9. Pesan dari Langit.

174 53 15
                                    

"Ibu, Ayah, saya mau bicara boleh?" Orang tuanya mengangguk menjawab pertanyaan Langit. Langit duduk di seberang orang tuanya. Ia menatap orang tuanya dengan serius, sebelum akhirnya membuka mulut.

"Saya ingin mendonorkan mata sa—"

PLAK!

Langit memegang pipinya yang ditampar oleh sang Ayah. Ayahnya diam— ia tahu salah menampar Langit, tetapi ia kecewa dengan anaknya. Apa maksud anaknya bicara seperti itu? Ia tidak suka kalau Langit menyerah pada hidupnya. Mau bagaimanapun kedepannya, ia mau anaknya tetap semangat menjalani kehidupan. Bukannya malah begini, omong kosong apa yang anaknya bicarakan?

Sedangkan Langit, ia tersenyum saat mendapat tamparan Ayahnya. Ia tahu, Ayahnya kecewa. Bahkan wajah dan sorot mata Ayahnya mengatakan hal tersebut. Ibunya pun sama seperti Ayahnya.

"Maaf, Langit. Maafkan Ayah..." Langit menggeleng, Ayahnya itu tidak salah.

"Tidak. Di sini, saya yang salah. Tapi saya serius tentang mendonorkan mata saya. Karena saya tau, hidup saya nggak akan mungkin bertahan lama. Boleh ya, Ibu, Ayah?" Orang tua Langit saling bertatapan. Ayahnya menghela napas, sebelum akhirnya menjawab.

"Baik jika itu yang kamu mau, Langit. Ayah akan mendonorkan matamu jika..." Ibunya mengusap punggung Ayahnya. Langit yang melihat hal tersebut mendekat. Ia memeluk kedua orang tuanya erat-erat.

Jika takdir tidak seperti ini, kalian pasti tidak akan sedih. Tapi, saya bisa apa?

Bel rumah Nara berbunyi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bel rumah Nara berbunyi. Ia dengan cepat mengambil tongkatnya, berjalan menuju ke pintu. Saat pintu terbuka, suara perempuan yang ia kenal menyapa pendengarannya.

"Hai!" sapa Arin dengan ceria. Nara tersenyum, mempersilahkan Arin untuk masuk ke dalam rumahnya. Namun Arin menolak, Arin malah mengajak Nara untuk keluar. Katanya, ada seseorang yang ingin bertemu dengan Nara.

Ia izin kepada bibinya untuk pergi sebentar. Setelah bibinya mengizinkan, Nara dan Arin keluar. Oh iya, Arin selalu menuntun Nara saat mereka pergi keluar. Nara sepertinya tau ia akan dibawa ke mana.

Halte? Untuk apa Arin membawaku ke halte?

Keduanya berhenti berjalan saat Arin bicara mereka sudah sampai. Nara benar, ini di halte. Dan yang ingin bertemu dengannya itu...

"Hai, Nara. Kita ketemu lagi, hehe. Bedanya, sekarang tidak hujan." []

HAPPY ENDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang