"Kemana saja kau kemarin Momo-chan?"
Perkataan Mina membuatnya mendongak sambil masih mengunyah sarapannya. Dia memilih sarapan dikantor karena malas memasak, jadi membeli makan dan menuntaskan sarapan dikantor agensi adalah pilihan terbaik.
"Aku? Dirumah saja, pusing."
Alis gadis disampingnya terangkat, baru mengetahui berita absennya saat itu.
"Kau tahu Todoroki meninggalkan medan pertempuran karena mendengar kau tak masuk?"
Tersentak, dia mendadak terbatuk, makanan yang belum sempurna dikunyah ia telan secara tiba-tiba. Terlalu terkejut dengan omongan dari sahabatnya. Jadi kemarin Shouto ke rumahnya hanya untuk memastikan keadaannya.
"Hora makan yang benar Momo-chan." Panik sendiri Mina menyodorinya berbagai minuman. Sampai akhirnya dia berhenti terbatuk karena meminum air mineral yang ia beli tadi. Dan kini ia terdiam cukup lama. Cukup lama sampai pemuda yang diketahui sebagai kekasih sahabatnya datang mendatangi mereka.
"Ada apa dengan Yaoyorozu? Oi aku pinjam Ashido sebentar ya."
"Aduduh Kirishima! Apa-apaan kau ini!"
Tak ambil pusing Eijirou menarik tangan wanitanya menjauh, tak memerdulikan ekspresi aneh yang Momo perlihatkan atau omelan dari si Pinky manis yang mencubiti pinggangnya.
"Soalnya kau bilang bisa menemaniku hari ini, jadi ya aku ajak saja, terus itu kenapa Yaoyorozu diam saja ya?"
"Mungkin memikirkan Todoroki."
"Mereka balikan?"
Samar percakapan sepasang kekasih itu terus berlanjut walau Momo tak dapat mendengar lagi.
'Todoroki Shouto benar-benar khawatir tentang keadaannya'
Itulah poin yang ia ambil hari ini. Sedikit rasa hangat masuk ke dalam hatinya, tak bisa berbohong Momo nyatanya menyungging senyum tipis. Hatinya memang tak bisa luluh semudah itu, tapi setidaknya pemuda itu sudah berubah. Senang dia mengetahuinya, semoga nantinya pemuda itu mendapatkan istri yang pantas untuknya dan berhenti bermain wanita.
Jelas mengeliminasi dirinya sendiri dalam salah satu pilihan calon istri untuk pemuda itu. Dia bukan lagi gadis SMA yang dulu begitu tergila-gila padanya. Dia sadar bukan menjadi pendampingnya, tempat yang ia bisa raih dalam hidup pemuda itu. Biarlah ia mendapat gadis lain yang bisa membuatnya lebih bahagia.
Setelah hubungan mereka selama empat tahun berakhir tragis, ia tak lagi memikirkan lelaki itu menjadi salah satu calon suami terfavorit dihatinya. Kalau disuguhkan pilihan untuk memilih diantara pemuda itu atau Tenya, dia jelas menjatuhkan pilihan pada Tenya. Dia rela menatap wajah Tenya setiap hari dan tersenyum manis setiap pagi menyambut Tenya yang kaku bagai robot. Memikirkannya kadang Momo tersipu sendiri. Membayangkan seorang pemuda dalam konteks rumah tangga memang memalukan.
Dia tenggelam dalam pikirannya sendiri hingga tak menyadari salah satu tokoh dalam imajinasinya tengah duduk memerhatikan dengan intens ke arah wajah tersenyumnya.
"Kau manis seperti biasa."
Dia terkejut dengan suara baritone itu, menyapa telinganya dengan lembut. Bahkan dengan refleks Momo memerah dibuatnya. Dengan mudah ia dapat mengetahui Shouto yang kini duduk dikursi seberangnya.
"Apa itu pujian?"
Lelaki itu mengangguk, tak menyembunyikan senyum tulus yang tipis. Tak terbaca arti sebaliknya apa.
"Terimakasih." Momo menjawab lirih, memilih melanjutkan makannya. Atau tentang bayangan menjadi istri Tenya yang kini memenuhi otaknya. Pemuda kaku seperti robot itu mendadak membuatnya suka cita, bahkan tak menganggap kehadiran Shouto yang kini tersenyum melihat wajah yang ia tampilkan, walau tak tahu apa penyebabnya gadis itu bisa sebahagia ini pagi-pagi walau sudah bertemu dengannya.
"Memikirkan apa?"
Dia mendongak, menatap lurus heteronya. Onyx menawan itu bergulir seakan ragu mengutarakan apa yang terlintas di kepala.
"Menikah dengan Iida-san." Gamblang, memang apa yang bisa ia katakan selain kejujuran.
Shouto tersentak kaget, ekspresi datar itu kembali di wajahnya, tak berselang lama ia meninggalkan Momo tanpa sepatah kata yang terucap. Terlihat sekali gestur menahan amarah, walau Momo tak begitu peduli, tapi kalau sampai terjadi apa-apa pada Tenya, sudah jelas ia akan turun tangan menghabisi pemuda bermarga Todoroki.
Samar Shouto meliriknya sekilas, sebelum tersenyum getir beranjak menjauh darisana.
...
"Menikah dengan Iida-san." Dia mengulanginya berulang kali. Dan setiap kata-kata itu berhasil diucapkan setelahnya ia akan meremat kepalan tangannya tak terima. Wanitanya memikirkan lelaki lain. Bahkan membayangkan sampai pada tahap menikah.
Sungguh sakit mendengarnya, tapi apa hubungan antara mereka sebenarnya selama ini. Shouto sendiri yang membuat cikal bakal kehancuran imajinasinya menikahi gadis itu. Dia sendiri yang menghancurkan harapan tinggi Momo.
Lengang, biasanya dia akan mendapat telpon dari beberapa wanita yang tergila-gila padanya, tapi tak satu pun yang menghubunginya. Bahkan dia sendiri sibuk memandangi potret Momo diponsel pintarnya. Senyuman secerah mentari dan wajah bak bidadari itu menghipnotisnya sekali lagi.
Merasakan debaran cinta secara terlambat memang menyakitkan. Merasakan cinta setelah orang yang mencinta muak membuatnya memahami rasa sesak direlung hati yang dulu sempat ia berikan secara telak pada sang wanita.
Menangis secara diam juga rasanya tak membuatnya tenang sedikit pun. Akhirnya dia tahu kalau kecewa akan sefrustasi ini.
...
Kali ini Denki dan Kyouka yang tak sengaja menjadi rekannya bekerja. Mereka menjadi tim solid yang tak terkalahkan musuh. Momo bahkan bisa memprediksi dia dan kedua temannya akan memenangkan pertempuran tak lebih dari dua puluh menit.
Benar saja hal tersebut, karena bahkan dalam waktu tak genap depalan belas menit mereka sudah memborgol dua orang villain. Beserta dengan barang bukti kejahatan mereka. Seorang anak kecil dengan surai raven tetapi bermanik safire.
Anak laki-laki korban penculikan itu entah kenapa membuatnya mengingat peraduan parasnya dan Shouto. Seperti layaknya anak itu adalah buah hati mereka. Bahkan sikap tenangnya setelah diselamatkan, mirip sekali dengan Shouto. Untuk beberapa detik ia mendekap anak laki-laki itu erat. Membuat Denki maupun Kyouka saling berpandangan tak paham sama sekali.
"Yaomomo...."
Dia segera melepas pelukan, anak kecil tadi terdiam tak paham keadaan sama sekali, tapi ia terlihat lebih tenang dari sebelumnya.
"Ah maaf Jirou-san aku hanya terlampau khawatir pada anak ini." Menampik ekspresi berserinya, ia ingin sekali memeluk perwujudan anak kecil manis itu lagi.
"Aku sebenarnya juga khawatir, kau malah memeluknya seperti itu, untung villian sudah diringkus Kaminari."
"Omong-omong siapa namamu?" Momo sangat antusias, anak itu begitu pendiam.
"Shouyou."
Terlonjak, dia membelalakan matanya, kali ini bahkan perpaduan namanya dan Shouto. Seakan Tuhan menjejalinya dengan kebetulan yang aneh.
"Shouyo-chan harus berhati-hati ya, kakak sudah mengabari polisi, selanjutnya tinggal membawamu kesana menunggu orang tuamu menjemput, mengerti?"
Mendengar penuturan Kyouka anak kecil itu mengangguk mengerti. Kyouka menyikutnya, membuat dia nyaris terlonjak, lalu seperti mengerti dia mengangguk.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Wildest Dream
FanfictionMimpi Momo hanya ingin hidup tenang, memiliki sebuah keluarga harmonis dan menjalani hari-hari yang menyenangkan. Mungkin tanpa kehadiran Shouto didalamnya. story by @diesdary *picture bukan milik saya, diambil dari pinterest.