"Lah ini mau kemana Pak? Kayaknya bukan jalan ke rumah saya deh, Bapak niat ngantar, apa niat nyulik?" tanya Neira kesal."Rugi nyulik kamu, ntar dikira om-om pedofil lagi," ujar Dewa tetap konsentrasi pada kemudi.
"Jangan sembarangan ya, usia saya 25 tahun Pak, Bapak saja yang wajahnya boros," sahut Neira tak kalah sengit.
"Kamu tuh ngaca, pake seragam anak smp ja masih pantes," ujar Dewa lagi.
"Turunin saya, males deh bicara sama Bapak, mana bawa-bawa si Hamid lagi, ngapain dia ikut?"
"Ya biar, dia mau ikut aku, kok kamu yang sewot," sahut Dewa lagi dan akhirnya berhenti di sebuah rumah makan yamg meski sudah dini hari masih tetap ramai.
"Mau ngapain Pak?" tanya Neira bingung.
"Ya makanlah, aku lapar, ayo turun temani aku makan," ajak Dewa.
"Si Hamid?" tanya Neira lagi.
"Ya Allah kamu nih bener-bener ya, dia makanannya nggak sama kayak kita," ujar Dewa lagi.
"Bukan gitu, tuh dia nyelonong masuk Pak, ngapain dia?" tanya Neira dan keduanya akhirnya bergegas masuk namun Hamid menghalangi jalan mereka masuk lebih ke dalam lagi, meskipun mereka tetap bisa menembus tubuh Hamid, namun mata Neira terbelalak kaget dan menutup mulutnya. Orang-orang yang sedang asik makan menatap Neira dengan tatapan aneh.
Neira segera berbalik, melangkah ke luar, agak terhuyung dan merasa mual.
Dewa segera mengejar Neira yang muntah-muntah di selokan depan rumah makan.
"Kamu baik-baik saja Ne?" tanya Dewa kawatir.
"Kamu melihatnya Ne?" tanya Dewa lagi.
"Ya Allah Pak, kenapa juga Bapak ke sini?" tanya Neira sambil berusaha berdiri tegak. Lalu membuka tasnya dan meraih selembar tisu.
"Ya Allah Paaak itu apa yaaa, makanya di sini rame ternyata ada genderuwonya Pak, mana banyak lagi, di tiap meja ada satu tadi, dia meludahi makanan yang dimakan orang-orang itu, dan mereka tidak tahu ya Pak, huek dah, trus itu di tempat cuci piring samping, saya sempat ngelirik tadi, setiap piring yang selesai di cuci ih dijilat sama genderuwonya Paaak iiiiih mual lagi saya, mending makan di rumah saya Pak, meski kontrakan sempit, halal kok Pak, haduuu untung bawa Hamid, yuk dah pulang Pak," ajak Neira.
****
Jam tiga dini hari Neira baru memasuki rumah kontrakannya, akhirnya Neira diajak makan di apartemen Dewa, untuk pertama kalinya Neira masuk ke apartemen laki-laki, entah mengapa meski baru kenal, ia merasa aman, meski bosnya kadang menjengkelkan tapi ia ternyata bisa baik hati juga, memasakkan makanan untuknya.
Neira bergegas berganti baju, ke kamar mandi dan merebahkan badannya yang rasanya sakit semua dan terasa mual lagi saat mengingat apa yang ia lihat di rumah makan penuh makhluk aneh itu. Ah aneh-aneh saja cara orang agar warungnya laku keras...
****
Pagi hari Neira merasakan matanya yang masih berat. Berjalan tertatih, meraih wadah plastik tempat ia menyimpan susu dan mulai dengan ritual paginya. Segelas susu dan madu yang ia nikmati sebelum berangkat ke kantor.
Menyesap perlahan susunya dengan mata separuh terbuka, duduk sendiri di sofa ruang tamu yang sempit. Tak lama ponselnya berteriak-teriak minta perhatian. Dengan malas Neira bergerak ke kamarnya, meraih ponsel di kasur dan duduk menatap layar ponselnya. Siapaa ini ya kok hanya nomor tak dikenal?
Yaaa haloooo
Assalamualaikum
Wa alaikum salaaam eh Pak Dewa ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sixth Sense (Sudah Terbit)
Mystery / ThrillerCover by @henzsadewa Letizia Anneira atau biasa dipanggil Neira merasa terganggu dengan kemampuannya melihat hal yang tak bisa dilihat orang lain, ia sering merasa bahwa kelebihannya justru menjadi kekurangan yang membuatnya selalu takut saat dideka...