Part 5

211 14 0
                                    

#BINAR (Part 5)
Kolab Cocom Ssi dan ellinda21
#Comel

Aku berlari menyusuri koridor rumah sakit. Perasaan teramat lega dan bahagia.  Tersungging bias senyum di bibirku. Akhirnya Intan bangun.

"Intan!" teriakku setelah membuka pintu. Segera suster Anjar menoleh bersamaan dengan adikku yang masih terbaring.

"Intaaaan! Akhirnya kamu bangun." Setelah mendekat, tubuhku menghambur di atasnya. Kupeluk erat tubuh lemah itu penuh haru dan bahagia.

"Terima kasih, Intan. Kamu sudah mau bangun. Mbak sangat rindu." Tubuhku masih menempel di atasnya, tak terasa air mata bahagia terus berderai di pipi.

"Mbak, maafin Intan, ya," lirihnya.

"Maaf untuk apa, Sayang? Mbak yang harus minta maaf karena tidak bisa menjaga kamu dengan baik."

"Mbak Binar. Intan rindu, sangat rindu." Adikku turut menangis. Perasaan campur aduk. Sedih, senang, haru, menjadi partikel sendu yang kuharap akan mempererat tali darah antara kami.

Aku biarkan dia menangis sesaat, setelahnya melepaskan pelukan. Kuhapus mata basah di wajah pucatnya. "Intan, percayalah! Setiap ujian selalu ada hikmah di baliknya.  Temani Mbak Binar merajut sabar untuk menghadapi kehidupan ini. Percayalah, dengan bersama, kita akan kuat. Yaah," bujukku lirih.

Kulihat bulir bening makin deras mengalir dari netranya. Dia mengangguk disertai senyum tipis di bibir mungil itu. Adikku, Intan, aku sangat menyayangimu.

"Suster, terima kasih telah menjaga adik saya," ucapku kepada suster Anjar yang berdiri di sebelahku.

"Sama-sama Nak Binar. Ini sudah menjadi kewajiban kami untuk menjaga pasien," tuturnya.

Aku tersenyum, menatap raut wajahnya yang terlihat parau memandang kami. Mungkin rasa haru turut bergumul di hatinya usai menyaksikan kami barusan.

"Lalu, bagaimana keadaan Adik saya sekarang, Sus? Kapan dia boleh pulang?"

"Sabar dulu, dia baru saja siuman. Masih butuh waktu untuk memulihkan kondisi tubuhnya. Kita tunggu pemeriksaan lebih lanjut, nanti dokter yang akan memutuskan kapan adikmu diperbolehkan pulang," jelasnya.

"Baiklah, Sus."

"Sebaiknya, biarkan Intan istirahat dulu. Dia baru sadarkan diri, kondisi tubuh dan organ dalamnya butuh beradaptasi setelah tidur panjang," saran Suster Anjar.

Ya, sebaiknya memang begitu. Setidaknya ini sudah cukup melegakan, akhirnya Intan telah siuman. Setelah melepas rindu dan berbincang beberapa menit, suster Anjar memintaku untuk ke luar dari ruangan. Intan butuh beristirahat dengan maksimal, sembari menunggu dokter datang untuk memeriksanya.

"Ya sudah, kalau begitu saya permisi dulu, Binar," pamit Suster Anjar yang berjalan beriringan denganku keluar dari ruangan.

"Iya Sus, silakan."

Suara-suara bising khas rumah sakit terdengar lebih ramai dari biasanya. Kususuri beberapa ruangan pasien lain. Banyak sanak saudara yang silih berganti berdatangan untuk menjenguk. Tiba-tiba ada yang menyesakkan dada, kurasa aku membutuhkan udara yang lebih segar di sekitar sini.

Aku mengayunkan langkah menuju taman yang masih berada di rumah sakit. Lantas mendaratkan tubuh di atas kursi kayu yang sejajar dengan beberapa tanaman bunga di sekelilingnya. Kutarik napas panjang, untuk mengisi rongga dada yang masih terasa sempit.

Pikiranku melayang, mengingat semua peristiwa yang telah kualami. Juga kejadian yang baru saja terjadi bersama Intan. Lalu tersenyum getir, melihat diri sendiri.

BINARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang