Pandangannya hanya terpaku ke depan dengan liquid bening yang terus mengalir tiada henti. Tanpa isakan disana, mengucur mulus pada epidermis pipinya. Jiyeon lantas ternengadah, menatap hamparan langit yang luas dengan maniknya yang berair. Pun lama-kelamaan memburam berkat ingatan menyakitkan itu yang lagi-lagi hadir.
Jemarinya dengan kasar menyeka air mata yang baru saja merembes. Memutuskan untuk berhenti di taman sembari menenangkan diri adalah opsi terbaik sebelum mama melihat keadaannya yang pulang dalam kondisi kacau-balau. Masalah akan lebih besar lagi nantinya. Dan Jiyeon tidak ingin memperumit keadaan.
Dengan lembut, ia mengusap perutnya. Bergumam dengan nada lirih, "Bagaimana ini, Sayang? Apa yang harus Mama lakukan?" Bahunya mulai bergetar, pun Jiyeon menahan isakan dengan mengulum bibir kuat. "Bertahanlah, ya. Mama akan tetap menjagamu."
Naluri seorang ibu pun muncul, Jiyeon mencoba mengajak buah hatinya untuk berbicara. Berbagi penderitaan yang ia alami. Pun irisnya kembali memanas saat ingatan itu hadir lagi. Tak dapat dipungkiri jika pemandangan sebelumnya sangat menyakitkan sekali. Jiyeon berpikir jika Jungkook sangat egois. Memintanya untuk berhenti berhubungan dengan Taehyung sementara ia sendiri bermesraan dengan kekasihnya.
Tangisan Jiyeon kembali terdengar keras di tengah kesepiannya. Lantas, ia memukul dadanya dengan kuat. "Sakit, sakit, sakit." Terus bergumam dengan mata terpejam erat.
Sebagai seorang istri, Jiyeon merasa cemburu lantaran melihat suaminya bermesraan dengan gadis lain. Kendati hanya Jiyeon seorang yang mencinta, setidaknya Jungkook dapat menghargai cintanya.
"Jangan buat aku membencimu, Jungkook."
Kepalan tangannya kembali memukul lebih kuat. Merutuki segala takdir pilu yang ia terima, pun kebodohannya.
Pukulannya semakin keras lantaran sesak kian membara, sebelum tangan kekar menghentikan pergerakan Jiyeon. Terhenyak, lekas Jiyeon mengangkat wajah perlahan. Bibirnya ditekuk ke bawah, berusaha untuk berucap disela isakan hebatnya.
"T-Taehyung ..." Jiyeon kembali terisak. Bibirnya bergetar saat berungkap, "Kenapa dunia begitu tidak adil untukku?" Ia bernada lirih sembari terus memaku pandangan pada manik teduh Taehyung.
Lantas kedua tangannya pun menutup wajah guna meredam tangisan yang sukses pecah ruah. Kini Jiyeon mengeluarkan segala pesakitannya yang tak tertahankan. Nafas yang tercekat berkat isakan yang semakin hebat.
Jiyeon tak membalas manakala sebuah pelukan hangat nan erat mengitari tubuh mungilnya yang bergetar.
"Kita pulang," bisikan pelan itu masuk dengan pelan, menghantam gendang telinganya.
Bisikan yang tidak lain lagi terdengar. Jiyeon lantas tercekat, sontak menghentikan tangis dalam rengkuhan. Pun memundurkan tubuh bersamaan dengan raut wajahnya yang terkejut luar biasa.
"J-jungkook?"
Manik hitam Jiyeon lantas bertemu pandang dengan iris kelabu Jungkook. Jantungnya berdegup tidak beraturan. Ini Jungkook, bukan Taehyung. Lantas mengingat-ingat jika bayangan Taehyung sempat hadir dalam benaknya disaat ia benar-benar terpuruk.
Lekas Jungkook merangkul tubuh kecil istrinya, menopang agar segera berdiri. Jiyeon masih menatap kosong dengan sisa isakan kecil yang terdengar. Maniknya tak berkedip sama sekali sebab sibuk mengatur isi pikirannya yang kacau.
Bibir itu hanya diam begitu Jungkook mengiring langkahnya memasuki mobil. Jiyeon memilih membuang pandangan dengan menatap hamparan jalanan dan gedung-gedung tinggi melalui kaca mobil. Enggan rasanya ketika manik itu dihiasi dengan figur Jungkook. Jiyeon mulai merasa muak.
Sesekali air matanya akan mengalir dengan sendirinya, pun dengan cepat Jiyeon menghapus lelehan itu. Hanya kesenyapan yang mengisi perjalanan mereka hingga pulang ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence [M] ✓
FanficLove is blind. Saat Jiyeon mulai menyerah dengan cinta sepihak yang ia berikan untuk sang suami. Namun, yang ia dapatkan justru sebaliknya. Rasa sakit yang tiap hari menyerang tiada henti. Barangkali Jiyeon dicap sebagai wanita terbodoh di dunia seb...