Seventh

1.6K 219 4
                                    

"Begitu ya? Kau mudik juga ternyata."

Tsuyu mengangguk, disebelahnya ada Hanta yang terlihat meregangkan badan. Disebelahnya lagi ada Fumikage yang memandang lurus kedepan. Mereka sama-sama menunggu kereta tujuan.

"Sero-chan semangat sekali untuk mudik, kero." Yang disebut melirik, bisa dikatakan tersenyum lebar sambil melirik, terlihat gigi-gigi runcingnya yang ditampakan selebar yang ia bisa.

Fumikage yang bersidekap sampai berpikir apa penyebab dari tersenyum lebarnya seorang Hanta Sero.

"Aku tak sabar menemui teman-teman dan menghadiri acara pernikahan Midoriya dan Uraraka."

Kali ini Tsuyu maupun Fumikage sama-sama tersenyum dan menampakan aura positif.

"Kau ternyata seorang yang melankolis ya Sero."

"Apa maksudmu?"

"Tokoyami-chan juga melankolis kalau kutinggal bertugas, kero."

Aibnya terumbar membuat Fumikage tersipu sambil mengalihkan pandang, bahkan Hanta tertawa ngakak saat melihat perkataan pas sasaran kekasih Fumikage yang memang begitu terang-terangan.

"Asui...." merah merambat, walau begitu tangannya menggenggam erat jemari lentik sang kekasih.

"Hora kalian berdua tak menghormatiku yang masih menjadi kaum jomblo."

Hanta tersenyum kecut, kalau sudah begini dia paling ditinggal berlovey dovey.

Percakapan terus berlanjut hingga mereka semua menangkap sesosok pro-hero yang amat digandrungi wanita Jepang saat ini, berada tak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Bukankah itu Todoroki?"

Fumikage yakin itu sosok anak Endeavour, dia tak lupa dengan surai beda warna itu. Apalagi tubuh menjulang tingginya.

"Todoroki!" Teriakan Hanta membuat sosok itu berjalan mendekat setelah melirik mencari sumber suara. Terlihat kesusahan membawa tas besar disebelah tangan, apa mungkin ia sedang merencanakan pindah rumah? Bisa jadi kan?

"Kalian bertiga ada apa disini?"

Mereka yang disebutkan saling berpandangan, bukankah sudah jelas mereka akan pulang ke Tokyo untuk merayakan Reuni juga acara pernikahan Izuku dan Ochako?

"Mudik, kero."

"Reuni." Fumikage menjawab seadanya, sepertinya Shouto juga sudah tahu tentang kedua acara itu, terlihat dia hanya mengangguk paham.

"Kau sendiri mau pindahan?"

"Bukan."

Mereka penasaran, tapi Shouto tak kunjung menjawab, susah memang kalau berhadapan dengan orang sedikit bicara sepertinya.

"Aku akan menghabiskan waktu akhir tahun di Kyoto, ada pekerjaan dan urusan keluarga juga."

Serempak mereka mengangguk, Shouto sampai heran sendiri, teman-temannya mirip hiasan di dashboard mobil jika bergerak berbarengan dengan posisi saling berjejer begitu. Sedikit sekali ia menaikan sudut bibir. Pikiran konyol menguasai tiba-tiba.

"Lalu kau mau membiarkan kesempatan besar ini terlewat saja, kero?"

"Kesempatan apa?" Dia kembali sadar dari pikirannya soal hiasan dashboard berbentuk ketiga orang tersebut setelah pertanyaan Tsuyu terlontar.

"Apa lagi kalau bukan merebut hati para gadis." Itu jawaban setengah iri Hanta, ditanggapi gelengan memaklumi Fumikage, dia heran sendiri sahabatnya sebegitu sebalnya kah pada sosok Shouto yang selalu terlihat keren di pandangan wanita.

"Mungkin itu benar. Tapi bagaimana kesempatan merebut kembali Yaoyorozu-chan, kero? Bukankah dia sangat ditunggu-tunggu oleh lelaki satu angkatan, setelah kabarmu dan dia berakhir setahun silam, kero?"

Fumikage mengangguk, begitu pula Hanta, dia malah terlihat berpikir keras. Tsuyu terdiam karena melihat ekspresi kelewat dingin diwajah Shouto, hampir gadis itu terkejut kalau saja Fumikage tak meremas jemarinya lembut dan menenangkan karena wajah Shouto yang mengeras walau tertutup ekspresi datarnya.

"Ke-kero."

"Kau tak apa Asui?" Fumikage menariknya mendekat, kekasihnya sangat peka dengan pergantian emosi pemuda setengah-setengah itu.

"Ya kau benar Asui." Singkat, Shouto sedikit terbantu dengan perkataan kekasih Fumikage. Apa dia sampai sebodoh itu meninggalkan wanitanya?









"Kan sudah kubilang, kalau bermesraan jangan didekatku!" Dibelakang sana, ada Tsuyu dan Fumikage yang tertawa ringan, mungkin kelegaan juga terselip disana. Melupakan Hanta yang tersakiti dengan kegiatan saling memeluk mereka.







...








Sudah dikatakan dari awal dia hanya bermimpi ingin menjalani kehidupan dan membangun keluarga yang harmonis walau tak mengesampingkan pekerjaan sebagai pro-hero. Momo sangat berjuang keras untuk karirnya, ia tak akan semudah itu melepas posisi tertinggi dalam hidupnya.

Kenapa mewujudkan mimpi sederhana itu sulit sekali? Wajahnya tak sejelek itu untuk ukuran seorang wanita--dia bahkan menyandang predikat sebagai lima besar pro-hero yang sangat diidamkan menjadi pendamping hidup. Bentuk tubuh sudah pasti primadona tak kalah oleh mantan senseinya--Midnight, atau Mt. Lady. Sifatnya juga tak terlalu buruk walau ia ingat sudah belajar banyak kata umpatan sejak menginjak ranah pekerjaan. Stress membuatnya menjadi pribadi buas yang lain.

Tapi sejauh itu dia tak pernah sekalipun bertindak menyalahi norma. Dia bahkan tak pernah berfikir untuk melanggar aturan seperti membuang sampah sembarangan--klise sekali memang, tapi itu lah Momo.

Apa memang takdirnya seburuk itu? Hei! Dia bahkan tak punya gebetan satupun, mengalahkan takdir menyedihkannya Tenya yang diketahui sekarang ini sedang gencar mendekati seorang gadis.

Memikirkan hidupnya yang gersang sambil berjalan pulang ternyata tak membantu dirinya cepat sampai, bahkan udara dingin seakan menambah beban batinnya. Ini menjelang akhir tahun. Sudah pasti udara dingin. Salju akan turun.

Shouto. Salju melambangkan kepribadian lelaki itu yang dingin tapi menenangkan. Layaknya quirk yang ia miliki. Atau sisi kirinya yang dulu ia benci sampai ke tulang-tulang juga sukses melambangkan kehangatan sikapnya. Pikiran gadis itu melayang jauh, sedikit ia merindukan pemuda itu, sungguh sangat sedikit.

Tak ingin terbawa perasaan yang sangat mendukung untuk melabuhkan kesedihan, dia sangat benci pada dirinya yang dulu cengeng dan sangat lemah, rapuh tak berdaya, bahkan untuk mempertahankan hubungannya sekalipun.

Dia sadar, sehangat maupun sedingin apapun Shouto, kelak ia tak bisa merasakan sensasinya lagi, bukan lagi haknya, tak sedikitpun. Dia juga tau persis hal ini.

Mungkin mimpinya yang dulu selalu mengumandangkan nama sang lelaki harus diubah sedikit, dia ingin membangun keluarga harmonis dengan siapapun yang pantas bersamanya. Tak ingin mengungkung perasaannya yang sedikit besar masih larut dalam kisah kecil mereka.

Angin besar membuatnya terdiam, dinginnya membuat tubuh menggigil seketika.

























Tbc

Shoto mudik~



Wildest DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang