Lagu Galau

23 1 0
                                    

Aku lelah bolak balik mengomeli Andri karena tempo drumnya sangat tidak stabil. Bagaimana stabil kalau dia sambil melamun.

"Ndri! Ndri! Are you still there?? We really need you here" Senjata paling mujarab untuk membuat Andri atau anak-anak lain semakin sebal adalah berbahasa Inggris. Yeah that's always sounds irritating.

"Yes, Bu! Yes!" Jawab Andri lantas menghela nafas mengulas senyum yg sangat terlihat terpaksa.

"Di lagu pertama ini kita harus bener-bener terdengar kalem. Biar di medley setelahnya itu kita nggak kecepetan. Haru presisi. Kamu drummernya, temponya di kamu, Ndri!" omelku dengan penuh kekesalan

"Andri galau, Bu. Cintanya sama Anna bertepuk sebelah tangan" terang Daffa si anak clometan yg suka mengeluh tapi rajin.

"Anna who? Anna Frozen?" Aku tak pernah ingat ada anak kelas 9 bernama Anna. Mereka hanya satu kelas dalam satu angkatan, tujuh orang ada di sini yang ku latih ini dalam persiapan grand opening bersama 31 dari satu angkatan penuh kelas 8 yang aku tahu kalau tidak ada yang bernama Anna, dan sisanya pasti sedang belajar untuk UN.

"Anna Hanifah Andisa, Bu! Kelas 7 A. Yang kecil kalem itu loh" jelas Daffa membuat Andri kesal. Pantas saja aku tidak kenal, kelas 7 itu banyak sekali, aku tidak punya banyak waktu untuk menghafal.

"Yang suaranya bagus itu loh Bu. Yang di grup 'Popish'. Segrup sama mas Andri, Bu" tambah Tari.

"Jatuh cinta sejak suara pertama" tambah Enggar lantas membuat tawa tertahan anak-anak pecah. Aku pun juga ikut tertawa tapi kutahan. Tidak enak hati kalau harus ikut terbahak sedangkan Andri sendiri sudah menahan diri untuk tidak melempar seluruh drum set ke kepala teman-temannya satu-persatu.

"Okay, guys! Listen up!" Kembali ku netralkan suasana yang sebenarnya lucu dan sayang kalau harus dihentikan.

"Gini, lagu pertama ini cuma satu setengah menit, harus bener-bener sesuai tempo. Nggak boleh lambat atau terlalu cepet. Nanti dampaknya di lagu kedua, bakal jelek kalau nggak sesuai tempo. Grand opening kita nggak ada nyanyi-nyanyi kaya tahun lalu. Bosen saya denger orang nyanyi di mana-mana, masih banyak yg suaranya lebih bagus di luar sana. Kita tidak menarik sama sekali. Gantinya akan ada tiga penari nantinya. Dan kita harus bisa memperdengarkan musik seperti apa yg pantas didengarkan. Paham?"

"Yes, Ma'am!" Jawab mereka serentak membuatku tersenyum senang.

"Dan kalian harus ingat, musik itu pelarian, bukan beban. Musik itu curahan hati bukan hanya asal dapat didengar.  Musik itu seni, bukan sekadar suara asal bunyi. Kalian harus memainkannya seakan ini adalah pelarian terbaik, karya seni kalian dan curahan hati kalian meski kita semua tahu masih ada sedikit beban di sini. Kalau kalian sumpek, ya ini tempat menghilangkan sumpek, kalau kalian galau ya dicurahkan di sini. Seharusnya masalah kalian menginspirasi permainan musik kalian. Musik yg diciptakan dan dimainkan dari hati pasti juga sampai di hati yg mendengarkan. Ini yg kita manjakan adalah telinga audiense, kalian hanya perlu bermain dengan sebaik mungkin sebagai team.

Oke aku terdengar garing. Dan aku juga nggak yakin apa yang aku katakan barusan bisa membuat anak-anak semakin semangat atau sebaliknya,

"Bu Lani galau ya? Kok musiknya ini kaya sedih" tanya Agung si pemegang anklung dengan wajah keponya dan membuat Andri melemparkan stik drumnya.

"Aw! Loro yo, Ndri!"

Dan justru Agung sendiri yang diomeli seluruh teman-temannya karena dirasa tidak sopan.

"Lagunya asik juga malah dibilang galau" Andri membelaku.

"Aku pernah baca kalau orang sedih atau galau itu malah seneng kalau dengerin lagu-lagu mellow. Yo koyo kamu itu, Ndri"

"Aku neeeeehhh. Sing salah loh kudune Enggar kui lo malah aku sing kenek" (Aku lagi. Yang salah Enggar loh harusnya malah aku yang kena) Andri manyun lagi tapi wajah galaunya sudah tidak ada.

"Pokok e dirimu Ndri sing salah. Opo wae iku dirimu sing salah" jelas Enggar.

"Yo iyooo sing penting kalian bahagia, Bu Lani bahagia, kabeh bahagia" ucap Andri lebih melas tapi wajahnya justru terlihat bahagia.

Memang ku rasa benar jika mengajak anak-anak remaja tanggung ini untuk berlari dari kegiatan harian mereka ke musik. Buktinya kegalauan si Andri hilang ketika dibully teman-temannya. Wajah anak-anak kelas 9 yang kemarin terlihat bosan dan semakin tegang karena jadwal UN sudah datang kini juga kembali cerah. Setidaknya untuk beberapa jam kedepan anak-anak ini bisa lepas dari ponsel.

Sik! sik! Aransemenku nggak kedengaran galau kan?

**

Dasar Agung!
Sekarang aku galau mendengar aransemen lagu keduaku yg alakadarnya ini. Setelah berkali-kali ku dengar dan ku pastikan bahwa tidak ada suara-suara yang mengidentifikasikan bahwa aku sedang galau ketika menggarapnya, segera ku putar ulang lagi dan ku pastikan lagi.

Sudah beberapa hal aku ganti, seperti di kelompok karawitan biar tidak terdengar menyeramkan tapi teenyata justru memburuk, ku bolak balik lagi buku karawitan milik Ibu, memilih lagu yang mana yang bisa dicomot dan akhirnya ku kembalikan ke aransemen semula karena aku menyerah dan sebenarnya juga tidak terdengar menyeramkan.

Tidak berhenti memutar video saung angklung udjo agar dapat pencerahan dalam membuat aransemen angklung yang lebih keren tapi tak meninggalkan suara tradisionalnya yang kental.

"Metu! Opo ra butuh mangan? Opo gak butuh sholat?" (Keluar! Apa nggak butuh makan? Apa nggak butuh sholat?) ucap Bapak yang sudah berdiri di ambang pintu.

"Pun maem, pun sholat!" (Sudah makan! Sudah sholat!) jawabku yang sedang malas dan lelah berpikir.

"Mbak! We ke koyo wong galau habis diputusin pacar"

Hah kapan Rani pulang?

"Yo tooo! Adikmu pulang kamu nggak tahu. Keenakan galau di kamar sih" ucap bapak mengejek lantas pergi.

Yaa Allah aku nggak galau!

Interval [COMPLETED||LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang