5 - Sosok Lelaki

667 117 2
                                    




Sampai di rumah, bahkan sejak di taksi, aku tidak lagi berbicara dengan mama. Kalaupun perlu menjawab sesuatu, aku menjawab minim dan tidak basa-basi seperti biasa.

Mama pasti peka, namun memilih untuk tidak ambil pusing. Kesimpulan itu yang kudapatkan setelah makan siang bersama bertiga, dengan atmosfer yang sangat tidak mengenakan, bahkan bagi tante-eyang sekalipun. Selepas makan aku bersegera mencuci piring lalu masuk ke kamar, merebahkan diri di atas lantai kayu.

Lampu temaram, sudah dari sananya. Diam-diam aku sudah mengecek puluhan kali kemana menghilangnya semua kontak bapak. Mungkin masalah maintenance, atau, yang terburuk, mama sengaja menghapusnya. Aku menggelengkan kepala, tidak mungkin. Mama tidak mungkin menghapus begitu saja nomor bapak.

Atau, mungkinkah?

Kesal memikirkannya, aku berguling-guling di lantai. Baru berhenti ketika lututku mengenai sebuah kotak dibungkus plastik.

"Oh iya! Jelinya Kita!"

"Permi--Sumimasen!" teriakku di depan rumah Kita. Tidak ada bel jadi mau tidak mau aku berteriak. 

"Sumimasen!"

Beberapa detik menunggu, jawaban belum saja terdengar dari dalam. Mungkin neneknya sedang tertidur lelap, sementara Kita masih di sekolah. Aku menilik ponsel, menggulir layar ke bawah. Hari Selasa, 28 Desember. Tidak mengherankan Kita masih berada di sekolah siang ini.

Aku duduk di teras kayu rumah Kita. Jalan di depan rumah sepi, menghadap ke pepohonan yang daunnya berganti dengan tumpukan salju tipis. Halaman rumah Kita sudah dibersihkan salju yang menumpuk, diletakkan di pinggir. Itu mengingatkanku bahwa sedari pagi di rumah belum ada yang membersihkan salju, karena kami berjalan-jalan ke Himeji.

Di sebelahku tergeletak plastik berisi wadah Tupperware yang mewadahi jeli shirasagi. Karena tidak mungkin aku menunggu nenek bangun serta Kita sampai di rumah, aku memutuskan untuk meninggalkannya di depan pintu.

Kita, jelimu ada di depan pintu rumah. begitu pesan yang kukirim kepadanya lewat email.

Langkahku cepat menyusuri jalan, meninggalkan rumah Kita tanpa bertemu dengannya.


"Sekarang, Youtube.. cara membersihkan salju halaman depan rumah. ... Elah, kok malah cara membersihkan es di kulkas, sih!"

Video yang menunjukkan apa yang kucari bisa dihitung dengan jari. Memang tidak banyak orang me-vlog kehidupan mereka di musim salju seperti ini, apalagi orang Indonesia. Meski hanya dari satu video, sejujurnya sudah cukup membantu.

Salju di halaman rumah tante eyang tidak begitu tebal, tapi merata ke seluruh bagian. Di samping kiri terdapat gudang kecil berbentuk seperti rumah anjing, tapi lebih besar dan seluruhnya terbuat dari kayu (kecuali atap terbuat dari seng). Pintunya berbentuk persegi panjang lonjong. Agak susah membukanya karena tertahan salju yang menumpuk. Setelah usaha membuka berhasil (dengan memindahkan salju secara manual), debu-debu berterbangan. Beruntungnya aku bukan seorang yang alergi terhadap debu, ditambah aku sudah siap dengan kain sebagai masker wajah dan sarung tangan kuli. 

Gudang ini hanya bisa dimasuki satu orang. Barang-barang ditumpuk menyesuaikan ukuran. Kunci-kunci dan perkakas tertata rapi di rak kayu, bersama papan-papan kecil, amplas, dan sebagainya. Kanan-kirinya terdapat meja yang penuh dengan pipa berbagai diameter. Terdapat juga laci, yang setelah kubuka menyimpan alat tulis. Sekop berada di pojok, berdiri beriringan dengan cangkul dan cangkul garpu. Pada dinding kayu beberapa paku digantungi oleh sekop dan beberapa kunci besar. 

Freezing Holiday || Kita Shinsuke x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang