Jalani Saja

3K 336 18
                                    

Devan berjalan menuju kelas dengan berbagai macam pertanyaan yang singgah di kepalanya.

'Brakk'

Bukannya masuk ke dalam kelas, Devan malah menabrakkan dirinya pada pintu di sebelah pintu yang terbuka.

Attariq, Aidan, serta Rajidan yang sedang berbincang mendadak terdiam dan menatap wajah frustasi Devan.

"Ya Tuhan Devan, saya gak tahu kalau kamu malah jadi frustasi gini," ucap Rajidan iba. Aidan mengangguk sama karena iba menatap Devan.

Devan tetap diam dan menunduk, wajahnya tak dapat di tebak.

"Lo, abis diapa-apain sama Annabell sampe sefrustasi ini?" tanya Attariq geli. Di antara mereka berempat, yang paling hilang empatinya adalah Attariq.

Kalau bukan di suasana serius ya.

Devan tak menjawab dan fokus pada pemikirannya. Rajidan dan Aidan yang iba hanya saling pandang-pandangan. Sedangkan Attariq menatapnya dengan tatapan geli.

"Yaudah, batalin aja deh taruhannya. Kita serem liat lo begitu, Van." Ucap Aidan mengambil keputusan pertama.

Rajidan mengangguk setuju, Attariq juga mengangguk walaupun kecewa karena Devan kalah begitu cepat.

"Jangan!" ucap Devan tiba-tiba.

Mereka bertiga langsung terkejut karena pernyataan yang keluar dari bibir Devan.

"Serius lo? Udah kita kasih keringanan nih." Tanya Aidan sambil menatap Devan bingung.

Attariq tersenyum lebar, "Gini kek Gentle man, pantang mundur sebelum dia kabur!" ucap Attariq sambil menepuk-nepuk bahu Devan yang berada di sampingnya.

Jadi mereka duduk berhadap-hadapan dengan Aidan yang berada di samping Rajidan. Dan Attariq-Devan yang berada di depan mereka.

"Kamu serius?" tanya Rajidan ragu-ragu. Dan Devan lagi-lagi diam

"Yakin?" tanya Rajidan lagi memastikan. Dan barulah kali ini Devan mengangguk yakin.

"Tenang aja. Oh iya, kayanya gue mau perpanjang taruhan sampai satu bulan. Kurang atau lebih." Setelah Devan mengucapkan kalimatnya, ketiga temannya mendadak menganga lebar tanpa kedip.

Attariq langsung menggelengkan kepalanya tak percaya. "Yakin lo?" tanyanya memastikan.

"Lo tau kan, kalau ada apa-apa harus terbuka sama kita?" tanya Attariq pada Devan yang hanya di balas dengan putaran bola malasnya.

"Ya tau, lebay ah lo. Gampang dah!" ucap Devan sambil mengibas tangannya menyuruh Attariq untuk melunturkan ekspresi khawatir dan curiga.

***

'Tak tak tak'

Bunyi heels dari seorang guru yang sedang mendekati kelas yang akan di ajarnya, sangat ketara sekali terdengar.

Semua murid kalang-kabut untuk duduk dengan rapi ke tempatnya. Untung saja, formasi keempat serangkai ini sudah rapi sedari tadi, jadi mereka tak perlu kalang-kabut seperti teman-teman mereka.

"Selamat siang..." ucap Bu Sri dengan logat bataknya.

"Siang buk..." sapa satu kelas serentak. Dan pelajaran pun di mulai dengan khitmatnya.

Bu Sri yang notabenenya adalah guru BK mereka pada kelas 10, di kelas 12 merangkap sebagai guru matematika juga. Karena sebelum menangani anak nakal, Bu Sri terlebih dulu menangani murid dengan rumus segudang dan jawaban yang membingungkan.

"Aduh gue paling males kalo dia yang ngajar..." lirih Attariq pada Devan yang duduk di sebelahnya.

"Diem lo! Dari pada kena lagi," Devan menatap Attariq sinis. Sudah dua kali pelajaran Bu Sri berlangsung dan dua kali itu juga Attariq membolos.

"Gak bocor lagi adikmu Attariq? Sampai dua jam pelajaran saya tidak balik-balik?" sindir Bu Sri pada Attariq yang dua kali membolos dengan alasan ingin buang air kecil.

"Udah engga Bu! Udah saya tambal," ucap Attariq ngawur. Dan Bu Sri menatapnya sinis.

"Tenang Bu, saya iket dia di kursi." Ucap Devan sambil menunjukkan cengiran andalannya.

"Tuh. Contoh lah kawan-kawan kau Attariq. Jangan nakal terus," nasehat Bu Sri dan hanya di anggap angin lalu saja oleh Attariq.

"DENGAR GAK KAU? TULI KAH?" teriak Bu Sri dan di balas anggukan oleh Attariq.

"Dengar bu," ucap Attariq santai. Bu Sri keras padanya, karena ia tahu Bu Sri hanya tak ingin ia menjadi cemoohan guru-guru lainnya.

Biar Bu Sri saja yang mencecarnya dengan sejuta hujatan. Guru lain jangan.

"Yasudah, kita hari ini kuis." Ucap Bu Sri seenak jidatnya saja.

"Loh kok gitu, bu?" tanya Attariq tiba-tiba karena kaget dengan pernyataan Bu Sri barusan.

"Soalnya hari ini kau masuk gak niat bolos. Mumpung sekelas ada jadi kita kuis dulu." Ucap Bu Sri santai dan di hadiahi oleh makian teman-temannya sekelas.

"Bolos kek lo sana."
"Emang lo, Riq. Tumbenan gak bolos!"
"Sialan dah, si Attariq ni emang."

Devan menatap Attariq dengan tatapan yang tak dapat di artikan. Antara ingin mengusir dan mengutuknya sebenarnya yang ingin ia tunjukkan.

"Yaudah, setiap pelajaran Bu Sri lo bolos aja gapapa deh Riq." Ucap Aidan sambil menepuk-nepuk pundak Attariq sebagai tanda dukungan penuh.

"Sialan lo!" ucap Attariq kesal karena malah di dukung membolos saat dianya sudah ada niat untuk tidak lagi.

"Idup gue emang buat lo pada salah-salahin kok! Gapapa. Tiap hari gue masuk pokoknya, biar kuis. Mayan, ngasah otak mendadakkan." Ucap Attariq santai dan di hadiahi makian dari teman-temannya.

"Pindah kelas sono lo!"
"Asah otak, mata lo! Emang lo sendiri punya?!"
"Sumpah Attariq pen gue kasih ke gunung merapi aja biar berenang di kawahnya!"

Dan ya, Attariq hanya bisa mengusap dadanya saat teman sekelasnya mengumpatnya.

Bu Sri hanya tersenyum manis saat Attariq mendapatkan balasannya.

"Suruh siapa bolos? Rasain..."

***

Hai gais!
Maaf lama nunggu ya!
Jangan lupa vote dan comment ya.

The somvlak 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang