Ibu masih saja menanyakan Mas Memet, sudah tahu aku sudah putus dengannya dan Mas Memet sudah pasti sehat-sehat saja dan bahagia dengan Angga mengurusi coffee shop barunya di Surabaya sana. Sungguh membuat acara sarapan nasi goreng spesial buatan Ibu menjadi kurang sedap.
"Eh, Lan!?"
"Apa toh, Bu?" Jawabku yang sudah mulai kesal.
"Ibu tanya dari tadi, Mas Ahmad gimana kabarnya? Masa kamu udah bener-bener nggak komunikasi sama dia? Benci banget kamu sama dia?" tanyanya tanpa sadar kalau yang aku benci itu ya pertanyaan tentang Memet, mana bisa aku benci sama Memet.
"Ya nggak kaya dulu, paling kalau dia bales story aku aja" jawabku berusaha tenang menahan emosi, kalau aku sewot Ibu malah curiga aku masih sayang Memet.
"Oalah yaudah"
"Yaudah ya, Bu aku berangkat dulu, Assalamualaikum!" lantas pergi berangat kerja setelah menyalimi tangan Ibu dengan khidmat dan setengah nggrundel dalam hati.
**
Memet adalah mantanku satu-satunya, dia satu-satunya orang yang mendekatiku ketika aku sudah mulai tidak berharap siapapun mendekatiku. Basically, tidak ada yang pernah mendekatiku sejak SMP.
Kami pertama bertemu di kelas pertamaku saat MABA dulu, dia adalah asdos di mata kuliah Pengantar Ilmu Apa Saja ketika aku sedang berkuliah di Surabaya. Sebenarnya tidak benar-benar bertemu karena dia tidak mengetahui keberadaanku sampai dengan minggu ketiga, saat aku presentasi dengan dua teman satu kelompokku. Presentasi yang secara akademis dan sangat tidak menyinggung dikritisinya karena jauh dari poin apa yang harus dijelaskan.
Aku lebih mengenal Mas Memet saat aku bergabung Himpunan Mahasiswa Ilmu Apa Saja, ketika oprec HIMA IAS, laki-laki tinggi berkacamata, tidak gemuk atau kurus itu menjabat sebagai Kepala Departemen Keilmuan. Aku sendiri mendaftar dan diterima di Departemen Seni dan Olahraga. Saat gabung dengan HIMA itulab aku baru tahu bahwa Mas Memet itu bisa main keyboard dan sejenisnya serta mempunyai suara yang cukup merdu. Keahliannya itu membuat dirinya mendirikan band JIASA dengan beberapa anak lintas angkatan.
Aku yang juga suka bermain musik sangat senang ternyata ada band di jurusan yang aku anggap diisi oleh orang-orang pintar gila tugas, kecuali bagi yang merasa salah jurusan. Bergabung dengan band semakin meningkatkan intensitas bertemu dengan Mas Memet, di sekre HIMA bertemu, di studio musik juga bertemu.
"Kamu sejak kapan main drum?" Tanyanya kagum mengetahui aku yang hijabi pendiam berwajah jutek dan berlogat sangat Magelang ini bisa main drum.
"Sejak SD, Mas. Bapak itu main drum di grup qosidahan gitu, trus aku minta ajarin deh" jawabku yang saat itu masih belum memberi tahu bahwa aku juga bisa memainkan instrumen lain.
Sejak saat itu kami selaku anak band Jurusan Ilmu Apa Saja lebih dekat di dalam dan luar kegiatan kampus, bahkan aku yang tak pandai-pandai amat di bidang akademis ini sering mendatangi seminar yang diikuti atau diisi oleh Mas Memet yang multi talent itu karena kami, anak band Jurusan Ilmu Apa Saja saling support kegiatan dan cita-cita satu sama lain, apalagi Mas Memet sudah seperti junjungan para anggota.
Ketika dia selesai ujian skripsi dan dinyatakan lulus, setelah foto-foto dengan anak band, ormawa, komunitas, atau sekedar fansnya, malamnya selepas maghrib dia mengajakku untuk makan es krim di Mekdi. Aku yang sudah sebulan sibuk magang dan sudah lama belum ngeband lagi dengan anak-anak yang sudah semakin banyak anggotanya dengan adanya Band JIASA 3.0 padahal aku dan Mas Memet sering nongkrong bersama anak-anak anggota original band di warkop sekitar kampus atau aku dan Mas Memet yang sekadar nonton berdua ketika yang lain sibuk nonton dengan pacar masing-masing langsung mengiyakan ajakannya. Lagi pula hitung-hitung perpisahan dengan tetua band JIASA, sekalian minta traktiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Interval [COMPLETED||LENGKAP]
ChickLitSEMUA PART MASIH LENGKAP PERJALANAN MENUJU MOVE-ON Paska putus, Lani dan Memet tinggal di kota masing-masing. Lani di Magelang sedang Memet di Surabaya -Sebenarnya sebelum putus pun mereka sudah tinggal di kota masing², hanya saya waktu itu mereka m...