Bagian Tiga 💔💔💔

386 14 0
                                    

Cukup untuk tidak membuatku terluka apa susahnya sih, aku capek dengan semua ini yang tidak pernah menemukan titik terangnya. Atau sampai aku mati baru kamu sadar, kalau kamu menyakitiku lebih dari yang kamu ketahui.
[Celina]

---

"Hooam." aku mengantuk mendengar penjelasan guru PPKN yang tidak kumengerti sama sekali.

"Celina!" teriak guru itu, sontak saja mataku yang sedikit tertutup tadi terbuka lebar. Terkejut akan panggilan yang nyaring itu. Hampir seluruh pasang mata menatapku. Aku malu, sungguh. Apalagi Kejora yang juga melihatku. Mau taruh dimana mukaku.

"Kamu ini kenapa? Begadang malam tadi?" tanya guru killer itu sambil menatapku tajam.

"Ha? Eng-eng-gak buk." jawabku terbata.

"Yasudah kamu perhatikan saya dong!" tegas guru PPKN itu.

"I-i-ya Bu." ujarku sedikit terbata.

Jadi batas mana tadi?

Aku menghembuskan nafasku dengan pelah huft ternyata tidak dihukum. Batinku.

Kring, kring, kring

Bel istirahat telah berbunyi menandakan bahwa perut-perut manusia disekolahan ini harus diisi. Begitupun dengan perutku dan Delia. Seperti biasa aku akan datang menghampiri bangku Delia untuk mengajaknya ke kantin.

"Del!" panggilku.

"Iya?" sahutnya yang masih membereskan buku-buku mata pelajarannya.

"Kantik yuk!" ajaku yang tak sabaran, karna memang sudah lapar.

"Yuk!" lalu, aku dan Delia berjalan berdua menuju kantin.

"Kita disana saja yuk!" ajakku sambil menunjuk meja kosong yang paling pojok itu, sedangkan Delia hanya mengangguk saja pertanda setuju.

"Buk kayak biasa." kataku memesan makanan.

"Oke." jawab ibu kantin.

Tapi, setelah pesanan kami berdua datang ada Riski yang duduk kesebelahku secara tiba-tiba. Aku refleks terkejut. Dia menyengir kuda dihadapanku. Aku mengerutkan keningku tak paham apa maksudnya.

"Kenapa?" tanyaku yang heran.

"Bayarin Gue makan yah!?" ujarnya dengan sedikit memohon kepadaku.

"Ck, Gue enggak ada uang." aku memutar kedua bola mataku malas. Kebiasaan Riski, kalau tidak menjahiliku. Yah, meminta bayar makanan. Seperti tidak ada uang saku saja, padahalkan Riski kaya. Mungkin alasan saja untuk menjahiliku. Pikirku.

"Hmm, yaudah." jawabnya dengan sedikit memelas aku sedikit terkekeh, lalu dia beranjak ingin pergi.

"Mau kemana Lo?"

"Yah kekelaslah masa mau naik haji." jawab Riski dengan sedikit sewot kepadaku.

"Yaudah biasa aja kali." jawabku yang juga sedikit sewot.

Belum sampai beberapa langkah kaki dia menjulurkan lidahnya kearahku. "wleeee." aku juga membalas uluran lidahnya dengan lidahku.

"Cel." panggil Delia kepadaku.

"Iya?" sahutku sambil menyeruputi es teh.

"Kayaknya Riski itu naruh perasaan deh sama Lo, kelihatan banget dari cara dia memperlakukan Lo."

"Ha? Suka?" aku hanya tertawa mendengar penjelasan Delia, "Mana mungin tuh anak suka sama Gue Del, Lo tau kan, kalau dia itu sering banget ngejahilin Gue."

"Gue serius Cel, Lo tu harus belajar sedikit peka dengan keadaan."

"Haha, memangnya ada yang suka sama Gue." ucapku sambil tertawa hambar.

Delia memutar kedua bola matanya malas, "Yah adalah, tuh Riski contohnya."

"Delia sahabat Gue yang paling cantik, Mana mungkin Riski suka sama Gue, sedangkan dia aja kerjaannya ngusilin Gue mulu."

"Yah justru itu."

"Justru apa?" sahutku yang heran.

"Yah justru dia ngejahilin Lo, karna dia suka sama Lo."

"Haha ada-ada aja yah Lo Del, udah ah mau kelas, nanti kita masuk lagi." ujarku, lalu langsung membayarkan makananku dengan makanan Delia.

💔💔💔

"Kejora ada Celina tuh, dia baru saja balik dari kantin." panggil Atun kearah Kejora.

Aku terdiam malu diperhatikan dengan seluruh kelasku.

"Lo, apa-apaan sih?" tanyaku sedikit sewot.

Lalu, Kejora datang menghampiri kami," Eh, Gue enggak suka yah sama Lo! Lebih baik Lo ngejahuin Gue! Daripada Lo sakit hati, karna Gue enggak suka sama cewek pendek kayak Lo!" ucapnya terang-terangan yang dapat didengar oleh seluruh pasang mata yang melihatnya.

Dadaku terasa sesak sungguh, padahal aku belum mengatakan sepatah katapun semenjak dia tahu, kalau aku suka dengan dia. Aku berusaha untuk menahan tangisku, yah, walaupun aku tidak bisa menahannya.

"Lo enggak usah khawatir, Gue bakalan ngejahuin Lo, dan juga enggak usah ngebentak Gue. Gue cukup sadar diri." aku mengatakan itu sambil menahan tangisku, tapi aku tak bisa menahannya. Dadaku begitu sakit dan sesak tanpa kusadari cairan bening itu keluar dari pipiku. Aku berusaha untuk menghapusnya.

Delia menarik tanganku untuk menjauh darisana. Aku pun mengikuti Delia.

"Kemana?" tanyaku yang masih berusaha menahan tangis dan menahan sesak itu.

"Kita ketaman belakang, disana Lo bisa nangis sepuasnya." Delia mengatakan itu dengan menatapku iba, sedangkan aku hanya menurut saja.

Setelah sampai ditaman belakang aku langsung memecah tangisanku dengan isakan pilu, sedangkan Delia hanya menatapku dengan tatapan iba.

"Del!" panggilku yang masih sesegukan

"Iya Cel kenapa?" jawab Delia yang panik.

"Kenapa sesesak ini sih, hiks, hiks, hiks, padahal semenjak dia tau, kalau aku suka sama dia. Aku belum mengatakan kata-kata sepatahpun, dan aku sama sekali belum berjuang hiks, hiks, hiks, tapi dia sudah melontarkan kata-kata yang semenyakitkan itu." ujarku dengan tangisan sesak nan piluku, sungguh ini sakit seperti dihantam jutaan batu saja hatiku saat ini.

Delia memegang kedua pundakku." Celina dia itu laki-laki berengsek yang enggak bisa menghargai perasaan seseorang sedikitpun, jadi kalau menurut aku kamu harus bisa move on dari dia."

"Hiks, hiks, hiks, aku sebenarnya udah benci dan mau move on dari dia, tapi dia hiks, hiks, hiks, selalu membentakku dan mengeluarkan kata-kata kasar dan itu yang membuat aku sakit hiks, hiks, hiks," dadaku sangat sakit sepertinya aku tidak bisa berhenti untuk menangis.

"Sudah-sudah Cel, Lo enggak boleh kayak gini terus, nanti Lo enggak bisa move on dari dia, Lo harus kuat. Jangan lemah hanya karna dibentak. Semua orang pernah dibendak Cel."

Aku hanya mengangguk-anggukan kepalaku mendengar penjelasan Delia, walaupun dadaku tetap saja terasa sesak dan sakit, tapi aku berusaha untuk kuat dan tidak menangis lagi. Seperti yang dia katakan tadi.

"Yaudah, kalo gitu kita kekelas yah? Gue takut nanti masuk, mana hari ini guru-guru yang ngajar kita killer semua lagi." ucap Delia sambil bergidik ngeri membayangkan guru-guru killer tadi.

Aku hanya mengangguk, dan kami berdua pun berjalan menuju kelas. Seluruh kelas menatapku dengan tatapan iba ada juga yang senang melihatku diperlakukan seperti itu. Siapa lagi kalau bukan Atun and the gang. Yang selalu saja ikut campur tentang urusanku dan selalu mengusik kehidupanku sungguh menyebalkan melihat tatapan sinis dan bahagia itu. Ingin rasanya aku mencakar muka mereka, kalau bukan mikir nanti akan dikeluarkan sekolah, jika aku membuat masalah disekolahan ini.

Delia memegangi tanganku," Udah enggak usah dipeduliin." ujar Delia.









Bagaimana perasaan kalian abis baca bagian ini?😎 sakit enggak? Jujur author seneng, kalo kalian mewek ngebaca kisah author😎 upss hehe😅😅😅 see you next part😘😘😘yang tadi bercanda kok hehe😂😂😂 seriusan deh wkwkwk

SAD ENDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang