Berat sekali

4.2K 453 77
                                    

Sudah sebulan semenjak kejadian yang pembagian Id Line secara tak sengaja oleh oknum Rajidan pada Aidan yang tak bersalah itu.

Dengan wajah kusamnya, Aidan menatap layar ponsel pintarnya dan sibuk membuat ketikan yang membuat teman-temannya iba.

"Yaudah sini kita bantu," usul Devan karena melihat Aidan yang kesusahan sendiri membalas satu per satu adik kelas mereka.

"Gausah, telat. Aidan udah ganti Line." Ucap Aidan singkat. Kita temannya melongo menatap Aidan yang rela mengganti akunnya karena tak ingin di ganggu.

"Maaf ya, Dan. Saya kira adik kelas masih malu-malu. Ternyata ngegas juga ya." Ucap Rajidan polos yang di buahi jitakan kencang pada kepalanya.

Siapa lagi kalau bukan Aidan yang menjitaknya.

"Menurut lo aja, udah tau ada kesempatan besar, gimana engga di chat," ucap Aidan emosi bercampur pasrah. Sekarang ia harus mengulang kontak pertemanan dari awal.

"Ya lain kali saya gak gitu deh," Rajidan mengecilkan volume suaranya dan Aidan hanya menatapnya datar.

"Kalau ada lain kali, gak cuma id line lo yang gue kasih ke satu sekolah, Ba. Gue kasih alamat rumah sampe ukuran celana dalem lo biar tau mereka semua!" Aidan gemas melihat Rajidan yang memasang muka tanpa dosanya.

"Yaudah ribet banget si kalian berdua. Ayo main!" ajak Attariq yang sedari tadi tidak bersuara.

"Main apaan? Main sama lo ga enak. Lo cupu!" sorak Devan dan Attariq hanya menatap Devan jengah.

"Alah, gue suruh nembak Annabelle lo gamau. Lo yang cupu disini. dasar lemah!" balas Attariq pada Devan yang menatap Attariq dengan rasa kesal karena tak mau kalah.

"Kenapa gantian kalian yang berantem setelah gue sama Baba?" tanya Aidan bingung. Attariq dan Devan hanya menggelengkan kepalanya tak acuh.

"Yaudah gini. Dari pada kalian semua sok-sokan hebat. Mending lomba-lombaan nilai kuis aja dah. Besokkan dibagiin kuisnya." Ucap Rajidan sebagai penengah dan Aidan mengangguk setuju. Attariq dan Devan saling tatap menatap.

"Deal!" sepakat mereka berdua, sedangkan Aidan dan Rajidan tersenyum miring.

"Yang paling rendah, bakal nembak Annabelle dan jadian selama seminggu." Sambung Aidan dan mendapatkan tatapan melotot dari kedua oknum yang telah mencapai kesepakatan.

"Anjrit! Tadikan gak gitu," bela Attariq yang enggan melihat Annabelle dan takut menjadikan Annabelle pacarnya.

Oh ya, Annabelle itu sendiri adalah adik kelas mereka yang berada di kelas sebelas sedangkan mereka berada di kelas dua belas. Dan perawakan Annabelle sendiri lebih terkesan tua dan jadul. Serta tingkahnya yang agresif membuat keempat sekawan ini kewalahan menghadapinya.

"Tadi Baba belum selesai ngomong udah nge deal." Lanjut Aidan dengan senyum kemenangan. Mau tak mau, secara jantan mereka menerima tantangan dari Aidan dan Rajidan.

Demi menunjukkan bahwa merekalah paling hebat. Walaupun Devan di beri kucing masih gelojotan sana-sini. Setidaknya dia terlihat kuat. Apalagi Attariq yang bila melihat waria lari menangis ketakutan.

***

Keesokan harinya, mereka berada di kelas yang sebenarnya sudah di atur oleh ayah Aidan yang meminta langsung kepada kepala sekolah untuk tetap menyatukan mereka berempat selama tiga tahun berturut-turut.

Karena jika tak disatukan, Aidan akan mogok makan selama seminggu penuh di tambah Attariq yang mogok pergi ke rumah Aidan.

Kenakak-kanakan? Memang. Tapi sebagai ayah yang baik, Rajendra meng-iyakan permintaan putranya dan mengusahakannya.

Aidan, menatap Attariq yang sedari tadi diam, tak seperti biasanya. Sedangkan Devan yang gelisah. Rajidan, melihat kedua temannya dengan tatapan kelakar.

"Baru kali ini, manusia badung takut liat nilai kuis. Padahal dulu, nilai kuis rendah malah tos-tosan." Rajidan sambil geleng-geleng kepala.

"Bener. Ampe bingung Aidan. Ini orang dua niat engga sekolah." Aidan mengangguk menimpali perkataan Rajidan yang menurutnya benar.

"Berisik!" ucap Attariq sambil menatap kedua temannya itu tajam.

"Kita niat sekolah!" tambah Devan dengan kepalan tangannya.

"Tapi karena sekolah ini seumur hidup cuma sekali, kita menikmatinya. Gak belajar terus!" sambung Attariq dan diangguki oleh Devan.

"Kalau anak gue nanya masa gue jawabnya papa cuma belajar doang nak," tambah Devan dengan semangat. Lagi-lagi Attariq mengangguk bak kucing emas yang berada di toko cina.

"Mana semangat seorang lelakinya! Dimana?!" Attariq berasa seperti sang motivator dadakan saat itu. Dan Devan berperan sebagai motivator sampingan menimpali sang motivator utama.

Aidan dan Rajidan yang berada pada tim anak baik dengan track record kenakalan tipis, dan nilai yang bagus hanya menggelengkan kepala mereka. Menganggap kedua teman mereka semakin kesini, semakin sinting.

"Assalamualaikum semuanya," suara cempreng namun tegas menginterupsi perkelahian mereka.

Attariq dan Devan yang tadinya biasanya, mendadak gugup dan diam. Aidan dan Rajidan yang melihat itu hanya terkekeh kecil.

"Anak nakal bisa juga ya takut liat nilai," celetuk Rajidan pada Aidan yang duduk disebelahnya. Aidan mengangguk pada Rajidan.

"Biasa juga tos-tosan kalo nilainya rendah," tambah Aidan dan melihat lagi ke belakang.

Attariq dan Devan tengah memanjatkan doa dan restu kepada Tuhan yang diatas agar bukan mereka yang terkena hukuman kutukan.

"Ya Tuhan, karena Attariq ganteng, tolong, jangan Attariq. Devan aja!" lirih Attariq yang mendapatkan pelototan dari Devan.

"Dipikir gue ga punya telinga?! Denger tau." sungut Devan sambil menampol kepala Attariq ke depan.

Attariq nyengir dan menunjukkan kedua jari manis dan tengahnya secara bersamaan. "Peace," ucapnya sambil mengedipkan kedua belah matanya.

"Attariq Putra..." panggil gurunya setelah beberapa temannya sudah dapat nilai ulangan matematika mereka.

Attariq maju ke depan. Aidan dan Rajidan yang tadinya sudah terlebih dahulu mendapatkan nilai mereka hanya terkekeh melihat Attariq maju kedepan dengan canggung.

"Devan Marshello..." ucap guru itu lagi. Dan Devan datang dengan tergesa-gesa.

Attariq duduk dengan diam. Tak berani membukanya. Devan juga sudah duduk dan tak berani membukanya.

"Yaudah sini saya yang buka sama Aidan," Rajidan menawarkan diri. Dan langsung merampas kertas Attariq. Begitu juga dengan Aidan yang langsung merampas kertas Devan.

"Dalam hitungan ketiga," Aidan memberikan komandonya pada Rajidan.

"Satu..."
"Dua..."








***

HAIII
ADA YANG RINDU SAMA AKU?
Ada yang mau ini di lanjut lagi?
Ayo vote dan comment yang bikin aku semangat ya!

Jan pergi gitu aja, aku sedih:((

Maaf kalau garing, typo, dll.

The somvlak 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang