Siblings

311 53 7
                                    

"Buku mu" dengan halaman belakang yang masih terlihat dan memperlihatkan tulisan tadi, aku menyerahkah buku Wanda yang terjatuh tadi.

"Eh" Wanda langsung merebut buku itu dan menutup tulisan itu. Wajahnya terlihat sedikit me-merah. Sepertinya karena tulisan itu. "Makasih ya". Aku menganggukkan kepala sebagai jawabanku.

Suasana sedikit kaku. Entah itu aku yang menjadi pendiam atau Wanda yang kembali melanjutkan merangkum, yang pasti saat ini aku sedang tidak ingin berbicara dengan siapapun. Padahal hanya tulisan, tapi dampaknya bisa membuat moodku hilang.

Dowoon dan Jae tak kunjung terlihat ataupun menelfonku. Berkali-kali aku membuka handphoneku dan menghela nafas seperti orang gelisah. Mata terus memindai sekeliling dan berharap mereka segera datang menemuiku.

'Ayolah kalian dimana...'

Jae

Dimana kamu kok hilang? Kamu di luar? Kuat amat lagi dingin gini.

Tadi penuh banget. Iya sekarang nih aku ke sana.

Di deket jendela ya

Oke

"Akhirnya"

"Ya?" Setiap aku berbicara sendiri, Wanda selalu mendengarnya. Aneh, padahal dia pakai earphone dan aku berbicara sekecil dan sepelan mungkin.

"Ah, nggak ada. Aku... Duluan ya. Jae sama Dowoon sudah dapat tempat di deket mereka ngantri tadi"

"Oke"

"Kamu... Semangat ya"

"Makasih"

"Duluan"

Aku berjalan meninggalkannya dengan langkah yang pelan. Tulisan tadi terus terbayang di otakku. Jika itu orang lain, mungkin aku akan biasa saja. Tapi ini Brian. Brian teman dekatku yang bahkan sudah aku anggap saudara sendiri.

Saking lamanya jalan, aku sering hampir ditabrak dan menabrak orang karena jalannya nunduk.

"Woy, lesu amat kamu" Baru saja kupikirkan, dia ada di depanku.

"Laper"

"Eh, aku mau ke Wanda nih" Brian langsung tersenyum begitu menyebut nama Wanda, dan aku sedikit kesal.

"Oh. Aku duluan ya ditunggu Jae sama Dowoon"

"Ya udah. Bye" Brian berlari dan meninggalkanku.

Aku terus berjalan seperti zombie. Terus dan terus, bahkan aku lupa tujuan utamaku apa. Bisa-bisa aku kelolosan jika Dowoon tidak menghampiri diriku yang hampir keluar kantin ini.

"Kamu itu kemana? Tiba-tiba hilang padahal nyari tempat. Kamu mau kabur?" Jae menyambutku dengan omelannya yang seperti ibu-ibu.

"Tadi penuh tau. Lagian kan bisa nelpon"

"Gak mau"

"Sudah sudah, ayo makan" Dowoon meleraiku dan Jae yang hampir adu mulut.

Bubur yang ada di depanku tak langsung kumakan. Nafsu makan yang hilang membuat makanannya terlihat biasa saja padahal tadi aku kelaparan. Bukannya menyuapi bubur ke mulut, aku malah mengaduk buburnya pelan-pelan.

Journey to Parallel World ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang