point of destruction

11.5K 1.4K 1K
                                    

Sebelum dibaca, yuk jawab pertanyaan berikut. Aku mau bagi-bagi hadiah.

Pertanyaan :

1. "Ji" yang dimaksud Jungkook adalah....
A. Jinah
B. Jiyeon

2. Profesi Taehyung di cerita ini...
A. Dosen
B. Mahasiswa

Nah, yang betul dua2nya bakalan aku kasih e-book Prisionero gratis buat kalian yang ngejawab—khusus hari ini aja. Nanti bakalan aku notice komentar kalian yang bener, trus kalian kasih tahu aja aku alamat email aktif kalian. Aku langsung kirim e-booknya. Jangan lewatkan, ya^^

Selamat membaca>.<

Wanita itu masih saja terisak setelah mendengar racauan Jungkook yang menancap ulu hatinya. Jiyeon ingin pergi dari sana, ingin pergi sejauh mungkin lantaran sudah tak kuat lagi. Namun, tangan ringkih itu kini digenggam erat oleh tangan kekar yang masih saja betah memejamkan matanya. Jiyeon lantas membiarkan kendati isakannya terdengar semakin kencang. Ia tidak peduli lagi, Jiyeon akan memperlihatkan semua rasa sakitnya kepada Jungkook.

Dan Jiyeon sudah meyakinkan tekadnya.

Pria yang masih setia memejamkan mata itu, kini dahinya mulai mengerut. Pun disusul dengan kelopak mata yang terbuka perlahan lantaran ada sesuatu yang terdengar samar. Tangisan yang menganggu pejamannya.

Jungkook perlahan memutar kepala diiringi ringisan yang menguar dari bibirnya. Mata sayu itu menatap paras Jiyeon dengan wajah basah memerahnya. Dahi tegas itu sontak mengerut dalam, pun kesadarannya mulai pulih hampir keseluruhan.

Dengan pelan Jungkook mencoba untuk duduk tanpa melepaskan genggamannya dari tangan Jiyeon. Istrinya tak kunjung menghentikan tangisan, melainkan semakin deras.

"Ji—"

"Aku ingin kita berpisah secepatnya, Jungkook," merupakan satu sentilan telak bagi Jungkook yang lekas ditampar kesadaran amat kuat. Tubuh tegapnya terkesiap dalam duduk, pun menyimak lanjutan frasa Jiyeon, "Jangan membuat kita sama-sama saling menderita disini. Aku merelakan mu untuknya, dan biarkan aku pergi jauh," tangisan Jiyeon semakin kuat. "Biarkan aku mencari kebahagiaan ku sendiri, Jungkook."

"Jiyeon, apa maksudmu?" Jungkook mencoba menahan getaran dalam lantunan aksaranya. Nyatanya, nada berat itu terdengar tidak jantan lantaran bergetar di tiap kata yang meluncur. Keterkejutan Jungkook tak dapat dielakkan lagi lantaran ia baru saja terbangun dari pengaruh alkoholnya. "Kenapa—"

"Aku lelah, Jungkook. Aku lelah." Teriakan kepedihan Jiyeon menyela pembicaraan Jungkook. Semua yang akan ia utarakan terpaksa tertahan untuk beberapa saat di pangkal tenggorokan demi menyimak apa yang istrinya ucapkan. "Aku sudah lelah terus-menerus menangis, aku ingin pergi jauh darimu. Dan kau bisa menikmati kebahagiaan mu sendiri bersama kekasihmu. Aku merelakan kau pergi dengannya, Jungkook." Jiyeon menggeleng lemah. Perlahan mulai melepaskan tautan tangannya dengan sang dominan. "Dan tolong relakan aku pergi juga karena kita sama-sama menderita jika terus bersatu. Kumohon."

Jiyeon kemudian beranjak, dan itu menyentak Jungkook hingga ia terbangun pula dengan punggung yang ditegakkan tegap manakala sebelumnya lunglai lantaran staminanya belum pulih sama sekali.

Tubuh kecil itu ingin menarik diri dari kubangan penuh siksaan itu sebelum Jungkook berdiri menyentak tangan kecilnya.

"Ji! Aku tidak mengerti apa yang kau ucpakan," Jungkook bingung kenapa Jiyeon berlaku demikian. "Apa—apa yang sebenarnya terjadi?

Limerence [M] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang