09 : A Name Forgotten

279 51 1
                                    

Lapangan basket sekolah sore itu dipenuhi hiruk-pikuk yang menggema, suara bola yang memantul seakan merayakan setiap peluh yang menetes, dan teriakan pelatih yang menggugah semangat. Dalam keramaian itu, para pemain bergerak dengan irama penuh gairah, menciptakan sebuah pertunjukan keindahan yang seolah tidak terputus. Namun, di sudut lapangan, ada satu sosok yang terasing, Jeon Jungkook, pria berperawakan tegas dengan tatapan tajam yang seolah bisa menembus kegelapan malam. Ia duduk di atas bangku, jauh dari hiruk-pikuk itu, seolah terjebak dalam dunianya sendiri. Raut wajahnya datar, seolah terselimuti kabut kesedihan yang tidak kunjung surut.

Di antara gelombang suara yang menggema, satu suara ringan menyapa, melawan arus kesunyian Jungkook. "Hai, Jeon Jungkook," sapanya dengan senyum cerah yang tulus.

Yoongi, satu-satunya yang berani mengulurkan tangan persahabatan. Meskipun ia bukan bagian dari tim basket, keberaniannya selalu menemukan celah untuk terlibat dalam kehidupan Jungkook. Baru saja ia tiba di sekolah, langsung menghampiri sahabatnya yang tengah tenggelam dalam lautan pikirannya.

Namun, sapaan itu tidak berbalas. Jungkook masih menatap lurus ke arah lapangan, seolah pandangannya menembus dinding waktu. Yoongi pun mengikuti arah tatapan sahabatnya dan segera menyadari siapa yang menjadi pusat perhatian-Kim Taehyung, bintang lapangan yang berlatih dengan lincah, mengubah bola menjadi raja yang patuh pada setiap gerakannya.

Ah, Taehyung lagi. Jelas sekali, ini bukan sekadar latihan biasa. Yoongi menarik nafas panjang, mengalihkan pandangan dari sosok yang menguras energi emosional Jungkook. Betapa dia mengerti betapa rasa sakit itu kian menumpuk. Meski terlihat sepele-hanya cinta yang tidak terbalas-bagi Jungkook, ini adalah luka yang dalam dan menganga. Cinta yang tersakiti, dan kehormatan yang terinjak.

"Aku tidak ingin kamu bertindak bodoh hari ini, Jeon," ucap Yoongi lembut, berusaha menjelajahi lautan pikirannya. Ia tahu betapa pentingnya menjaga keseimbangan di antara mereka, agar sahabatnya tidak kehilangan kendali-lagi.

Jungkook tetap diam, bibirnya terkatup rapat, namun tatapannya semakin tajam, menancap lurus ke arah Taehyung. Dalam keheningan yang menegangkan itu, Yoongi mulai merasa cemas. Dia tahu betul, Jungkook adalah pribadi yang keras kepala. Baginya, sesuatu yang pernah dianggap miliknya, tidak seharusnya lepas begitu saja.

"Jeon, what are you going to do?" Yoongi menanyakan dengan nada menohok, berharap bisa menjangkau apa yang menggelayuti hati sahabatnya.

Keheningan di antara mereka seolah menganga, dan tiba-tiba, suara berat Jungkook terdengar. "Hari ini kita mau ke mana?"

Yoongi mengerutkan kening, terkejut. "Apa maksudmu?" tanyanya, kebingungan menggelayuti pikirannya.

Jungkook mendengus pelan, menatap Yoongi dengan tatapan jengkel, seakan sahabatnya itu tidak mampu menangkap makna sederhana dari sebuah pertanyaan. "Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu hari ini," katanya, nada suaranya tenang, namun ada gemuruh tersembunyi yang mengintai di balik kata-katanya.

Yoongi menatap Jungkook dengan tatapan tidak percaya. Sejak kapan pria sekeras Jungkook mengucapkan kalimat seperti itu? Biasanya, dia menolak setiap ajakan Yoongi atau teman-teman lainnya untuk sekadar bersantai. Yoongi mencoba memastikan dirinya tidak salah dengar. "Apa maksudmu?"

Jungkook mengalihkan pandangannya, seolah tidak ingin melanjutkan percakapan itu, seakan kecewa pada reaksi Yoongi. Namun, di dalam matanya tersirat sebuah beban yang tidak pernah ia bagi pada siapa pun. Beban yang menuntut untuk diangkat, meski rasa sakitnya terasa menggerogoti jiwa.

Shadows of ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang