Fourth

1.8K 250 13
                                    

Besoknya ia berjengit bingung, untuk pertama kalinya setelah setahun lebih ia tak bertukar informasi dengan lelaki itu, pagi ini dia mengiriminya e-mail dengan arah pembahasan yang aneh.

"Kuharap kau tak melupakan satu undangan pernikahan untukku? Eh? Apa-apaan?"

Momo ingin tertawa atau bahkan ingin mencakar siapapun disebelahnya, kotak tawanya tergelitik pagi-pagi begini. Bukannya kabar klien dari side-kicknya malah e-mail dari pemuda setengah-setengah yang bunyinya aneh terpampang jelas dilayar.

Dia geram, hari ini libur, setidaknya mengirimi balasan tak mengurangi waktu berharganya untuk meladeni lelaki itu. Jadwal hari ini adalah membereskan apartemen dan juga berjalan keluar untuk belanja keperluan dapur.

To : Shouto Todoroki
Subject : none

Iya, aku tak lupa padamu, tapi sepertinya kau dulu yang akan menikah eh.

Momo .Y

Beranjak memberesi keadaan wajah yang berantakan walau masih terlihat cantik, ia sigap melipat selimut dan juga merapihkan ranjang. Sudah sangat siap menjadi calon istri yang baik, walau nyatanya si calon suami saja yang belum terlihat. Ada beberapa yang mengajukan diri, tapi kalau sekelas Minoru dia tolak mentah-mentah. Bocah mesum seperti itu sudah sejak dulu ingin ia basmi.

Mengikat surai raven, onyxnya menangkap layar ponsel menyala, tanda balasan e-mail lagi. Pasti dari si setengah-setengah pikirnya. Lalu memilih ke arah dapur dan kamar mandi, melanjutkan memasak sarapan dan juga tak lupa mencuci pakaian kotor yang ia tumpuk dikeranjang.

Disela kegiatan semarak paginya, terpikir untuk berjalan-jalan di sekitar kota memanjakan diri, sesekali mencari calon tambatan hati yang sampai sekarang tak terlihat.

Enggan mengatakan kalau Shouto salah satu yang masih terlihat dan berkeliaran keluar masuk dalam kesehariannya. Ia mau menganggap orang itu sekedat kenalan dan juga sahabat seperjuangan. Tak ada embel-embel calon yang mengarah ke hubungan pribadi.

Pintu apartemen kembali diketuk, pelan-pelan dan lembut. Ini masih pagi, dia saja heran kenapa bisa ada orang bertamu di jam sepagi ini.

"Siapa?" Gumamnya lirih lalu meraih kenop dan membuka pintu, didepannya berdiri makhluk aneh yang tadi mengiriminya e-mail mendadak.

"Kau tak membalas e-mail ku?"

"Hah?" Apa sebenarnya yang terjadi, apa sebegitu pentingnya balasan bagi si pemuda serba hetero ini sampai mendatanginya pagi-pagi. Atau ini salah satu triknya agar menumpang makan dan menghemat pengeluaran? Dasar orang kaya tapi miskin, bisik hatinya memulai umpatan terselubung.

"Aku sedang membuat sarapan, lagian kita sudah berhadapan, memangnya apa yang kau kirim tadi?"

Momo kelewat sabar menghadapi tingkah macam-macam Shouto akhir-akhir ini, semakin hari semakin tak masuk di akal. Sering mengunjungi apartemennya pula. Padahal saat dulu masih berstatus kekasih bisa dihitung sebulan ia berkunjung ke sana berapa kali.

"Kemarin lusa kau kesini, terus kemarin mengantarku setelah turun dari kereta, kau ini petugas sensus atau bodyguard pribadiku si?" Menggeleng takjub, dia berbalik masuk ke dalam, tak ingin meninggalkan makanan paginya yang dibuat sungguh-sungguh.

"Tak boleh ya?"

"Setidaknya cari calon istri atau pergi memburu penjahat kek, apartemenku bukan rest area yang siap sedia menampungmu."

Kasar dan tepat menancap ke arah pembicaraan yang serius, Momo tak pernah pandang bulu saat menyindir secara tindakan maupun kata-kata pada pemuda ini. Dia sudah terbiasa ceplas-ceplos menembak ke sasaran pembicaraan, tak mungkin akan berbasa-basi jika tak diluar bertemu. Shouto bukan lelaki yang pantas dihormati atau dijaga perasaannya kini.

Momo hanya menghormati lelaki macam Izuku yang sangat sopan dan menghargai wanita, sama halnya dengan Tenya yang sangat ramah pada wanita, atau bahkan Fumikage yang selalu diam dan mengalah, bukan lelaki brengsek bermuka datar dan suka sekali menutupi tindakan kotornya dibalik wajah tanpa ekspresi begitu.

Well, Shouto sangat menyayangi wanita, bahkan mencintai mereka semua. Dia termasuk baik atau berengsek? Momo bertanya-tanya kadang soal fakta itu. Semua lelaki pasti punya hitam dan kelamnya sendiri, tapi dia tak pernah tau jika Shouto terlalu kelam dan gelap dibanding Katsuki. Lelaki pendendam yang seenak jidat meledakan kepala para villain itu.

Membahas soal Katsuki, dia jadi ingat Tooru yang diam-diam menaruh hati pada pemuda itu. Sangat diluar prediksi sebenarnya.

"Momo."

Dia lupa keadaan, menyelam dalam pikirannya sendiri membuat satu makhluk lain diruangan ini terabaikan.

"Ya? Apa?"

"Jadi kau benar akan menikah dengan Iida?"

Momo tak bisa menahan tawanya, tergelak sekencang yang ia bisa sampai-sampai air mata mengumpul disudutnya. Sudah dua kali pemuda itu membuatnya tergelitik pagi ini. Astaga ada-ada saja tingkah absurdnya.

Sedangkan pemuda itu malah berkedip dengan ekspresi bingung luar biasa, tapi dia senang melihat tawa keluar dari mulut sang gadis, terakhir ia ingat gadis itu tertawa karena Shouto yang tak tahu ada eskrim menempel dipipinya saat mereka kencan dulu. Lama sekali rasanya.

"Aku salah?"

"Eh kau bilang apa?"

Shouto mengangkat alis.

"Apa aku salah?"

"Buahahahaha." Tambah kencang, Momo tertawa seakan tiada hari esok. Perutnya rasanya akan kram jika ini diteruskan.

"Hei Todoroki, kami saja jarang bertemu, dan well seingatku pria terakhir yang mengencaniku sekarang sedang ada dihadapanku, apa kau pikir pernikahan antara aku dan Iida-san akan terjadi?"

Otak jenius Shouto dibuat berpikir keras, tapi si gadis malah acuh tak acuh memilih mengambil roti panggang dari toaster yang menjeglek belum lama.

"Itu aku? Setahun kau tak mencari laki-laki lain?"

Ingin menonjok, ingin menampar, Momo kelewat sabar ternyata selama ini, dia kira kemarin ia sudah berdoa agar dihindarkan dari si triplek pengguna quirk ganda.

"Pergi."

"Tidak."

Momo menggeram, dia sensitif soal pembahasan percintaan, apalagi seseorang bernama Shouto yang dulunya berbagi kasih padanya lah yang sedang mengorek tentang informasi pribadinya.

Kantong tawa yang dibuat beroperasi oleh pemuda itu rasanya tak adil sekali harus diam kembali. Momen kembali saat dimana Momo yang selalu menjadi pribadi kasar dan begitu acuh ketika dihadapkan pada Shouto.

Pemuda itu tau, mantan wanitanya tak lagi mau menampungnya, tapi dia masih rindu, seharian kemarin setelah kejadian di kereta dan memaksa mengantar ia hanya menerawang dan terus-terusan berpikir ke arah menemui gadis itu.

Apa yang ia dapat dari pengembaraan mencari pendamping selalu kembali ke titik memuja paras cantik dan pribadi atraktif gadis ini. Dia beringsut menjauh menyadari paras itu berubah ekspresi datar dan tak memiliki emosi, Shouto ingat paras itu pernah mendiami dirinya selama bertahun-tahun.

"Aku pulang." Lalu senyap, Shouto tak berharap apa pun, tapi hatinya sudah otomatis tersakiti, tak apa, ia akan menerima ini sepanjang hidupnya. Karena sudah pasti Momo akan selalu menolaknya kan? Apa yang bisa ia tunggu lagi.

Gadis itu terdiam, mengingat wajah Shouto dan Shouyo--anak kecil yang kemarin lusa ia selamatkan. Ingin memberitau lelaki itu soal penemuannya--kalau bisa dibilang begitu tentang seorang anak kecil manis yang mirip seperti perpaduan paras mereka.

Lalu kalau memang itu ia utarakan, apa memang keuntungan yang akan diperoleh keduanya? Selain fakta bahwa ia semakin terlihat frustasi masih memikirkan imajinasi menjalani rumah tangga dengan pemuda itu.














Tbc

Wildest DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang