Kau adalah duniaku.
Kesatuan yang ku puja seumur hidupku.
Jika aku mulai mengarungi lautan ini.
Aku bersumpah akan melangkah sejauh mungkin agar jiwa ini mampu menatap teduh matamu.
Ikutlah bersamaku.
Kita petik bunga lili yang mekar cantik di ujung tanduk.
Cahayaku tersenyum malu.
Menampakkan rindu riak ini padamu.
Rasaku terbang bebas.
Bersatu dengan dua bintang paling terang di muka langit.
Kau irama terindahku.
Izinkan aku untuk jadi seperti bintang itu.
Bersanding bersama.
Bersatu menjelajahi langit malam yang membentang agung.
Desember 2002, Dermaga Dothermian.
Lautan kembali berjumpa dengan pantai.
Angin yang beradu dengan tubuhnya menambah kegugupan hatinya.
Jangkar siap di turunkan.
Kapalnya siap menepi bertemu jumpa dengan daratan.
Bagikan pangeran yang akan segera berjumpa rindu dengan sang puteri.
Luasnya lautan di Inggris raya, bahkan hingga Antartika masih terbentang luas dalam ingatannya.
Harumnya saja masih terasa, dan itu membuat rindunya kian menggila.
Sudah jauh rupanya ia berkelana.
Pantas saja jika kini, ia merasa gugup ketika hendak berjumpa dengannya.
Di depan, pelabuhan luas terbentang seolah tengah menyambut hangat.
Segala tugas yang di embannya selama berada di luas samudera seolah akan segera berjatuhan, bersatu riuh bersama pasir di tepi pantai.
Ten menggenggam liontin peraknya dengan nafas yang terasa mencekik di tiap hembusannya.
Sensasi menabung rindu ternyata cukup menyiksa.
Rasanya lebih menegangkan seolah ia akan bertemu ratu dari Inggris.
Padahal yang menunggunya di depan sana, hanya seorang pembuat roti biasa.
Ya. Biasa.
Biasa membuatnya tersiksa karena rindu dan cinta sepihak.
Langkahnya terantuk kaku. Ragu, sebab takut rindunya akan bersambut kekecewaan.
Tapi sisi egois di dalam jiwanya, berteriak ganas seperti serdadu yang siap berperang.
Hatinya berteriak, menyerang pikirannya untuk segera menyapu langkah menembus kerumunan manusia di pelabuhan agar rasa rindunya segera tercurahkan.
Tak perduli walau pahit akan di dapat.
Selayaknya kapal yang terus bertarung melawan ombak, sebagai seorang pria ia juga tidak boleh menyerah sebelum berjuang.
Karena dialah yang menjadi alasan dari degup cepat jantungnya, dan alasan mengapa ia tetap sanggup bernafas bertahan hidup ketika ia kehilangan harapan.
Jikalau boleh jujur, betapa besar keinginannya untuk menunjukan bahwa alasan kepulangannya kali ini pun hanyalah untuk melepas rindu.
Ten hanya ingin bertemu dengannya.