7 - Terus Berlalu

563 97 37
                                    



Pernah dengar legenda Banchou Sarayakishi? Kalau belum, akan kuceritakan.

Alkisah dulu terdapat seorang pelayan cantik yang mengabdi di rumah seorang samurai. Samurai ini mencintai si Pelayan, namun dia melalu menolaknya. Sampai kekesalan memuncak, si Pelayan dituduh menghilangkan salah satu dari sepuluh pusaka milik keluarga samurai. Hukuman bagi yang menghilangkan pusaka kala itu adalah kematian. 

Samurai akan menanggahkan kematian si Pelayan jika dia mau menjadi kekasihnya, dan tentu saja si Pelayan menolak. Dengan tebasan, pelayan tersebut mati dan jasadnya di buang ke sumur.

Sumur itu kini berada di komplek Kastil Himeji. Entah [Name] sempat mampir ke sana atau tidak.

Hikmahnya adalah kepercayaan. Tidak ada yang tahu pasti kenapa si Pelayan tidak mencintai si Samurai, atau entah samurai yang dimainkan oleh perasaannya sendiri sampai tega memutuskan untuk membunuh gadis yang dicintainya. Samurai tidak lagi mempercayai si gadis hanya karena tidak menerima cintanya. Dasar, nafsu.

Jelas sekali bahwa aku bukan seperti si Samurai. Dia tidak memikirkan dalam jangka panjang, atau mungkin karena status keluarganya jadi dia tidak perlu memikirkan hal-hal lain, ya?

Cerita yang dibawakan pengasuh di taman penitipan anak itu terngiang sesaat setelah aku mematikan lampu dan merebahkan diri di atas kasur. Aku sudah memastikan [Name] bebersih dah tidur di kamar tamu di lantai bawah. Nenek sendiri sudah tertidur sejak petang, jadi hanya [Name] yang kuurus. Sekembalinya kami dari minimarket, bersih diri adalah hal pertama, dilanjutkan dengan makan. Aku sendiri masih belajar sampai larut setelah memastikan [Name] tidur di kamar bawah.

Jam menunjukkan pukul 23.24, hampir tengah malam.

Aku mendengus, memikirkan hal konyol yang kini akan kulakukan.

Malam, Atsumu

Kuhirup napas dalam-dalam begitu melihat kalimat 'Atsumu sedang mengetik'.

Woah, Kak Kita? Seriusan ini Kakak? Aku gak lagi macam-macam, kok! Cuman lagi begadang sama 'Samu! 

Layar ponsel yang terlalu terang kugeser untuk diredupkan. Kembar yang satu ini selalu takut jika aku angkat suara, entah secara personal atau di groupchat.

Osamu tertidur? Aku perlu bicara personal denganmu

Ini bukan tentang sepatu yang tertimbun es itu, kan?! Pelakunya Suna! Bukan aku!

Keluar kamar sekarang

Aku yakin, sekarang dia buru-buru keluar kamar meninggalkan kembarannya tergeletak di kasur dengan posisi tidak benar. Setelah beberapa saat, aku menelepon dalam posisi berbaring.

"Halo?"

"Selamat malam, Atsumu. Ada yang ingin kutanyakan."

"Bukan soal--"

"Bukan." Aku menarik napas. "Menurutmu, apa yang harus kulakukan terhadap gadis yang sedang tidak jelas emosinya?"

"Gadis? Kak Kita sedang dekat dengan seseorang? Oooh! Ini bisa jadi gosip bagus di--"

"Atsumu, aku minta tolong." Sekali lagi aku menegaskan suara, Atsumu diseberang sontak mencicit pelan.

Aku memutar posisi badan, menghadap ke jendela yang tertutup. Saat ini langit sedang cerah, tampak cahaya bulan menembus celah jendela kayu. "Ini tentang [Name], Atsumu. Aku tidak mengulang dua kali jadi dengar," sekali tarikan napas, "dia terlihat kesulitan. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Terlebih dia temanku sejak kecil, tapi sangat jelas dia lupa dan aku tidak mau menjadi orang cowok sok baik dihadapannya.

Freezing Holiday || Kita Shinsuke x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang