16 : A Deal with Darkness

226 43 0
                                    

"Kamu yakin akan melakukan ini?" tanya Jimin, suaranya pelan namun penuh resah. Mereka duduk di sebuah cafe rumah sakit, aroma kopi dan roti panggang bercampur dengan kesedihan yang menyelimuti suasana. Di hadapannya, Yerin terdiam, tangannya sibuk mengaduk caramel macchiato yang dipesan, tanpa gairah. Matanya yang indah kini tertuju pada cangkir kopi, namun pikirannya melayang jauh, melintasi lautan kecemasan dan keraguan.

Jimin menghela nafas panjang, sebuah nafas yang seolah membawa seluruh beban dunia. Ia tahu betapa berat yang dipikul Yerin. Gadis itu seolah terjebak dalam pusaran pikirannya sendiri, terperangkap dalam labirin keputusan yang mengancam untuk menghancurkan hati dan jiwa. Karena itu, Jimin memilih untuk tidak memaksa Yerin berbicara lebih jauh. Biarkan waktu berbicara, pikirnya, sambil menatap wajah sahabatnya yang tampak semakin redup.

Setelah beberapa saat hening, Yerin menarik nafas dalam, diiringi isak tangis yang tidak dapat dibendung lagi. Suaranya pecah, tangan yang memegang cangkir kopi itu gemetar seakan menahan beban yang tidak tertahankan. Kepalan tangannya yang lain terasa dingin, mencerminkan ketidakpastian yang membekukan hatinya. Dalam dada yang sesak, hanya satu nama yang membara, menggema tanpa henti: Taehyung.

"Demi Taehyung. Aku melakukan ini demi dia..." suaranya lirih, tercekik di tenggorokan, seakan memaksa hatinya untuk mengakui keputusan pahit yang terpaksa diambil. Kalimat itu keluar bagai mantra, berusaha meyakinkan diri, untuk bisa melangkah maju meskipun jalan yang ditempuh dipenuhi dengan duri. Ya, satu-satunya alasan mengapa ia menerima syarat yang begitu berat dari Jungkook adalah Taehyung. Cinta dan pengorbanan itu berpadu dalam satu tekad-semua ini, hanya demi dia.

Jimin, yang duduk di seberangnya, kembali menghela nafas. Dalam hati, ia merasakan jurang ketidakpastian yang menganga, membayangkan bagaimana masa depan dua sahabatnya setelah keputusan ini. Bagaimana bisa Yerin meninggalkan Taehyung? Ia tahu, keputusan itu tidak hanya akan mempengaruhi hidupnya, namun juga akan meninggalkan bekas mendalam pada jiwa Taehyung. Kehilangan Yerin pastilah akan menjadi tamparan keras bagi pria itu, satu pukulan telak yang mungkin tidak akan pernah bisa dia pulihkan.

"Apakah keputusan ini sudah benar, Jimin?" tanya Yerin dengan suara yang hampir tidak terdengar, matanya tetap terpaku pada cangkir kopi yang kini semakin dingin. Sebuah refleksi dari harapan yang memudar.

Jimin tidak segera menjawab. Dia hanya memandangi Yerin dengan perasaan campur aduk-sedih, pedih, dan tidak berdaya. Jika saja ada waktu untuk menangis, air matanya pasti sudah mengalir deras. Namun, di saat seperti ini, dia tahu, Yerin membutuhkan sosok yang kuat, seseorang yang dapat meneguhkan hatinya, bukan sekadar bersedih bersamanya.

Setelah beberapa detik hening yang terasa menyesakkan, Yerin tiba-tiba berdiri dari kursinya, menghempaskan ketegangan yang menyelimuti mereka. Jimin menatapnya dengan penuh tanda tanya, kebingungan melintas di matanya.

"Jimin, kita tidak bisa menunda lagi. Ayo, kita bawa Taehyung keluar dari tempat itu," seru Yerin dengan nada yang lebih tegas, seakan semua keraguan yang mengganjal dalam hatinya perlahan sirna.

Jimin terdiam sejenak, mencoba mencerna kalimat itu. Tanpa perlu penjelasan lebih lanjut, dia tahu betapa mendalamnya keputusan yang baru saja diambil Yerin. Meskipun hatinya dipenuhi dengan kecemasan, ia mengangguk dan bangkit dari tempat duduknya, bersiap menemani Yerin dalam langkah besar yang akan mengubah segalanya. Bersama, mereka akan menghadapi masa depan yang penuh tantangan, demi satu tujuan-demi Taehyung.

--⍟--

"Apa kamu sudah gila?"

Mata Yoongi melebar, kebingungan dan ketidakpercayaan jelas terpancar di wajahnya setelah mendengar cerita yang baru saja diutarakan oleh Jungkook. Seolah baru saja disiram air dingin, ia tidak bisa menyangka bahwa Jungkook, sahabatnya yang terkenal rasional, telah terjebak dalam suatu perjanjian yang begitu rumit dengan Yerin setelah kepergiannya dari kamar perawatan sahabatnya itu.

Shadows of ReflectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang