5. Kak Arion.

208 62 6
                                    

Hujan masih saja belum berhenti, padahal sudah jam dua siang. Nara harus mengingatkan dirinya lain kali untuk membawa payung. Langit sedari tadi diam saja, tidak membuka obrolan maupun berbicara. Nara ingin mengajak berbincang sebetulnya, tetapi takut jika Langit merasa terganggu.

Langit menatap Nara yang terlihat sedang melamun. Walaupun bola mata itu menunjukkan kekosongan, tetapi Langit mengerti Nara bosan. Ia menepuk pundak Nara, membuat sang pemilik pundak terkejut.

"Kenapa, Arion?" Sejenak, Langit tertawa pelan karena ekspresi Nara. Ia kemudian menjawab, "tunjukkan saya di mana rumah kamu. Saya antar pulang." Nara mengernyitkan dahinya— bingung. Kan masih hujan, bagaimana mengantarnya?

"Hehe, kita tembus saja hujannya! Bagaimana? Menurut saya, hujannya nggak akan berhenti dalam waktu dekat. Sekarang saja masih deras begini," jelasnya, dibalas sebuah anggukan oleh Nara. Nara berdiri dengan bantuan tongkatnya, juga dengan bantuan Langit. Langit menggenggam tangan Nara. Jas yang ia sampirkan di bahu Nara ia ambil untuk menutupi kepala Nara.

Langit lupa bahwa ia juga memiliki kekurangan.

Mereka menembus hujan dengan tertawa sesekali. Merasa kalau mereka kembali seperti anak-anak yang bahagia hanya karena mandi hujan seperti ini. Entah kenapa Langit senang melihat wajah bahagia teman barunya itu.

Saat sampai di rumah Nara, Nara mengucapkan terima kasih kepada Langit. Langit mengusak rambut Nara dengan lembut. Sebelum Nara masuk ke dalam rumahnya, ia ingin mengembalikan jaket Langit yang masih berada di kepalanya. Tetapi Langit menolak, ia bilang, "kalau kamu mau pakai, pakai saja. Lagipula saya bisa beli yang baru. Sekalian untuk kenang-kenangan, dari saya."

Karena Langit tahu, mungkin saja ia hanya bisa bertemu Nara beberapa kali lagi. Itu pun jika Tuhan mengizinkan keduanya bertemu lagi.

"Nara, saya mau minta sesuatu boleh?" Nara mengangguk menjawab pertanyaan Langit. Mereka tadi sempat saling bertukar tanya di perjalanan menuju rumah Nara. Ternyata, Langit lebih tua dari Nara.

"Senyum satu menit, untuk saya. Bisa?" Nara kembali mengangguk. Bibirnya mulai menunjukkan senyum manis khasnya. Langit ikut tersenyum melihatnya. Waktu seakan berhenti, keduanya sibuk dalam momen ini.

Walaupun Nara tidak dapat melihat bagaimana wajah Langit. Yang pasti ia tahu bahwa Langit adalah sesosok laki-laki yang baik hati.

"Terima kasih. Masuk sana Nara. Nanti kamu sakit berdiri lama di sini, apalagi sedang hujan." Nara tersenyum tipis.

"Iya, Kak Arion. Kakak juga cepat pulang sana." []

HAPPY ENDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang