Tungkainya melangkah lebar dengan kecepatan sedang, sesekali berlari kecil di sela langkahnya yang terasa lambat. Menyusuri lorong sepi itu, apatis saat berpapasan dengan beberapa orang yang melirik kecil eksistensinya.
Begitu sampai di tempat tujuan, kakinya berhenti bergerak. Masuk begitu saja setelah menekan digit angka apartemen yang di tuju. Menerobos, lekas maniknya berpendar dan terhenti pada satu titik. Tubuhnya bergerak mengikis jarak pada esensi itu. Dengan perasaan rindu yang tak tertahankan ia meringsek, menyambar dengan sebuah pelukan erat.
"J-jung—"
"Aku merindukanmu, Jinah." Jungkook berucap lirih, semakin merengkuh sang pujaan dan membenamkan wajahnya pada perpotongan leher si gadis. "Maaf aku meninggalkan mu beberapa hari ini."
Lekas Jinah mengulas senyum kecut di balik punggung kokoh itu. Mengangguk kecil tanpa balasan frasa, ia hanya balas merengkuh prianya.
Memang benar, beberapa hari terakhir Jungkook jarang mengunjunginya. Tak ada kabar dari sang pria, hanya Jinah yang merindu. Pikirnya, Jungkook sama sekali tidak merasakan hal itu. Sebab, puluhan panggilan dan pesannya terabaikan. Tiada balasan sama sekali. Pun semangat Jinah surut sudah, maka ia memutuskan berhenti saat benar-benar berada dalam titik terpuruk.
Ternyata dugaannya salah, Jungkook juga sama merindunya. Jinah pikir perasaan rindunya tak terbalaskan sama sekali lantaran Jungkook punya kewajiban lain.
"Maafkan aku," lagi, Jungkook kembali berujar sama. Melepas pelan rengkuhan tanpa menjauhkan tubuh mereka yang beradu. Jungkook menatap teduh manik Jinah, "Mau keluar bersamaku?"
"Tidak," menggeleng pelan, Jinah kembali memeluk tubuh kekarnya. Menenggelamkan wajah ke dalam dada bidang ternyaman yang ia suka. "Aku ingin bersamamu saja," sahutnya rendah.
Kekehan kecil Jungkook terdengar merdu merasuki gendang telinga Jinah, pun bibirnya mengulas senyum asimetris dengan perasaan bahagia yang tak terbendung lagi.
"Kau meninggalkan istrimu?" Rasa penasaran membuat Jinah bertanya demikian. Sebab ia yakin, kesibukan Jungkook semua bermula dari istrinya yang kini tengah hamil. Ada perasaan sesak kala ia mengutarakan kalimatnya.
Menghela nafas pelan, entah kenapa Jungkook merasa pernapasannya berat saat mendengar untaian frasa Jinah. Lantas ia memejam, berungkap tenang, "Jiyeon sedang tidur saat aku datang kemari. Aku mampir ke tempat mu sebelum benar-benar pergi ke kantor," ia menjeda seraya menjilati bibir bawahnya yang kering. "Kehamilannya yang memasuki bulan kedua membuat Jiyeon terus kelelahan."
"Kalau begitu kau sebagai suami harus ekstra menjaganya," bukan apa, dibalik penuturannya sudut bibir Jinah tertarik ke atas sedikit. Entah menyindir siapa, namun dengan mendengar itu saja sukses membuat tubuh Jungkook kaku total. Menyadari itu, ia melanjut, "Itupun jika kau mau."
"Aku lelah, aku ingin bertemu denganmu," balas Jungkook cepat. Mencium beberapa kali puncak kepala si gadis yang di damba.
Jinah hanya tertawa pelan. Tangannya bergerak meraba dada bidang sang pria, terus naik hingga mengelus rahang tegas Jungkook dengan ritme sensual. Pun Jungkook dibuat terpejam sembari menikmati sensasi menggelitik yang menyelimutinya.
"Jika tidak ingin keluar, aku harus ke kantor lagi," sahut Jungkook di sela kegiatan mereka. "Ada pekerjaan yang belum ku selesaikan, Sayang." Jungkook menarik lembut tengkuk sang pujaan, melumat lembut bibir ranum candunya, "Aku akan kembali nanti malam, Jinah."
"Kali ini kau berjanji?" Jinah mendongak dengan maniknya yang berbinar. Sedikit mematri senyum miring nan tipis, sebab merasa kurang yakin dengan prianya.
Jungkook mengangguk afirmatif, mengecup singkat dahi sang gadis. "Aku janji."
Setelah berkata begitu, Jungkook segera memutar tubuh. Berhenti sejemang pada ambang pintu, melambaikan tangan pelan sebagai ucapan perpisahan satu kali lagi sebelum tubuh kekarnya benar-benar menghilang dari netra Jinah. Meninggalkannya seorang diri dengan manik yang memburam sebab lagi-lagi harus menahan rasa rindunya dengan kesendirian tak berarti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence [M] ✓
ФанфикLove is blind. Saat Jiyeon mulai menyerah dengan cinta sepihak yang ia berikan untuk sang suami. Namun, yang ia dapatkan justru sebaliknya. Rasa sakit yang tiap hari menyerang tiada henti. Barangkali Jiyeon dicap sebagai wanita terbodoh di dunia seb...