Decitan pintu yang terdengar samar memasuki sepasang rungu membuat manik itu perlahan terbuka kala sebelumnya memejam. Mengerjap sejenak lantaran menyesuaikan bias cahaya yang menyerang retina secara langsung.
"Kau sudah pulang?" Suara Jiyeon mengalun serak. Lekas beranjak menyambut kepulangan sang dominan yang di dambakan. "Ingin ku siapkan air hangat untuk mandi?" tanyanya lanjut.
"Tidak terima kasih," sahut Jungkook cepat. Pun kelewat dingin dan mengabaikan presensi Jiyeon sebab berjalan melaluinya begitu saja. "Sudah kubilang untuk tidak perlu menungguku lagi. Kenapa kau masih keras kepala?" imbuhnya dengan intonasi kesal. Melirik sekilas punggung kecil itu yang tak kunjung membalikkan badan.
Kedua bahu Jiyeon menurun, bibirnya membingkai senyum kecut saat mendengar lantunan frasa itu yang sudah berkali-kali dikuarkan.
"Berapa kali pun kau bertanya dengan pertanyaan yang sama, maka jawabanku akan tetap sama, Jungkook," kata Jiyeon dengan nada lirih. Terdengar sendu di setiap abjad yang ia ucapkan.
"Dasar keras kepala," Jungkook menggerutu sebal. Tidak berniat melanjutkan konversasi dan lantas bergerak memasuki kamar utama. Yang lagi-lagi meninggalkan Jiyeon menatap kepedihannya dengan rasa nyeri yang menghantam dada.
Ini sudah kesekian kalinya semenjak pernikahan mereka usai Jiyeon menerima perlakuan dingin dari Jungkook. Memang berdasar dari perjodohan, tapi bibit cinta perlahan-lahan mulai tumbuh setelah enam bulan lamanya rumah tangga mereka berlangsung kendati terasa hambar. Jiyeon tertawa sinis, menertawakan kebodohannya sendiri.
Sayangnya cinta itu hanya dirasakan sepihak olehnya, lain lagi bagi Jungkook. Lelaki itu sudah memiliki istri, memiliki tanggung jawab yang besar untuk membina keluarga baru dan menciptakan keharmonisan di dalamnya. Tapi Jungkook seolah tidak pernah dibebankan tanggungjawab seperti itu. Bagaikan angin yang tak kasat mata, Jungkook seolah merasakan keberadaannya namun mencoba mengabaikannya.
Jiyeon tersentak dalam lamunan kosong saat mendapati figur Jungkook keluar lagi dari dalam kamar. Melangkahkan tungkainya tergesa-gesa manakala menuruni tangga.
"Mau kemana?" tanya Jiyeon tanpa melepaskan pandangan dari subjek yang menarik perhatiannya.
Jungkook sejemang berhenti melangkah kala hampir bersisian dengan Jiyeon. Lantas dengusan jengahnya terdengar sebelum menyahut sarkas, "Bukan urusanmu," melanjutkan langkah lagi dan mencoba mengabaikan teriakan Jiyeon yang meminta berhenti.
"Berhenti, Jeon Jungkook!" Jiyeon ikut bergegas mengimbangi langkah tegasnya. Berusaha mencekal pergelangan tangan kokoh pria itu. "Jungkook! Aku bilang berhen—"
"Apa?!" semburan keras itu menguar hingga Jiyeon berjengit dibuatnya. Refleks memegang dada lantaran diserang rasa kejut. "Aku ingin bertemu dengan Jinah, jadi apa urusanmu, huh?! Berhenti mencampuri urusanku karena hubungan kita tidak lebih dari suami istri yang terikat dengan perjodohan. Tidak ada cinta di dalamnya. Kau paham?"
Barangkali Jiyeon ingin menyangkal—memprotes atau melayangkan sanggahan atas bentuk kalimat Jungkook yang merasuki relung otaknya. Namun, Jiyeon hanya bisa menahan tutur katanya di kerongkongan. Kemudian tertelan lagi saat meneguk saliva kasar.
Jungkook lekas melangkah dinamis meninggalkan dirinya yang terpaku menatap punggung lebar itu tertutup daun pintu. Detik berikutnya tangis Jiyeon tumpah untuk kesekian kalinya. Jiyeon memukul dadanya keras lantaran sakit itu semakin menjadi-jadi. Nyeri itu menghantam lagi seperti hari-hari sebelumnya.
Tidak masalah jika Jungkook mengabaikannya, menganggapnya tidak ada, pun tidak membalas perasaannya.
Tapi, sangat masalah jika Jungkook lebih memprioritaskan wanita lain dibandingkan dirinya—yang secara sah menjadi istri pria itu tepat enam bulan yang lalu. Setidaknya Jungkook juga berusaha membuka hati barangkali secuil saja yang dipersembahkan untuk Jiyeon.
Lekas Jiyeon tergelak hambar disela tangis yang membasahi pipi. Harapan yang ia buat tidak akan pernah terkabulkan. Sebab, harapan itu hanya semu.
Jiyeon memang tidak akan pernah mendapatkan cinta seorang suaminya—Jeon Jungkook.[]
seagulltii
31 Desember 2019Hai, gaish. Aku datang bawa cerita baru buat kalian. Marriage life—fuhhh, berat nih kayaknya. Doakan aku lancar terus buat nyelesain book ini. Tentunya dengan komentar dan dukungan kalian untukku sebanyak-banyaknya^^
Berikan aku dan book baru ku cinta, ya(ᗒᗩᗕ)
Omong-omong, book Prisionero aku ga bakalan lanjut lagi karena aku udah mulai angsur-angsur bikin e-booknya. Harganya terjangkau, cuma 25k. Jadi, jangan lupa nabung buat order, ya. Soalnya, masih banyak teka-teki yang belum terungkap disana dan akan dikupas dalam bentuk e-book^^
Aku akan open PO secepatnya untuk kalian yang berminat.Dah, gitu aja. Maybe ini bakalan slow apdet, tapi jangan bosan nungguin aku apdet, oke? Thank you, love you^^ 💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence [M] ✓
FanfictionLove is blind. Saat Jiyeon mulai menyerah dengan cinta sepihak yang ia berikan untuk sang suami. Namun, yang ia dapatkan justru sebaliknya. Rasa sakit yang tiap hari menyerang tiada henti. Barangkali Jiyeon dicap sebagai wanita terbodoh di dunia seb...