2020©
🥀🥀🥀
Masih dihari, jam, dan tempat yang sama.
Adhista menangis tanpa suara, tapi jika dilihat secara langsung, pasti kalian tau bahwa ia sedang menangis.
Pundaknya naik turun, menandakan Adhista sedang menangis sangat hebat.
Lelaki dengan wajah sedikit bule dan memakai tas selempang berwarna hitam itu memasuki perpustakaan. Dengan wajah seperti mencari-cari seseorang ditempat itu. Dia sangat pintar, katanya. Katanya, dia masuk kampus ini karena beasiswa yang diterima nya.
Lelaki itu sengaja ke perpustakaan sendirian, karena dia tau ada seseorang yang sedang tidak baik-baik saja didalam sini.
Laki-laki itu duduk secara diam-diam di samping Adhista, pura-pura membaca buku, dan sesekali melirik kearahnya.
"Ekhem,"
Adhista yang merasa risih, akhirnya menghindari laki-laki itu dengan menggeser sedikit tubuhnya agar ada jarak antara dirinya dan lelaki tadi.
"Ngga usah ngejauh gitu," gumamnya yang masih setia menatap buku yang sejak awal ia baca.
"Saya Nicolau Diratama Sarwapalaka, panggil aja Tama," ucap lelaki yang baru saja memperkenalkan dirinya dan Adhista hanya diam saja.
"Udah ngga papa, nangis aja dulu. Kalo udah mendingan, jawab ya," gumam Tama dengan sabar menunggu Adhista menjawab pertanyaannya.
Setengah jam kemudian...
"Nangisin apa? Cerita sini sama saya," seru Tama, dan sedikit demi sedikit Adhista mulai mengangkat wajahnya.
Maskaranya luntur, tidak parah sih, tapi sukses membuat laki-laki itu hampir tertawa.
"Nih tisue, maskara kamu luntur," ucap Tama memberitahu sembari memberikan tisue kepada Adhista.
Adhista menerimanya dan langsung mengusapkan nya di bagian mata.
"Nicolau Diratama Sarwapalaka," ucap Tama sambil mengulurkan tangannya.
"Adhista Chalondra," jawab Adhista membalas jabatan tangannya.
"Ada masalah?" tanya lelaki yang menyebutkan bahwa namanya Tama.
"Gapapa, gue duluan ya," ucap Adhista yang hendak pergi dari perpustakaan meninggalkan Diratama sendirian.
"Kalo mau cerita, saya selalu ada. Cari aja di cafetaria, kalo ngga ada ya di perpustakaan," seru Tama dengan senyum manisnya dan Adhista hanya menatapnya tanpa ekspresi lalu langsung berjalan pergi meninggalkan pria itu.
🥀🥀🥀
Adhista mencari Calla dan Agatha, sudah berkeliling kemana-mana namun dirinya tak menemukannya juga. Adhista sudah mencoba untuk menelponnya tetapi ponsel mereka tidak aktif, akhirnya Adhista kembali ke cafetaria untuk duduk-duduk sambil menghilangkan lapar.
Saat berjalan menuju cafetaria, Adhista melihat Diratama dari jauh, sepertinya dia ada kelas. Namun Adhista tak menggubris itu semua dan kembali melanjutkan perjalanannya.
Sesampainya di cafe, Adhista langsung duduk di pojok dekat jendela sambil merapikan make up nya yang sedikit berantakan akibat menangis tadi.
Setelah selesai merapikan make up yang berantakan, Adhista lalu menelpon salah satu temannya untuk menanyakan keberadaannya.
"Lo dimana?" Tanya Calla dari sebrang sana."Dicafetaria, Lo dimana? gue cariin dari tadi," jawab Adhista misuh-misuh.
"Gue di warkop deket kampus, lagi makan roti bakar enak banget anjir,"
"Ada orang yang duduk disamping kita juga pas di cafe tadi,"
"Yah males ah, gue balik aja ya."
"Yah padahal roti bakarnya enak Dhis,"
"Ya udah deh, hati-hati Dhis"
"Oke"
🥀🥀🥀Akhirnya Adhista bergegas untuk meninggalkan kampusnya ini. Adhista berjalan menuju parkiran untuk mengambil motornya.
Saat Adhista sedang memakai helm, dirinya melihat seorang laki-laki dengan tas selempang warna hitam yang juga sedang memakai helm hitam dengan corak catur dibagian bawahnya tidak lupa masker scarf untuk menutupi sebagian wajahnya.
Setelah Adhista selesai memakai perlengkapan berkendaranya, Adhista langsung menyalakan motornya dan bergegas meninggalkan tempat ini.
"Adhista?" tanya seorang laki-laki dengan suara baritonnya.
Adhista hanya menengok kearah laki-laki itu tanpa senyum, senyum pun percuma karena Adhista menggunakan masker yang hanya memperlihatkan mata dan alisnya saja.
"Duluan ya," seru Diratama lalu berjalan mendahului Adhista.
Diperjalanan, Adhista merasa tak enak hati karena bersikap begitu acuh kepada Diratama yang sangat baik kepadanya.
🥀🥀🥀
"Duh kok jadi kepikiran gini sih, nyesel dah gue ngga jawab apa-apa tadi," gumam Adhista kepada dirinya sendiri.
Adhista sedang duduk didepan laptop nya sambil menonton film Frozen kesukaan nya untuk menghilangkan semua pikiran tentang lelaki si tas selempang tadi.
Adhista dan Diratama sedang tertawa bahagia di taman dekat parkiran kampusnya, tertawa seolah mereka berdua sudah kenal dekat, bahkan sangat dekat.
"Gimana hari ini Dhis?" tanya Diratama sambil memperhatikan Adhista dari samping yang sedang terkena sinar matahari, Cantik.
"Not bad, but not happy. Ya setengah-setengah lah Tam," jawab Adhista menatap mata Diratama.
"Oh bagus, have a good day ya," seru Tama dengan senyum manis yang selalu melekat setiap ada Adhista didekatnya.
Tiba-tiba saja Adhista terbangun karena teriakan kedua temannya itu.
"ADHISTA!" teriak Calla dan Agatha dari luar kamar kostnya sambil mengetuk-ngetuk pintu yang membuat Adhista naik pitam.
Adhista yang baru saja bangun dan nyawanya belum terkumpul semuanya berjalan dengan gontai untuk membukakan pintu untuk Calla dan Agatha.
"Ada apa sih, ganggu gue tidur aja lo berdua," seru Adhista kembali berjalan kearah kasur tercintanya.
"Tidur Mulu kerjaan lo, kita ada tugas presentasi ya Allah sampe lupa," ucap Calla frustasi.
"Dikumpul kapan emangnya?" tanya Adhista yang masih setengah sadar.
"Minggu depan, mending dikerjain sekarang daripada diundur-undur," jawab Agatha lalu duduk lesehan dibawah sambil menyalakan laptopnya.
"Ya udah kalian kerjain dulu, gue mau ngumpulin nyawa dulu ya," gumam Adhista lalu kembali rebahan di kasurnya itu.
"ADHISTA!" teriak Calla dan Adhista langsung saja bergegas ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Adhista
Genç Kurgu[Book two] Baca Arjuna terlebih dahulu.. Dua tahun bukanlah waktu yang singkat untuk Adhista melupakan Arjuna. Dirinya harus hijrah ke Kota Kenangan demi mengubur semua masa-masa indah di SMA nya. Akankah di kota yang baru, Adhista berhasil menemu...