Bagian delapan 💔💔💔

253 5 0
                                    

Aku merasa, kisahku ini adalah kisah yang paling tragis. Diriku sudah sangat lelah untuk menjalani ini semua. Atau diriku memang ditakdirkan untuk tidak pernah dincintai oleh orang yang kucintai?
[Celina]

---

"Kalo Lo butuh bahu, sini. Lo boleh minjam bahu Gue. Tumpahkan segala kesedihan dan semua masalah Lo, disini. Dibahu Gue." Malik mengatakan itu seolah-olah dia paham dengan perasaan Celina, sedangkan Celina dia tak mampu berkata-kata lagi, dan langsung memeluk Malik, disertai dengan isakan tangis menyedihkannya.

Malik paham betul dengan apa yang dirasakan oleh Celina saat ini, walaupun dia sahabat yang tak terlalu dekat dengan Celina, tapi Malik sudah sering menyaksikan bagaimana para cowok-cowok yang menolah Celina dengan mentah-mentah, bahkan sampai mengeluarkan kata-kata kasarnya. Sungguh Malik sangat merasa bersalah dengan diri Celina. Mengapa dia tidak selalu ada disaat Celina membutuhkan dirinya?

"Gu-gu-e ca-pek Lik." lirih Celina disertai dengan suara isak tangisnya yang tiada henti." Kenapa Gue selalu ditolak? Kalo Gue suka sama seseorang, bahkan seseorang yang Gue suka itu sampai mengeluarkan kata-kata kasarnya. Apa Gue memang enggak pantas buat dapatin cinta dari cowok yang Gue suka?"

"Shuttt, Lo enggak boleh ngomong gitu." Malik meletakkan jari telunjuknya kebibirku," Gue yakin yang suka sama Lo itu ada, tapi mereka yang enggak berani ngungkapinnya ke Lo."

"Seandainya Lo tau Cel, kalo yang Gue maksud itu, adalah diri Gue. Gue suka sama Lo dari sejak kelas 10 dulu, tapi Gue lebih memilih diam, karna Lo sukanya sama cowok lain, dan bukan Gue." batin Malik.

"Ta-ta-pi sampai sekarang, Gue masih ngerasa, kalo Gue itu, Gue itu hina dan enggak ada yang suka sama Gue Lik, hiks, hiks, hiks." aku mengatakan itu dengan sesegukan, ditambah isak tangis menyedihkan. Dadaku sangat sakit dan sesak mengatakan itu.

Malik menatap prihatin Celina."Lo enggak boleh ngomong gitu Cel, enggak boleh! Lo harus percaya sama diri Lo sendiri, Lo enggak boleh ngerendahin diri Lo sendiri. Gue yakin dibalik sifat Lo yang apa adanya ini banyak yang suka sama Lo." Malik mengatakan itu sembari menghapus air mataku menggunakan tangannya.

Aku hanya menatap sendu mata Malik. Kenyataan tetaplah kenyataan. Aku ditolak mentah-mentah, bahkan aku dibentak oleh kata-kata kasar oleh pria yang aku sukai. Miris sekali, bahkan aku belum sempat berjuang, tapi sudah dibegitukan. Rasanya aku sudah tidak kuat lagi membayangkan itu dan ingin mati saja, seandainya, jika bunuh diri itu tidak dosa, pasti aku sudah melakukannya, tapi aku masih takut dengan dosa.

"Cel, Lo dengerkan apa yang Gue omong?" tanya Malik kepadaku, karna aku hanya diam dari tadi.

"Iya Lik Gue denger, dan makasih karna Lo udah coba buat nguatkan Gue. Gue beruntung punya sahabat cowok kayak Lo. Gue harap kita terus sahabatan yah Lik, selain Delia sahabat cewek Gue." aku mengatakan itu sambil tersenyum.

"Iya, itulah gunanya sahabat. Saling menguatkan, dan saling mendukung. Gue seneng kok bisa sahabatan sama Lo." Malik juga tersenyum mengatakan itu.

"Yaudah, kita pulang yah?" ajakku kepada Malik.

"Nanti aja pulangnya Cel. Gue mau ngabisin waktu Gue sama Lo, soalnya Gue hm, Gu---"

"Gua apa?"

"Gue--" Malik menggaruk tekuknya yang tak gatal. Bagaimana ini apakah dia harus mengatakan kabar ini kepada diri Celina yang sedang bersedih, ataukah tidak? Soalnya Malik mau pindah ke luar negri, dikarnakan ada urusan pekerjaan kedua orang tuanya. Malik terpaksa juga harus ikut kedua orang tuanya keluar negri.

"Gue apa Lik? Jangan buat Gue penasaran." Celina menatap Malik dengan raut wajah yang begitu penasaran.

"Sebelum Gue ngomong ini, Lo harus janji dulu sama Gue."

"Iya-iya Gue janji, tapi janji apaan?" Celina dibuat tambah penasaran saat ini.

"Lo janji harus kuat dan enggak boleh lemah lagi." Malik mengatakan itu sembari menahan tangisnya yang akan pecah beberapa saat lagi.

"Iya Lik Gue janji. Mulai sekarang Gue enggak akan lemah lagi dan Gue akan berusaha untuk selalu kuat menjalani kehidupan."

Malik sedikit lega dan senang Celina mengatakan itu, setidaknya bebannya berkurang sedikit.

"Berat bagi Gue untuk mengatakan ini, tapi. Gue harus mengatakannya, dan Gue harap sahabat Gue yang satu ini enggak sedih."

"Udah Lik, enggak usah bertele-tele cepetan katakan. Apa yang ingin Lo omongin, jangan buat Gue tambah takut dan bingung."

Malik mengehembuskan nafasnya dengan pelan," Gue seminggu lagi pindah ke Luar Negri Cel, karna tuntutan pekerjaan Orang Tua Gue." Malik mengatakan itu dengan berat hati.

Celina bingung harus berkata apa. Dia hanya membayangkan. Bagaimana jadinya, jika dirinya tidak bisa bertemu dengan Malik lagi. Laki-laki yang sangat baik, sahabat laki-laki satu-satunya." Lik Lo becandakan?" Mataku sudah berkaca-kaca, dan siap menumpahkan kristalnya.

Malik menggeleng lemah.

"Lik, Gue mohon jangan tinggalin Gue, Gue enggak siap buat kehilangan sahabat cowok Gue satu-satunya, Gue, Gue enggak mau Lik hiks, hiks, hiks." aku mengatakan itu dengan perasaan yang sedih dan sakit.

"Cel, Lo udah janji sama Gue tadi, kalo Lo enggak akan lemah, dan sekarang Lo lemah Cel. Cel Gue mohon Lo jangan nangis lagi. Gue enggak kuat lihat Lo kayak gini."

Aku mengangguk lemah sambil menghapus air mataku." Maafin Gue Lik, tapi izinin Gue buat nangis dan meluk Lo untuk yang terakhir kalinya. Kali ini aja Lik," aku mengatakan itu dengan dada yang sesak dan sakit.

Malik juga meneteskan air matanya melihat Celina yang menangis sesegukan di dalam dekapannya."Iya Cel, Lo boleh nangis sampai Lo puas di dalam dekapan Gue sekarang." Malik mengatakan itu dengan suara yang parau.

---

Sekarang tepat pukul 21.00 malam. Akhirnya Malik dan Celina memutuskan untuk pulang, setelah puas menangis tadi.

Tidak ada pembicaraan antara Malik dan Celina saat ini, dan hanya ada diam diantara mereka berdua.

"Lik."

"Cel."

Mereka mengucapkan itu berbarengan.

"Lo duluan aja Cel." pinta Malik.

"Enggak, Lo aja yang duluan Lik." sahut Celina.

"Gue sebenernya udah suka sama Lo sejak dari kelas 10 dulu Cel, tapi Gue lebih milih diam, karna Lo itu bukan suka sama Gue, melainkan cowok lain." Malik ragu untuk mengatakan itu, tapi hatilah yang memaksakan dirinya untuk jujur pada diri Celina tentang perasaannya selama ini. Agar dia tenang setelah mengungkapkan perasaannya selama ini. Tapi Malik bingung melihat ekspresi Celina yang hanya diam saja mendengar ungkapan perasaan dari Malik tadi, ataukah Celina memang tidak memiliki perasaan sedikitpun pada dirinya?






























Wah Malik udah ngungkapin perasaannya tuh, tapi kenapa yah Celina diam saja, atau Celina memang enggak punya perasaan apa-apa, tapi hmm mungkin apa yah:v author juga bingung yaudah see you next part voment yah.

SAD ENDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang