Bagian Lima 💔💔💔

309 9 0
                                    

Karna harapanlah aku tersakiti dan merasakan luka yang mendalam, oleh karna itu aku berjanji. Aku tidak akan pernah berharap lagi kepada manusia. Aku capek, aku ingin berhenti, dan aku yakin ini adalah pilihan yang terbaik untukku dan untuk hatiku:)
[Celina]

---

Aku lebih memilih keluar dari ruang BK. Daripada aku bertambah kesal. Ini rasanya sungguh tidak adil, padahal aku hanya membela harga diriku, tapi kenapa aku selalu saja disalahkan, jika saja dia bukan guru BK sudah aku teriakki dia. Sungguh hari yang sial.

"Celina!" panggil Delia sambil tergesa-gesa berjalan kearahku, lalu menghampiriku," Lo gimana tadi? Jangan bilang, kalo Lo dihukum atau di--"

"Gue diskorsing!"

"Apa? Lo beneran diskorsing?" tanya Delia yang terkejut.

"Iya." jawabku malas.

"Kok, Lo juga diskorsing juga sih Cel, padahalkan Lo enggak salah." Delia menatapku dengan tatapan  skiptis.

"Gue juga merasa gitu, ini rasanya enggak adil."

"Lo benar Cel ini namanya enggak adil. Sini biar aku masuk keruang BK, untuk bicara dan menjelaskan semuanya."

"Enggak usah Del, Gue enggak apa-apa diskorsing."

Delia membulatkan matanya tak percaya dengan ucapanku.

"Lo, enggak boleh gitu Cel. Lo enggak salah, Lo harus jelaskan. Sini Gue bantu jelaskan." Delia menarik tanganku, tapi aku menolak, dan melepaskan tangan Delia.

"Enggak usah Del, percuma! Gue juga udah jelasin yang sebenarnya tadi, tapi apa? Buk Sri enggak peduli, dan lebih memilih mengurusi Atun, daripada Gue."

"Lo serius Cel? Yaampun Gue masih enggak percaya deh, yaudah Lo yang sabar yah?" Delia menatapku dengan tatapan yang prihatin, sekaligus sedih.

"Iya, Del. Gue kan udah bilang tadi, kalo Gue enggak apa-apa." ujarku seraya tersenyum dan lebih tepatnya itu senyum palsu untuk berpura-pura tegar dihadapan sahabatku yang paling aku sayangi ini.

"Eh, Del Lo enggak belajar?" tanyaku, karna Delia menemuiku dijam pelajaran yang masih berlangsung.

"Gue izin ke toilet tadi, dan juga berniat ingin menemui Lo."

"Oh, makasih yah Del, Lo udah mau nemuin Gue."

"Iyaaa, kita kan sahabat, jadi biasa aja Cel." ucap Delia tulus, disertai dengan senyuman.

Aku juga membalas Delia dengan senyuman. Rasanya aku beruntung sekali dipertemukan oleh Delia yang tulus menerimaku sebagai sahabatnya. Dia sangat baik selalu ada disaat aku membutuhkan dia, dan juga sangat mengerti dengan perasaanku.

"Yaudah kita ke kelas yuk." ajak Delia kepadaku, tapi aku menolaknya.

"Enggak ah Del, Gue malu." ucapku seraya tertunduk malu. Mengingat kejadian tadi.

"Celina, Lo ngapain malu, ini bukan salah Lo, jadi ngapain Lo malu?"

"Ta-tap-"

"Udah enggak usah tapi-tapian." Delia menarik tanganku. Aku hanya melemas, dan sangat gelisah. Apalagi untuk menemui teman sekelasku.

---

Sesampainya didepan kelas ternyata tidak ada guru dikelas, aku hanya menghela nafas lega. Setidaknya teman-temanku tidak terfokus kepadaku, dan hanya sibuk dengan temannya masing-masing.

"Kenapa enggak ada guru Del?" tanyaku sambil menatap heran kearah Delia.

"Iya, kenapa enggak ada guru yah?" Delia malah balik bertanya kepadaku.

SAD ENDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang