14; Perfect Love

493 36 18
                                    

Semua yang di lakukan Johnny tak pernah sesuai dengan keinginanku.

Dia selalu berjalan di atas aturannya sendiri, dan aku di paksa harus mengikutinya.

Sekalipun aku seringnya tidak begitu setuju dan jika aku mengikutinya aku seketika merasa keluar pergi jauh dari jalurku.

Tapi jika sebaliknya, ia akan terang-terangan mengikuti aturanku seolah aku adalah manusia beruntung yang mendapatkan seorang pangeran.

Dan selanjutnya kejutan besar menantiku. Esoknya, biasanya di pagi hari. Sosok pangeran Johnny itu sudah tidak ada lagi. Ia telah kembali berganti seutuhnya menjadi dirinya yang semula.

Menjadi Johnny yang punya sifat yang teguh—bahkan terlalu teguh buatku.

Bahkan aku pernah berpikir keteguhan yang di milikinya lebih cocok di aplikasikan pada situasi pertarungan di medan perang di banding pada kehidupanku yang super halus seperti kain sutra.

Ia benar-benar teguh. Sulit di bengkokkan. Dan aku jengkel dengan itu.

Selama bertahun-tahun ini janjinya yang dulu pernah ia katakan tak pernah di realisasikan.

Dulu saat masih berpacaran kami membuat perjanjian, yang mana jika kami tinggal bersama nanti kami akan punya tugas bergantian dan saling membantu.

Sebab aku punya pekerjaan yang cukup menyita waktu jadi aku tidak mau lelah sendiri. Asal kalian tahu aku tidak suka hubungan yang tidak seimbang.

Dan akhirnya, saat itu tepat di penghujung musim panas di sebuah rumah pohon di kediaman kakeknya di Chicago, kami menuliskan perjanjian itu.

Dengan peraturan pertamanya yaitu; Johnny mendapatkan tugas untuk membuang sampah setiap pagi, sedang aku yang membuat sarapan.

Tapi. Hingga saat ini ketika perjanjian itu susah berusia tahunan, Johnny tak pernah melakukannya—sebenarnya pernah, hanya saja itu cuma satu kali itupun karena ia tidak tahan mendengarku mengomel.

Tugas membuang sampah dan sarapan akulah yang mengerjakannya.

Ia hanya membantu membacakan berita apa saja yang terjadi dengan dunia dari tablet miliknya dengan suaranya yang menggelegar hingga aku yang sedang berada di dapur pun bisa mendengarnya dengan sangat jelas, padahal rumah kami bukan main luasnya.

Dan karenanya. Melirik pada kegagalan dari perjanjian itu. Aku memutuskan untuk tidak menceritakan isi perjanjian bagian kedua dan seterusnya pada kalian.

Karena jika di kategorikan secara garis besar perjanjian itu menyandang status gagal total. Dan aku tidak mau menanggung malu berlebih, karena pada akhirnya semua tugas-tugas itu di tumpahkan padaku.

Diriku yang sangat sibuk dengan segudang perkejaanku yang melambai manis dari kantorku di Marion St.

Aku selalu bangun lebih pagi. Sangat pagi bahkan mungkin saja Johnny masih sibuk dengan mimpinya. Sengaja mengabaikan kantuk dan masalah kantung mataku yang tak pernah usai. Kemudian aku turun dari ranjang—seharusnya aku menyebutnya ‘ranjang kami’ tapi maaf aku sedang enggan—lalu aku mengeluarkan kalimat umpatan pertamaku di pagi hari saat lagi-lagi dan lagi aku mendapati satu kebiasaan buruknya yang selalu menaruh handuk basahnya di lantai. Padahal dia tahu aku adalah sang maniak kebersihan. Seluruh benda dan ruangan di rumah ini harus sesuai standar ku yaitu bersih dan harum. Dan Johnny selalu berhasil menjadi orang pertama yang mengacaukannya.

Selanjutnya, setelah ku taruh handuk itu pada tempatnya, aku melangkah. Hendak turun menuju dapur. Tapi kembali aku harus berhadapan dengan kebiasaannya lagi. Kali ini adalah gelas kopi yang kotor di samping laptopnya yang  masih menyala terang dengan tampilan grafik saham yang membuatku mual.

DuniaKunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang