Malam ini gangguan itu tidak ada lagi. Tidak seperti malam-malam sebelumnya. Jadi pagi ini Aku sungguh sangat bersyukur kepada Allah swt. Tapi ada hal yang sangat menggangguku, perasaan yang seharusnya belum waktunya, tapi mengapa aku harus menanggungnya. Dam Ibu mengetahui perubahan yang aku alami. Setiap ada kesempatan berdua, ibu selalu menanyakan keadaanku, bahkan menanyakan tentang perasaanku terhadap lawan jenis.
Aku hanya menunduk tak tahu harus menjawab apa. Karena memang untuk sementara ini, aku tak punya jawaban untuk pertanyaan itu. Ketika aku diam, ibu tersenyum sembari mengelus jilbabku. Sementara itu, dari depan sembari mengelap motor Harlay-nya, ayah menyahut, "Kadang Cinta itu sangat sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata, hanya dapat dirasakan. Dan dapat membuat seseorang hilang akal pikirnya."
"Seperti ibumu dulu Din, saat jatuh cinta pada ayah," kata ayah menutup kalimat terakhir.
Wajah ibu langsung memerah, "Tapi pada akhirnya, ayah yang nembak duluan Din, padahal kakek kamu itu sudah menyiapkan calon untuk ibu."
"Iya, itu memang benar. Seandainya ayah lambat sedikit, mungkin kami tak punya anak yang bernama Andini Putri Wijaya Lan Diana," sahut ayah.
Ibu mengangguk-ngangguk, "ini juga berkat bantuan Mas Deni!!"
"Iya juga sich! pada akhirnya kita juga tahu kalau mas Deni-mu itu suka denganmu," kata ayah duduk di kursi teras sambil nyeruput kopi, "Oh ya ngomong-ngomong, dimana sekarang mas Deni sayang?"
"Terakhir yang saya dengar, mas Deni sekarang di Kalimantan, dan anak satu satunya sudah menjadi anggota TNI," jawab ibu santai.
Mendengar dan melihat percakapan ayah dan ibu, hatiku berbunga-bunga. Bagaimana tidak? Lama sudah kurasakan kesendirian, tanpa belaian kasih sayang ayah dan ibu sejak mereka sibuk masing-masing.
Alhamdulillah doaku didengar, ingin rasanya saat saat seperti ini dapat aku rasakan selamanya. Namun esok pagi ayah akan berangkat ke Jakarta dan ke timur Tengah sebagai pasukan perdamaian PBB.
***
Malam ini adalah malam terakhir ayah bersama kami. Esok pagi sudah harus berangkat ke Jakarta, jadi malam ingin kami habiskan bersama di Pasar Malam.
Sudah lama kami tak pergi ke pasar malam bersama, Terakhir kami ke pasar saat aku masuk baru SMP. Setelah itu tidak pernah lagi kami ke pasar malam.
Pasar malam dari tempat tinggal kami jaraknya lumayan jauh, karena terletak pas di jalur dua depan sekolah. Dulu pernah sich, aku mengutarakan untuk pindah rumah ke kota. Namun alasanku tak membuat ayah dan ibu bergeming. Jadi keinginanku untuk pindah hingga saat ini tidak pernah terpenuhi.
"Ayo berangkat!" Ajak ayah agar segera naik mobil.
Kami naik, ibu duduk di depan disamping ayah. Seperti biasa saya duduk di kursi tengah.
Lajut mobil slow di atas aspal hitam. Ayah dan ibu sibuk bercerita tentang ke berangkatan ayah besok, sementara aku hanya diam menyimak mereka bercerita. Hingga akhirnya kami sampai di pasar malam.
Baru saja keluar dari mobil dan berjalan kaki beberapa langkah. Terdengar suara panggilan yang bersemangat berulang kali.
"Putri.. Kahyangan..!"
"Putri....!"
"Kahyangan....!"
"Siapa sich?" Tanyaku menengok ke kanan dan ke kiri. Dan astaga Frendy Felix, sontak aku langsung sembunyi dibalik tubuh besar ayah.
"Ehh kok malah sembunyi sich din!" Ibu berseru.
"Mungkin dia bu, yang buat anak kita kesengsem!" Sahut ayah membuat kesal mencubit pinggangnya.
"Tidak mungkin lah ayah aku suka sama Frendy," jawabku kesal. "Saya sama Frendy hanya berteman tidak kurang tidak lebih. Lagian juga pacaran dalam Islam kan enggak ada."
"Oh Frendy ya namanya," seru ayah dan ibu bersamaan.
Tiba tiba suara Frendy semakin mendekat, "Iya om, tante namaku Frendy Felix insya Allah calon suaminya putri Kahyangan."
"Maksudmu?" Tanya ayah tak mengerti.
Akupun juga langsung menyahut, "Iya Apa maksudmu berkata seperti itu."
Tanpa malu-malu Frendy Felix langsung mengutarakan perasaannya, "Aku suka sama Andini om, nanti kalau lulus aku mau langsung menikahinya. Ya walaupun aku hanya seorang penjual pakaian, tapi cintaku tulus padanya."
Hampir semua pasang mata yang ada di pasar malam menghentikan kegiatannya, dan memperhatikan dengan seksama. Menunggu respon baik dari kami, bahkan ada yang mulai berteriak "terima".
Diikuti oleh suara lainnya, "Terima... terima... terima..!"
Rasa malu bercampur benci memenuhi rongga jantungku. Ingin rasanya kurobek-robek mukaku. Bisa-bisanya di tempat seperti ini, dihadapan kedua orangtuaku Frendy dengan gamblang mengutarakan rasa cintanya kepadaku. Sungguh gila dia-kan, dan aku tak bisa berkata sepatah katapun. Entah mengapa tiba-tiba lidah ini menjadi keluh.
Sementara ibu hanya senyam-senyum saja, tak mengetahui penderitaan yang aku alami saat ini.Ayah tiba-tiba langsung mengangkat kepalan tangannya, sontak semua orang terdiam. Frendy langsung memerah mukanya, sepertinya dia mulai gentar melihat wajah ayahku yang serius.
"Cinta dan pernikahan itu bukanlah mainan yang dengan mudahnya bisa diucapkan, apalagi bocah sekolahan sepertimu," meluncurkan mukaddimah pamungkas ayah membuat siapasaja susah menelan ludah. "Cinta itu suci, pernikahan itu komitmen. Kau punya cinta yang suci, namun tak punya komitmen. Maka hancurlah pernikahan itu. Kau mau menikah, namun cintamu tak suci alias palsu dan permainan semata. Maka pernikahanmu hanya khayalan."
Setelah mengucapkan beberapa kata pamungkas, ayah menggenggam tangan kami, dan berlalu begitu saja. Sembari berjalan beriringan, kusempatkan diriku menengok ke belakang. Ia drop, boneka dan bunga yang dipegang, ia lepaskan. Dugaanku, bunga dan boneka itu pasti mau diberikan untuk diriku.
Beberapa penjual mengerumuni, dan memberi semangat padanya. Dibalik itu semua hatiku lega, untuk sementara penderitaanku hilang. Mudah-mudahan esok hari, si Frendy tak menggangguku lagi.
Setelah belanja beberapa barang, kami berniat untuk langsung pulang. Tapi ada ternyata ada suara Dewi memanggilku, "Putri Kahyangan...!"
Dewi sahabat baikku juga adalah seorang penjual di pasar malam. Aku salut padanya, Ia yang hanya anak semata wayang seperti diriku, dengan sekuat tenaga membantu orangtuanya untuk berjualan.
Usai bercerita lama, akhirnya kami pamit. Apalagi semua penjual juga sudah mulai memunguti jualannya.
☺😊Hey guys generasi milenial
Setelah membaca jangan lupa berikan vote, komen dan bagikan.!!
Vote komen dan bagikan itu gratis loh, tdk dipungut biaya..!!
Nantikan cerita selanjutnya..☺😀

KAMU SEDANG MEMBACA
Salahkah Aku Mencintaimu (Guruku)
Teen FictionPenampakan sesosok laki laki tinggi, kurus, sederhana tapi menawan membuat Andini salah tingkah. Pertemuan itu membuatnya berpikir keras untuk menghilangkan bayangan laki-laki itu....!