7. Arin dan Nara.

184 58 4
                                    

Lagi-lagi, hujan mengguyur kota Jakarta di saat Nara sedang pergi keluar. Sialnya, Nara lupa membawa payung lagi. Kapan-kapan ia harus meminta bibi ingatkan sepertinya. Dengan terpaksa Nara menuju halte untuk meneduh. Hujan yang awalnya hanya gerimis berubah menjadi deras.

Apakah ia akan bertemu dengan Langit lagi hari ini?

"Hai! Nara, ya?" Seorang perempuan menepuk pundaknya. Nara rasa, perempuan itu duduk di sebelahnya— sama seperti tempat duduk Langit biasanya. Nara tersenyum, mengangguk menjawab pertanyaan perempuan tersebut.

"Aku Arin, sahabat Langit." Oh? Nara bingung sekarang. Bagaimana perempuan itu bisa tahu ia kenal dengan Langit? Atau Langit yang cerita?

"Tau aku darimana?" Arin tersenyum sambil menatap ke arah hujan. Melihat hujan seperti ini membuat Arin mengingat Langit. Langit selalu bicara padanya hujan itu indah, dan menurutnya pun begitu.

"Arin, kalau besok hujan, coba ke halte dekat kampus. Biasanya, akan ada perempuan yang duduk di sana untuk meneduh. Namanya Nara. Ajak dia kenalan, beritahu kalau kamu sahabat saya." Arin menatap Langit yang sedang meneguk minumannya. Dari cara Langit menjelaskan, ia tahu bahwa perempuan tersebut pasti bisa membuat Langit bahagia.

Pasalnya, Langit tidak pernah se-semangat ini berbicara.

"Hei, cinta pertamamu?" goda Arin sambil mencolek-colek tangan Langit. Langit tertawa pelan, kemudian menjawab, "nggak tau saya. Yang pasti, Nara itu manis."

"Jadi begitu..." Nara mengangguk mengerti. Mendengar suara hujan yang mulai mereda, ia bangkit dari duduknya.

"Nara, kamu mau pulang?" Nara tersenyum.

"Iya, aku mau pulang. Mau mengantar?" Sebenarnya Nara hanya bercanda, tetapi Arin malah menganggap serius. Arin mengantar Nara pulang ke rumahnya.

"Kalau kamu memang bertemu dengan Nara, antar dia pulang, ya." []

HAPPY ENDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang