Perpisahan kelas 9 adalah sebuah ceremonial untuk perpisahanku dengan Andri dan Daffa, dua muridku paling yang paling menggemaskan sepanjang sejarah dua tahun mengajarku. Aku akan kangen dengan kalimat-kalimat nyeleneh dadi Daffa atau wajah lucu Andri ketika dibully teman-temannya.
"Bu, makasih yaa sudah diajarin ngeband" ucap Andri sok sedih.
"Iya sama-sama, ya! Harus main terus, bikin band sendiri juga boleh"
"Jangan lupain kita loh, Bu!" ucap Daffa dengan sok memohon
"Halah! Awas aja kalau nanti malah kalian yang lupa saya setelah udah jadi anak esema" jawabku judes dan justru membuat dua remaja baik itu tertawa.
Liburan sekolah kulalui dengan suka cita, bermalas-malasan di rumah menemani Ibu yang di hari biasa sering kesepian di rumah sendirian sambil sesekali mengecek jualan online-nya. Ketika Liburan, aku bisa bergantian mengurusi dagangan Ibu dan Ibu bisa mencoba resep-resep kue sederhana dan membuatku menggendut.
Masuk tahun ajaran baru aku lalui dengan biasa saja. Aku sudah mulai terbiasa untuk tahun ajaran baru, atau mungkin sebenarnya aku sudah mulai bosan dengan kegiatanku. Merasa biasa saja karena yang menyenangkan adalah bertemu murid-murid baru yang rasanya semakin banyak saja.
Tak lama setelah itu libur Lebaran. Apalagi ini, tidak ada yang perlu diceritakan. Lebaran di seluruh Indonesia sama saja.
"Kapan nikah?"
"Kok ijenan, Lan" (kok sendirian, Lan)
"Gandenganmu endi, Lan?" (Pasanganmu mana, Lan?)Ya begitulah Lebaran di Indonesia. Baru saja salam-salaman eh malah bikin dosa lagi. Tak perlu diteruskan.
Di sisa liburan Lebaran ini aku memilih untuk menghabiskan waktu dengan Ibu dan membantu Rani untuk menyusun proposal PKMnya. Adikku itu sangat antusias sekali menggarap PKM. Dia memang tipikal anak yang tidak bisa menganggur kalau di luar rumah tapi kalau di rumah, menganggur adalah hobinga.
Dan sejak lebih sering membantu Ibu mencarikan resep-resep kue sederhana, entah kenapa aku juga semakin antusias di dapur untuk berkarya selain masak makanan biasa karena anehnya Ibu tak ingin banyak membuat banyak kue saat lebaran kemarin karena lebih suka meja ruang tamu di rumah atau rumah mbah diisi makanan tradisional seperti jadah atau tape ketan.
"Ayo bikin kue, Ran!" aku bosan melihatnya di kamar meghadap laptop menonton film seharian.
Dia menggeleng, "Thank you very much! Aku sik sibuk" jawabnya santai.
"Ih bilang aja males nggak mau masak" ucapku sambil berjalan ke dapur untuk bertemu ibu yang sedang mengelap mixer.
"Yo!" Jawabnya lantang dan judes menggema di seluruh rumah membuat Ibu tersenyum dan aku justru sebal dengan tingkah menyebalkan adikku satu-satunya itu.
"Ibu dulu ya males tahu kalau disuruh masak. Dulu awal nikah Ibu nggak banyak masak" Ibu mulai bercerita. Cerita yang sudah menjadi cerita paling menarik di keluarga besar karena meski dulu dianggap anak yang tak bisa masak, justru sekarang masakan Ibu adalah masakan yang lebih enak. Bahkan Ibu bisa saja makan di sebuah rumah makan, dan sampai rumah bisa meniru apa yang dimakan di rumah makan tersebut. Hebat kan?
"Dulu Bapak itu yang masak kalau Ibu lagi nggak pengen masak" tambahnya.
Bapak memang terbaik. Pinter masak, nggak malesan tapi sayang kalau sekarang aku request agar dimasakin pasti jawabannya "Masak dewe kono! Mosok ra iso?"
Sangat tipikal Bapak, jadi aku tidak akan tersinggung tapi biasanya aku akan pergi keluar mencari makanan yang kuinginkan dan membuat Bapak sedikit sebal karena aku membuang uang untuk sesuatu yang bisa didapat di dalam rumah. Skor 1-1.
"Bapak sweet yo, Bu" ucapku membuat senyum Ibu semakin melebar.
"Banyak yang bilang kalau bapak itu kan kaku, galak, hobi mencureng," aku tertawa mendengar kata mencureng dari Ibu dan dalam hati aku mengamini perkataan Ibu tersebut, "Tapi kan nggak semua tahu Bapak itu gimana kalau di rumah. Kamu apa pernah tahu Ibu nyuci? Selama ini Bapak terus yang nyuci. Itu sejak Ibu hamil kamu, Bapak udah ambil alih mesin cuci, eh dulu belum beli mesin cuci sih. Bapak juga yang bakal cuci piring kalau cucian piring numpuk dan Ibu repot ngurusin kamu. Selalu nyempet-nyempetin setelah pulang ngantor," lanjut Ibu dan membuatku semakin kagum serta tak menyadari bahwa hal sederhana yang dilakukan Bapak ternyata hal besar bagi Ibu.
"Ibu minta apa, pasti Bapak beliin. 'Pak kok pengen jadah bakar ya' Bapak langsung beliin kalau emang bisa. Semua kemauan Ibu selalu dituruti". Tambah Ibu.
Gila benar bapak dan Ibuku. Padahal aku dulu sering dengar keluarga Ibu membicarakan Bapak di belakangnya, banyak yang heran kok Ibu bisa kuat sama Bapak yang gampang sekali emosi. Tapi memang benar kata Ibu, semua orang nggak tahu kalau Bapak itu sangat perhatian dan suami yang ideal untuk Ibu.
Aku mulai sedikit paham bahwa cinta dan pernikahan adalah dua hal yang sebenarnya berbeda tapi harus saling mendampingi. Karena cara kerja pernikahan kadang tidak semenarik cara kerja cinta. Pernikahan adalah instansi, sebuah organisasi, dua anak manusia harus kerjasama untuk hidup bersama membangun instansi yang kuat, to make their marriage worka. Dan peran cinta adalah untuk memberi kedamaian dalam instansi tersebut. Jadi, sakinah, mawaddah dan rohmahnya dapat tercapai.
Bapak dan Ibu bekerjasama untuk membuat instansi mereka hidup. Sesekali beradu pendapat atau bertengkar, tapi mereka punya cinta yang membuat mereka terus kuat dan menghadirkan cinta untuk aku dan Rani. Kalau dipikir Bapak dan Ibu itu lumayan jauh perbedaannya. Bapak itu rame, agak galak dan ibu lebih anteng dan semakin kesini semakin anteng. Tapi seperti kata Paula Badul, opposite attracks!.
![](https://img.wattpad.com/cover/210082021-288-k605687.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Interval [COMPLETED||LENGKAP]
ChickLitSEMUA PART MASIH LENGKAP PERJALANAN MENUJU MOVE-ON Paska putus, Lani dan Memet tinggal di kota masing-masing. Lani di Magelang sedang Memet di Surabaya -Sebenarnya sebelum putus pun mereka sudah tinggal di kota masing², hanya saya waktu itu mereka m...