Tanggal 1 Januari

92 5 0
                                    

#Happy New Year!

#New Years New Me

#bestnineof2019

Pagi ini, membuka segala macam aplikasi media sosial kebanyakan orang akan atau telah mengunggah foto atau sekedar status di watsap status dengan tagar-tagar mainstream ala tahun baru dengan sebagian kecil orang akan sangat berbahagia menambah tagar happy birth day karena secara tidak sengaja atau mungkin sebagian kecil disengaja lahir di tanggal 1 Januari. Aku sendiri termasuk dalam sebagian kecil yang lahir di 1 Januari, tapi kelahiranku tidak disengaja, itu murni Allah yang dengan santainya memberikan waktu tambahan satu minggu di dalam perut Ibu, padahal Bu Bidan sudah memberi analisis bahwa aku akan lahir pada tanggal 25 Desember.

Ya, Happy Birthday to me!

Am I happy?

Pertanyaan yang sedang aku coba jawab sedetik setelah aku sadar bahwa aku akan berumur 25 tahun, 5 menit sebelum count down di TV nasional yang dipandu mbak dan mas pembawa acara yang cantik dan ganteng itu dimulai semalam.

Selama 25 tahun ini aku hidup dengan normal, sampai dua tahun belakangan ini aku merasa terlalu normal untuk dunia yang mulai tidak normal ini.

Aku lebih sering dianggap memancing perdebatan ketika aku hanya menanggapi sesuatu. Aku juga merasa lebih sering mempermasalahkan sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu perlu dipedulikan sama sekali, seperti beberapa minggu yang lalu ketika aku dan Nanda selesai menonton film terbaru tante Angelina Jolie sebagai acara quality time kami berdua yang rutin kami lakukan setiap bulannya.

"Eh, aku kok nggak sreg ya si Ainun diperanin Maudy Ayunda, kenapa bukan BCL? kalau alasannya Hanung karena si Ainun di film ini masih muda yaaa. Kok bisa sih Reza Rahadian nggak diganti juga? Trus, perempuan bisa 'tua' gitu dan laki-laki bisa terus muda?" ucapku spontan setelah kami keluar dari kamar mandi XXI.

"Yaa kan si Hanung emang seneng sama Reza, aku pernah baca kok kalau nggak salah dia suka aktingnya si Reza. yaa mungkin itu cukup menjelaskan" jawan Nanda.

"Tapi kan yaa nggak adil sih. kalau mau ditarik umurnya kan kurangnya sama toh, harusnya yaa si Habibi dimudain. kan di film pertama ada Habibi muda juga, kenapa nggak muda semua sih, kenapa nggak diganti semua?" tambahku dan Nanda hanya memandangku sambil menggeleng.

"Mungkin kamu laper sampe mikir gini, ayo nggeprek wae!"

Dan, ya! aku terbiasa berpikir yang macam-macam dan cenderung membuat diriku pusing sendiri ketika lapar.

Lalu, aku adalah satu-satunya orang yang tidak punya resolusi, i mean I don't upload my resolutions. Resolusiku tidak bisa diutarakan dan sulit dijabarkan, karena aku ingin bahagia yang benar-benar bahagia. Jauh dari orang-orang yang suka sekali menanyakan hal-hal yang tak penting seperti "Mbak, kapan nikah?" atau "Ayo mbak kapan nyusul" ketika yang bertanya adalah adik kelasmu di SMA yang baru nikah dua bulan, jauh dari hal-hal tersebut bisa membuatku bahagia.

Tapi, untuk tahun ini ada yang sedikit berbeda, aku punya agenda besar yang akan aku lakukan selama setahun kedepan. Pertama, aku akan diet, tidak yang ketat, tapi diet. Beberapa celanaku sudah tidak muat, kaos juga sudah mulai jadi slim fit meskipun wajahku masih begini-begini saja, belum ada tanda-tanda akan tembem. Aku juga akan mulai belajar make up dengan baik dan benar, masa nanti kalau kondangan harus ke MUA sih? Harus bisa dandan dengan baik dan benar buat kondangan.

Sebenarnya ada yang membuatku tidak suka dengan kata resolusi, awal desember lalu ada yang dengan PD-nya memberiku usul resolusi di saat aku sedang makan siang di Mie Ayam Pak Hadi dan sedang mens.

"Eh, Lan! mau akhir tahun nih, 2020 sebentar lagi" Ucap Mega, si kerudung syar'i guru Agama Islam yang mengambil tempat duduk di sampingku sambil melahap bekal di tupperware warna orange-nya.

"Harus ada resolusi nih. 2020 nikah ya, Lan" tambahnya ketika aku bahkan tidak menggubris ucapannya yang sebelumnya, bahkan aku tidak mengajak siapapun berbicara, aku hanya makan mie ayamku, tidak mengganggu perdamaian dunia tapi kenapa haru membicarakan hal yang membuatku panas dan naik pitam sih?

"HEH KENAPA SIH, NGOMONGING NIKAH TERUS, INI MAKAN SIANG DAN MASIH BAHAS NIKAH? BISA NGGAK SIH MAKAN SIANG YA MAKAN AJA?" sambil menendang meja warung Pak Hadi.

Tenang! Aku tidak benar-benar mengucapkannya dan ngamuk kaya orang gila, itu hanya rencana busuk dalam angan. aku tidak menjawab apa-apa, masih tetap makan dengan normal sambil sesekali membenarkan letak kerudungku yang senang sekali berantakan ketika makan sekaligus berdoa dalam hati Yaa Allah cepatlah pertemukan mbak Mega dengan jodohnya, dia udah ngebet banget yaa Allah, biar cepet nikah biar nggak upload story nikah-nikah, biar segera kumpul ibu-ibu di playgroup terdekat biar nggak gangguin orang mens yang kelaperan kaya saya.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pertanyaan "Kapan nikah?" toh sudah umur 25 tahun kan memang kebanyakan teman sudah nikah, pun bisa dijawab dengan jawaban "Sabtu kayaknya, kalau nggak ya Minggu" atau "Insyaa Allah bar maghrib" atau apapun sekenanya saja. Tapi kadang, yang bertanya itu salah tempat, tidak tahu situasi, salah cara basa-basi dan yang lebih buruk mereka tanya tanpa ada niatan untuk membantu iuran biaya pernikahannya.

Memang lebih baik harus ada undang-undang yang melarang atau fatwa haram bertanya 'kapan nikah' kepada orang dengan sembarangan, apalagi yang tidak terlalu dekat. Pertanyaan 'kapan nikah' hanya boleh ditanyakan oleh orangtua dan saudara kandung. Selain itu haram. Kalau bisa dihukum pidana karena membuat orang yang ditanya menjadi marah dan menyimpan dendam ingin menenggelamkan yang bertanya ke palung mariana. Lagian mengurusi hidup orang lain itu tidak boleh, kan?

"Hmmm tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar di dunia ini. itu yang aku pelajari dari hidupku yang sudah ku ambil jatah 25 tahun ini. Orang-orang tidak tentang apa yang mereka tanyakan, pun masyarakat kita memang orang-orang yang tidak bisa tidak peduli. bukankah bagus bahwa tetangga masih peduli pada tetangganya yang lain? kan bagus ibu-ibu masih sering ngobrol di teras salah satu orang untuk mengobrol segala hal. Apalagi ini tahun baru, banyak yang mereka bicarakan yang semalam hanya didiskusikan di grup watsap ibu-ibu PKK, keluhan tentang prestasi anak-anak di sekolah yang sedang menurun di awal semester ini dan takut anak-anak mereka akan liburan ke tempat yang membahayakan di liburan yang juga bebarengan dengan libur tahun baru ini" Ini yang aku katakan pada diriku sendiri agar selalu husnudzon dengan orang-orang. Karena masyarakat ya bakal begitu-begitu saja, hidup ini kuat-kuatan.

Aku yakin bahwa tidak ada yang salah dengan pilihanku yang masih belum menikah dan bahkan baru dua bulan putus hubungan dengan orang yang sudah kupacari selama 2 tahun, lelaki yang good looking, super baik dan pintar yang entah sedang bodoh atau apa ketika mengajak menjalani hubungan satu tingkat lebih serius denganku yang sama sekali nggak tinggi, kurus, cantik, putih dan adem dilihat bak mbak-mbak selebgram hijaber Surabaya yang kece ini.

Orangtua sedikit kecewa dengan keputusanku mengakhiri hubungan dengan mas mantan, terutama Ibu, karena Bapak sih lebih cuek dan lebih pada 'sak karepmu' untuk urusan asmaraku. Pun beberapa orang seperti keluarga besar menyayangkan statusku yang belum menikah karena aku dikira sudah cukup mapan. Sebagai Guru Musik di salah satu SMP Islam Terpadu yang cukup bergengsi si kabupaten Magelang ini, ditambah menjadi guru les piano yang muridnya cukup menjanjikan karena anak-anak Tionghoa kaya di kecamatan tempat ku tinggal banyak yang senang les bersamaku daripada dengan guru lain yang lebih keren. Secara finansial aku stabil, orangtua menganggap aku sudah siap. Tapi nyatanya memang aku belum siap, rasanya banyak yang belum aku lakukan.

Interval [COMPLETED||LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang