Part 10

204 12 3
                                    

Pov Reyhan

[Reyhan, maaf aku hari ini harus mengambil hasil kontrol Intan ke rumah sakit.]

[Boleh izin sehari lagi ya. Nanti sore sebelum  pulang kantor, aku sudah di rumahmu.]

[Terima kasih buat izinnya.]

Deretan pesan beruntun menghiasi layar ponselku pagi ini. Ternyata Binar mengulur waktu untuk mengurus adiknya. Mana sudah bilang terima kasih, padahal aku belum membalas pesannya. Ck!

Terpaksa aku ketik balasan [oke].

Malas juga pagi-pagi berdebat dengannya. Setelah membalas pesan Binar, aku beranjak ke kamar mandi dan bersiap ke kantor. Hari ini akan ada presentasi dengan klien dari Malaysia. Aku harus mempersiapkannya dengan baik agar berhasil memenangkan tender.

Presentasi berjalan lancar. Mereka terlihat puas dengan paparanku. Aku optimis akan memenangkan tender pembangunan hotel di derah Kalimantan tersebut. Setelah selesai dan bersiap kembali ke kantor, tak sengaja aku melihat Binar berboncengan dengan seorang lelaki muda memasuki mal di sebelah tempat meeting. Shit! Dia bilang mau ke rumah sakit, ternyata malah bersenang-senang dengan laki-laki.

Segera aku menghampirinya. Kulihat mereka berjalan beriringan menuju pintu utama mal. Segera kuhentikan langkah mereka dengan seruanku.

"Jadi ini yang kau bilang menjaga adikmu!" Kutatap tajam gadis pembohong itu. Dia tampak terkejut melihat kehadiranku.

Tanpa pikir panjang, kutarik lengannya dan menjauh dari lelaki yang bersama Binar. "Sini kau! Berani kau membohongiku?" Hardikku padanya.

"Aku tidak bohong sama kamu, Rey. Aku ke sini karena adikku sedang tidur, dan mau belanja beberapa keperluan kami. Lagian ini hari cutiku, sama sekali tak ada urusannya denganmu!" Dia menjawab pertanyaanku dengan nyolot. Dasar gadis tak tahu diri. Sudah baik, aku memberinya tambahan cuti, malah dimanfaatkan.

Binar berusaha menghempaskan tangannya agar terlepas dari cengkeramanku. Namun aku semakin mempereratnya.

"Kau pikir aku bodoh? Kau menggunakan waktu cutimu untuk bersenang-senang dengan kekasihmu itu. Dan kau berani membohongiku? Atau sekarang kau memiliki pekerjaan sampingan, hah!" Aku menatapnya tajam, tapi dia malah terlihat geram.

"Maaf, ada apa ini?" Lelaki yang bersamanya mendekat dan bertanya seperti orang bodoh. Tampangnya lumayan. Kelihatannya juga berkelas. Apakah dia kekasih Binar?

"Ini bukan urusanmu, siapa kamu? Ah, aku tidak peduli siapa kamu, sekalipun pacar Binar. Aku lebih berhak atas gadis itu!" Aku menekankan perkataan terakhir. Nyatanya memang gadis itu berhutang banyak kepadaku.

Binar masih berusaha melepaskan tangannya. Beberapa orang di sekitar menatap kami heran. Ada pula yang mengangkat ponselnya, mungkin mengambil video dari adegan kami. Si*l! Bisa-bisa reputasiku rusak gara-gara gadis bodoh ini.

Kusentakkan tangannya. "Aku tidak mau tahu, besok kau harus kembali bekerja!" tekanku agar tidak semakin banyak orang yang memperhatikan kami.

Setelah mengucapkan ultimatum itu, aku meninggalkannya. Masih terdengar dia memanggil namaku, tapi tak kuhiraukan. Akan kubuat pelajaran nanti kalau sudah di rumah. Bisa-bisanya gadis itu selalu membuatku emosi.

Awas saja kalau saat aku pulang, kau belum sampai rumah. Akan kubuat kau menyesal karena berurusan denganku!

***

Tepat pukul enam sore, mobilku sudah terparkir di garasi rumah. Ternyata Binar menepati janjinya. Dia yang membukakan pintu. Wajahnya datar. Seperti tak merasa bersalah setelah membohongiku.

BINARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang