ruber rosis

15.9K 1.3K 405
                                    

Aku mau ngucapin selamat buat kalian yang bener jawabannya kemarin. Udah pada dapet e-booknya 'kan? Semoga kalian suka, ya><
Buat yang belum bener, semoga lain waktu kalian lebih beruntung lagi, ya. Jangan berkecil hati, mending kalian ngehalu dulu yuk, bareng aku.
Oke?

Selamat membaca~


Kecapan menulikan indera pendengaran mereka yang sibuk bergulat mencari kenikmatan dan titik kepuasan hingga ambang batas datang. Pelukan hangat, serta tarikan lembut pada surai kehitaman sang pria dimana jemari lentiknya merasa nyaman berlabuh disana. Singgah untuk memberi usapan dan tarikan kecil yang sensual.

Tangan mungil satunya lagi mulai bergerak turun berhenti di dada bidang itu, mendorong pelan guna menghentikan tindak tanduk keganasan prianya. Menghela nafas kecil, lantas mendongak demi meraup pasokan oksigen yang terasa menipis di paru-paru.

"S-sudah cukup," bisikannya terdengar lirih

Kedua belah pipi wanitanya merona merah merekah mengundang senyum miring dari bibir sang pria. Kecupannya lantas beralih ke puncak hidung bangir yang di dambakan, mengecup lama disana. Kembali sang pria merengkuh tubuh mungil di bawahnya dengan penuh kehangatan.

Terkekeh kecil, ia berujar lirih, "Kenapa kau begitu keras kepala? Tch," Jungkook mendecih sejemang sebelum memberikan jitakan pelan di dahi wanitanya. "Dasar bodoh," umpatnya, hingga sang lawan bicara mengerucutkan bibir sebal. "Aku sudah katakan, bukan? Aku memilih mu. Itu artinya aku sudah melepaskan Jinah," ungkapnya lanjut sembari mengusap dahi Jiyeon. "Shin Jinah, aku melepaskannya."

Jiyeon termangu dalam menelisik jauh bola mata Jungkook yang menggambarkan kejujuran di sana. Menggigit bibir bawahnya sembari mengalihkan pandangan kemana saja. Sebab, netra Jungkook benar-benar membiusnya hanya dalam sekejap sehingga bertutur kata pun terasa sulit.

"Hei, kau dengar?" panggil Jungkook lagi. Membawa wajah kecil itu menghadap ke arahnya. Mengangkat sepasang alis saat menemukan raut muka Jiyeon yang berubah masam.

"Aku tidak mengetahui akan hal itu," renggutnya dengan aksen rendah. "Lagipula, aku mendengarmu dengan jelas ketika kau mengigaukan namanya." Jiyeon seolah menceburkan dirinya jatuh ke dasar jurang paling bawah lantaran berungkap begitu. Meneguk saliva kasar dengan paksa, ia melanjutkan, "Kau bilang mencintainya," sahutnya lirih.

"Itu benar. Tapi, itu untukmu."

Dada Jiyeon seolah digelitiki ribuan kupu-kupu yang berterbangan disana. Dilambungkan setinggi mungkin hingga nyaris mencapai cakrawala. Menahan nafas, lekas Jiyeon membuang muka dengan perasaan berseri-seri manakala figur Jungkook terlihat serius.

Tangan kekar yang berada di pinggul ramping itu kini menariknya mendekat hingga Jiyeon dibuat terpekik. Pun pinggul mereka saling menyatu hingga menciptakan posisi intim yang sesekali terjadi.

"Kau terlihat seperti orang bodoh yang meneriakiku sebelumnya," Jungkook memiringkan kepala, kemudian berujar jenaka dengan satu sudut bibir yang terangkat. "Kau mengataiku bodoh, idiot, dan dungu. Tapi aku senang karena kau yang mengucapkannya," senyuman lebar Jungkook terbit bagaikan hadiah terindah untuk Jiyeon manakala sebelumnya pria itu bersikap bengis.

Tetap setia bungkam, Jungkook semakin melebarkan senyum. Mengikis jarak wajah mereka dan berbisik di depan bibir ranum sang istri yang menjadi candu untuknya—layaknya morfin.

"Jadi, kau memaafkanku?" ujar Jungkook dengan bisikan serak. Menghantarkan aliran listrik dengan arus cepat disekujur tubuh Jiyeon hingga darahnya berdesir total.

Limerence [M] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang