4. Halte dan Hujan Derasnya.

247 68 11
                                    

Nara lagi-lagi terjebak hujan di halte dekat rumahnya. Padahal Nara sudah lapar, pulang niatnya untuk makan. Kenapa hujan menghalangi Nara untuk makan, sih? Nara terpaksa harus meneduh di halte tersebut. Baju Nara sudah setengah basah, hujan semakin deras mengguyur kota Jakarta. Duh, bagaimana ini? Nara ingin pulang, Nara ingin makan.

Nara memegang perutnya saat perutnya berbunyi. Ia menepuk perutnya pelan, kemudian berkata, "Sabar, ya perut? Nanti kita makan yang banyak kalau sampai di rumah."

Nara mendengar suara tawa kecil dari sampingnya. Ia bingung, ada orang juga toh di halte? Nara tersenyum tipis, mengucapkan 'hai' pada orang tersebut. Orang tersebut menghentikan tawa kecilnya, kemudian menyampirkan sesuatu di tubuh Nara.

"Hujan sepertinya menyukai Jakarta akhir-akhir ini. Lain kali, bawa jaket agar tidak kedinginan," ucap laki-laki di sampingnya. Nara tersenyum semakin lebar. "Terima kasih sudah perhatian."

"Kamu lapar? Saya punya roti, sekadar untuk mengganjal perut." Laki-laki tersebut menyodorkan roti kepada Nara. Nara sempat kebingungan, sampai akhirnya laki-laki tersebut menaruh di tangan Nara. Nara memberikan laki-laki tersebut senyum khasnya. "Terima kasih lagi, hehe."

Laki-laki tersebut tersenyum melihat Nara yang sedang makan. Nara terlihat menggemaskan sekali saat mengunyah. Ia membersihkan selai cokelat di sisi bibir Nara, lalu tertawa pelan. "Makan itu jangan berantakan. Pelan-pelan, jangan buru-buru begini." Nara membuat ekspresi cemberut, disusul tawa oleh laki-laki di sebelahnya.

"Sepertinya takdir benar-benar suka mempertemukan kita, ya?" Nara mengernyitkan dahinya, menelan kunyahan roti terakhir.

"Memangnya kita pernah bertemu sebelumnya?" Laki-laki tersebut lagi-lagi tertawa. Ia mengusak rambut Nara dengan lembut.

"Aku Arion Langit Adinata, masih ingat tidak?" Bibir Nara membentuk O. Iya, Nara ingat dengan Langit. Laki-laki yang juga terjebak di halte dengannya beberapa hari yang lalu.

"Oh, Arion toh?" Langit mengangguk— walaupun ia tahu Nara tidak dapat melihat anggukannya. "Saya bilang panggil saja Langit, kenapa Arion?"

Nara tersenyum sebelum menjawab, "Biarkan, hehe. Biar berbeda."

Nara itu... selucu ini, ya? []

HAPPY ENDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang