slave to love

12.4K 1.4K 562
                                    

Hembusan nafas itu masih teratur sebelum pantulan cahaya matahari membuat kelopak mata itu bergerak-gerak kecil. Merasa bunga tidurnya terganggu, Jiyeon membuka katup matanya pelan. Memperlihatkan obsidian cerah itu pada alam. Sejemang merintih pelan lantaran pegal menyerang, lekas ia mengerjap-ngerjap terkesiap.

Jiyeon menghela nafas kecil dengan pandangan ke atas langit-langit kamar, kemudian menoleh ke samping. Mendapati tubuh kekar sang suami yang berbalutkan selimut tengah tertidur lelap. Senyum tipis sontak tercipta dari bibir ranumnya.

Menggeliat pelan, Jiyeon beringsut rendah tanpa menimbulkan suara sebab tak ingin membangunkan sang dominan yang semalam menggempurnya gagah. Berhati-hati manakala mendudukkan diri di bibir ranjang seraya memijit sebelah kepalanya. Pening begitu menghantam cepat hingga Jiyeon meringis kecil.

Baru saja ingin bangkit untuk membersihkan diri, gerakannya total terhenti berkat dering ponsel Jungkook yang berbunyi di atas nakas. Jiyeon lekas melirik sang suami yang tidak bergeming sama sekali. Pun ia menilik siapa yang menghubungi Jungkook di pagi ini, menemukan satu nama yang sukses melunturkan senyumnya segera.

Jiyeon terpaku dalam duduk ketika nama Jinah tertera di ponsel Jungkook. Pun Jiyeon memejam mencoba mengusir rasa sesak lantaran mendapati foto Jungkook dan Jinah tengah bertelanjang dibalutkan selimut tampil di layar penghubung. Seperti habis bercinta, hanya itu tujuan dari pikiran negatif Jiyeon.

Bayangan dirinya dan Jungkook bercinta semalam penuh damba melebur hancur menjadi kepingan-kepingan yang tidak berarti dan lenyap dari pandangan. Tak meninggalkan bekas barang secuil untuk menjadi petunjuk agar ditemukan.

Lantas Jiyeon diam, membiarkan deringnya habis tanpa mengangkat. Menilik Jungkook melalui sudut matanya yang masih betah untuk terlelap, merasa tidak terganggu sama sekali. Deringnya terhenti, Jiyeon menghembuskan nafas berat. Berjalan tertatih-tatih mengambil pakaiannya yang berserakan dan menggunakannya dengan lambat lantaran pegal membuatnya kesulitan. Tungkainya bergerak hati-hati menuju kamar mandi sebelum terkesiap berkat ponsel Jungkook yang lagi-lagi berbunyi.

Menggigit sudut bibirnya guna menahan getaran hati yang dihantam sakit, Jiyeon bergerak mendekat pada sang suami. Menggeleng kuat secepat mungkin untuk menghilangkan sakit yang meradang di benak.

"Jungkook .. Jung .. " tangan mungil Jiyeon menggerakkan ragu lengan Jungkook pelan. Lantas membuang pandangan saat Jungkook melihatnya dengan mata sayu sehabis tidur. "Bangunlah, ponselmu berbunyi, siapa tahu itu penting," balas Jiyeon dengan suara seraknya.

Jiyeon merasakan kedua netranya memanas dengan cepat, lekas membalikkan badan dan meredam isakan dengan membungkam bibir. Berjalan tertatih-tatih dengan perasaan hancur sembari menahan sakit di pangkal pahanya. Pengalaman kedua kali bagi Jiyeon tentu saja rasa sakitnya masih membekas. Ngilu yang tak tertahankan membuat isakan Jiyeon meluncur lepas kendati telah diredam.

Setelah kesadaran Jungkook benar-benar pulih berkat isakan itu, ia total terhenyak. Terduduk cepat sembari memandangi lekat punggung kecil itu yang bergerak masuk ke dalam kamar mandi dengan bahu bergetar. Kemudian hilang dari pandangan. Setelahnya tangisan Jiyeon yang terdengar dari dalam sana menusuk sanubari Jungkook hingga dadanya sesak. Darah Jungkook total berdesir.

Lantas Jungkook mengusap kedua wajahnya kasar dengan perasaan resah. Merampas kasar ponsel di atas nakas dengan gigi yang mengetat kuat. Menciptakan decakan jengah dari bibirnya sembari merotasikan bola mata malas lantaran menemukan nama Jinah sebagai pengacau pagi.

"Apa?" Aksen beratnya terdengar ketus.

"Jungkook, kau tidak jadi kemari dan menemaniku?" Suara rendah Jinah semakin membuat kepala Jungkook sakit. "Bahkan kau semalam tidak jadi menginap di sini," tuturnya lanjut.

Limerence [M] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang