point of complexity

11.3K 1.5K 361
                                    

"Jangan terlalu banyak beraktivitas, Jiyeon. Kau harus menjaga tubuhmu agar tetap fit setiap harinya," Mama menegur tegas Jiyeon. Lantas mengambil alih spatula yang dipegangnya. "Untuk beberapa hari ke depan, masalah sarapan ataupun makanan kalian biar Mama yang urus. Jiyeon istirahat saja. Mama akan menyewa beberapa pelayan untuk datang bekerja kemari."

Sejemang Jiyeon terkekeh lirih sembari mengusap tengkuknya canggung. Menggigit bibir bawah, lantas Jiyeon membalas, "Tidak apa. Jiyeon ingin membuatkan sarapan untuk Jungkook." Ia menjeda kalimat dengan mengambil nafas panjang. "Sedikit aktivitas itu juga baik untuk Jiyeon, Ma."

Menghela nafas, Mama mengangguk mengerti. "Mama tahu, tapi untuk hari ini biarkan Mama yang bekerja."

"Tapi—"

"Ji!"

Sontak susunan frasa Jiyeon tertahan di pangkal tenggorokan manakala seruan berat itu datang. Mengalihkan atensi Jiyeon untuk lekas melangkah keluar dari dapur dengan gegas.

"Ada apa?" Jiyeon mengintip sedikit melalui celah pintu kamar yang terbuka setengah. Masih meragu untuk mendekat. Pun dahinya mengerut ketika mendapati Jungkook yang kesulitan saat memasang dasi.

Berakhir dengan mendengus kasar, Jungkook menarik paksa dasi yang sudah melingkar di lehernya. Menoleh pada sang jelita yang tak kunjung masuk.

"Kenapa masih diam disana?" Suaranya menginterupsi, Jungkook menyipitkan netra seraya berkata, "Pasangkan aku dasi ini."

Jiyeon tidak mengerti kenapa ia harus terkejut dan berdebar-debar seperti ini. Langkah tungkainya bergerak apatis begitu menginjak marmer kamar setelah daun pintu di buka lebar. Dengan bibir yang di lipat ke dalam, ia mengikis jarak menuju tubuh kekar sang dominan.

Mengambil dasi yang Jungkook sodorkan, lantas Jiyeon mencoba bernafas teratur. Menelan ludahnya sebagai pengusir gugup. Jemari Jiyeon bergerak lembut saat memutari dasi itu agar melingkar di leher kekar Jungkook. Bahkan ia sempat menahan nafas manakala hembusan udara dari bibir Jungkook menyapu permukaan wajahnya.

Bau mint yang segar.

Jiyeon mencoba untuk fokus kendati sesekali merasa terganggu berkat tatapan Jungkook yang tak lepas dari parasnya. Berusaha untuk mengabaikan hal itu dan fokus pada kegiatan. Pun jantungnya semakin berpacu dengan hebat tatkala tanpa sengaja Jiyeon melihat jakun Jungkook bergerak naik-turun.

Tidak. A-aku harus bergerak cepat.

Jiyeon membatin dalam diam. Situasi ini sungguh membuat persendiannya lemas tak terkendali. Tatapan Jungkook membekukan segala sistem kerja tubuhnya. Jiyeon tak kuasa untuk menerima itu semua, maka dengan lincah ia bergerak memasang sampul dasi sang pria.

Hembusan nafas leganya untuk beberapa saat kemudian mengudara lepas. Dengan riang Jiyeon berujar, "S-sudah selesai." Refleks bertepuk tangan pelan sebelum kedua tangannya yang mengatup di genggam erat oleh tangan besar Jungkook nan hangat.

Terlonjak, lantas Jiyeon mengangkat wajah. Irisnya beradu pandang dengan netra hitam legam Jungkook yang tajam. Pun Jiyeon dibuat berdebar untuk kesekian kalinya hanya karena sorotan itu saja.

Jungkook diam, menyelami iris kecoklatan cerah Jiyeon yang menjeratnya. Perlahan mengikis jarak yang tersisa. Mengabaikan sorot wajah Jiyeon yang terkejut akan geraknya tiba-tiba.

Merasa tak tahan sebab Jiyeon selalu menggigit material mungil menggoda itu. Jungkook adalah pria normal seperti umumnya. Akan tergoda lantaran Jiyeon bertindak demikian.

Lantas Jiyeon memejamkan matanya dengan erat saat bibir Jungkook berhasil menyapu permukaan bibirnya. Semula bergerak lembut dengan ritme teratur. Namun, lambat laun Jungkook bergerak liar. Meraup rakus bibirnya sampai-sampai Jiyeon kewalahan untuk mengimbangi. Sebelah tangannya yang lain menahan tengkuk Jiyeon guna memperdalam ciuman.

Limerence [M] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang