#1

2.6K 238 121
                                    


Neira menatap gundukan tanah yang masih basah, dirinya baru saja menyelesaikan pembacaan surah Yaasin. Dia ingat sebulan sebelum meninggal, bapaknya tiba-tiba memanggilnya setelah sholat maghrib berjamaah.

Neira yang masih menggunakan mukenah mendekat.

"Kalau bapak meninggal, saat orang-orang meninggalkan area pekuburan setelah pemakaman kamu jangan pulang dulu, bacakan bapak surah Yaasin, agar bapak diberi kekuatan serta ketabahan saat pertama dibangunkan dari kematian dan bapak menyadari sudah berada di alam lain,"

Terus terang Neira bingung, mengapa bapaknya berkata seperti itu. Ia hanya mengangguk, sedang ibunya yang masih membaca surah At Taubah sempat berhenti dan melanjutkan membaca ayat suci lagi.

Lalu Neira mengingat lagi malam naas itu, tengah malam sekitar jam satu malam dari kamarnya ia berlari saat ibunya berteriak-teriak.

Neira melihat bapaknya yang berdiri dengan sikap kuda-kuda dan seperti menahan sekuat tenaga mendorong dengan dengan kedua tangannya melawan kekuatan yang tak tampak oleh mata biasa.

Neira hanya melihat asap melingkupi seluruh tubuh bapaknya dan dia tahu bahwa itu hal yang akan membahayakan bapaknya.

Neira memejamkan matanya mencoba berkonsentrasi memanggil kakeknya dengan kekuatan telepatinya.

Saat sedang berkonsentrasi tiba-tiba suara ledakan memekakkan telinga dan Neira melihat bapaknya yang tumbang. Jatuh. Rebah ke tanah dengan kaki menghitam dan dengan mata kepalanya Neira menyaksikan bagaimana perubahan wujud bapaknya yang akhirnya bukan hanya kaki, tapi sekujur tubuh bapaknya menghitam.

Jeritan ibunya membuat Neira sadar bahwa bapaknya telah diserang, dibunuh dengan cara tak wajar.

Tak lama keriuhan di luar rumahnya terdengar.

"Panaaah, tadi saya lihat panah yang terbakar api di atas rumah Pak Sugianto,  dan meledak,"

"Iyaaa iya benar, pasti beliau diserang orang jahat, Paaak, Pak Sugiantooo,"

Gedoran pintu tak segera Neira buka, hingga kakeknya datang dan menenangkan tetangga yang hendak masuk ke rumah orang tua Neira.

"Kakek," Neira memeluk kakeknya.

"Aku dari tadi memanggil kakek," ujar Neira lagi sambil terisak.

"Yah kakek tahu, kakek tahu nak, tapi kami, kakek dan ayahmu sedang melawan kekuatan hitam yang tiba-tiba menyerang kakek, tapi bapakmu yang tahu lebih dulu hingga dia berinisiatif melawan tanpa tahu bahwa lawannya tak sebanding, ilmunya jauh di atas bapakmu,"

Raungan ibu Neira membuat kakek Neira, Mbah Suryo, mendekati jenazah anaknya yang menghitam, air matanya ia tahan sekuat tenaga.

"Terima kasih anakku, kau mengorbankan dirimu untuk melindungiku, tapi kau tak tahu nak, bahwa akan lebih baik aku yang mati duluan, mengapa kau lawan dia?  Dia bukan tandinganmu, ilmu hitamnya takkan bisa kau lawan, itu ilmu setan," rintihan kakek Neira menambah kesedihan Neira.

****

Neira bangun dari tidurnya, ia bermimpi buruk lagi, ia melihat ular besar yang melilit kakinya dan perlahan membelit tubuhnya hingga lemas dan tak bertulang, dia selalu bangun dalam keadaan lemas karena berkeringat. Mengingat lagi mata ular yang tajam menatapnya, meski mimpi, mata itu seolah nyata.

Neira bangkit dan berjalan ke dapur meraih air minum. Lalu duduk di ruang makan sendiri.

Lima tahun sudah sejak kematian bapaknya dengan cara tak wajar, ia sering bermimpi seperti itu. Lama menghilang mimpi itu namun seminggu ini dia kembali bermimpi seperti itu.

The Sixth Sense (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang