Bagian IX Takdir Di Tangan Allah

67 7 0
                                    

Guyuran hujan pun semakin deras, guntur bersaut-sautan memekakkan telinga. Pak Sifada limbung mendapatkan pukulan dan tendangan. Tawa meraksasa dari ketiga pria bertopeng tersebut, mereka sangat menikmatinya. Sementara aku dan ibu menangis histeris.

"Waktunya telah tiba," Laki-laki yang paling besar berkata sangat angkuhnya kepada kami, "Tugas malaikat malam ini adalah mencabut nyawa kalian!"

Ibu berdiri seraya berteriak, "Kau bukan Tuhan, jadi jangan berkata seolah olah kau adalah Tuhan."

"Siapa yang mengaku Tuhan?" Tanya sembari tertawa bengis ketiganya. "Tapi pahlawan kalian sudah gugur!"

"Betapa hatiku takkan pilu
Telah gugur pahlawanku
Betapa hatiku takkan sedih
Hamba ditinggal sendiri" Salah seorang dari mereka sayup-sayup menyanyikan lagu gugur bunga untuk mengejek kami.

Yang ikut menyahut, "
Telah gugur pahlawanku
Tunai sudah janji bakti
Gugur satu tumbuh sribu
Tanah air jaya sakti."

"Bodoh lho," Laki-laki yang besar memukulnya, "itukan reff-nya, masih ada satu bagian lagi. Reff-nya itu bagianku bodoh."

"Iya nich... Bodoh banget sich kamu!" Sahut temannya yang lain.

"Iya boss, maafken saya!"

Sementara mereka asyik berbicara hal-hal yang tidak penting, tanpa kami sadari pak Sifada bangun dan melemparkan parang yang ada ditangannya tepat mengenai perut salah satu dari mereka. Hal itu Lumayan membuat kami terkejut, karena kami pikir pak Sifada telah terbunuh oleh mereka.

"Aduh aduh aduh.... Mati aku bosss," Teriak laki-laki bertopeng tinggi kurus setelah terkena lemparan parang pak Sifada. Namun ternyata setelah di cek tidak mengeluarkan darah, karena yang mengenai perutnya adalah punggung parang.

"Alhamdulillah syukur lah aku tidak apa-apa," Laki-laki mengusap dadanya.

Pak Sifada menyeringai, "Kalian pikir, semudah itu membunuhku. Kalian tidak akan bisa membunuhku, kecuali takdir Tuhan berkehendak hari ini aku mati karena kalian."

"Banyak bacot kau, bunuh dia! " Teriak laki-laki yang paling besar diantara mereka.

"Baik bos," Serentak mereka langsung menyerang.

Kali ini pak Sifada tengah tenang menghadapi mereka, dengan mudahnya menghindari serangan. Bahkan beberapa kali pukulan dan tendang nya mengenai perut, tengkuk dan muka kedua laki-laki bertopeng tersebut. Mereka memekik kesakitan, sementara bos mereka mendatangi kami.

"Enak ya duduk duduk santai," Katanya menyeringai. Tanpa tading aling-aling dia langsung menyerang kami berdua, siap tidak siap kami harus siap menghadapinya.

Seperti kerasukan syetan, laki-laki itu menghajar kami berdua hingga babak belur. Berkali-kali kami melakukan perlawanan, namun seperti tidak ada artinya. Bahkan dia berhasil mencekik kami berdua di atas tanah berlumpur dengan tangan besarnya. Hingga nafas kami tersengal-sengal hampir mati.

Ya Allah tubuhku merasakan gaya gravitasi yang sangat kuat, Leherku yang tercekik terasa sakit. Nyeri yang luar biasa menjalar ke tengkuk dan dada ini. Dan Mataku seakan akan muntah dari tengkorak kepala dan terasa perih karena tekanan yang sangat luarbiasa.

Kutengok wajah ibu, terlihat berwarna ungu kemerahan. Busa halus dan liur terlihat keluar dari sudut bibirnya. Apakah ini akhir dari hidup kami ya Allah! Ayah maafkanlah aku karena sampai dalam detik ini aku selalu mengecewakanmu. Saat semuanya terlihat samar, tak sengaja tanganku menyentuh sepotong kayu tajam.

Dengan sekuat tenaga aku tusukkan ke mata kanannya. Darah mengucur deras dari matanya mengenai mukaku, dia meraung keras kesakitan. Dia merontah-rontah dan melepaskan cengkraman kedua tangannya dari leher kami. Untuk beberapa saat kami dapat menghirup udara.

Demi menyelamatkan dirinya dari keadaan yang tidak menguntungkan, dia lari jatuh bangun diikuti oleh kedua anggotanya.

Pak Sifada datang menghampiri kami, "Ibu tidak apa-apa? Andin?"

"Alhamdulillah," Jawabku singkat, Ibu hanya bisa menggeleng. Sungguh nyaris saja nyawa kami melayang, jika bukan karena pertolongan Allah. Mungkin sudah lama aku tak bertemu dengan pak Sifada yang sangat kukagumi.

***

Hangat nya matahari pagi, membangunkanku dari tidur yang melelahkan. Ternyata perawat cantik yang membuka gorden, ia tersenyum lalu berkata, "Ehh adik cantik sudah bangun, maaf yang jika aku membangun adik. Kalau ingin, saya akan tutup kembali gorden nya dik..!"

Aku menggelengkan kepala, ia tersenyum lagi, "ya sudah, nanti kalau butuh apa-apa adik bisa langsung tekan tombol yang ada di tembok dekat kepala adik."

Aku hanya bisa menganggukkan kepala walau masih terasa pening. Perawat cantik itu kemudian berlalu begitu menyampaikan hal itu.

Fix! hari ini kami masuk rumah sakit. Ibu dan aku dirawat diruang yang sama, ini semua atas permintaan pak Sifada. Pak Sifada dengan sabar menunggui kami. Nasib sudah menjadi bubur, untuk kedua kalinya aku masuk rumah sakit. Tapi ada 2 hal yang membuat ku merasa aneh! Mengapa mereka berniat sekali membunuh? dan yang paling aneh lagi mengapa para pembunuh itu mengenal pak Sifada?

Ah entahlah! Memikirkannya saja membuat pusing. Sekarang yang paling penting kami selamat dan pak Sifada berada disini menemani. Kasian pak Sifada sudah berjuang keras, dan sekarang ia tertidur dengan manisnya🥰. Upss mikir apa sich aku ini?🙄

Mungkin kalau bisa dilihat atau berkaca sekarang, pipiku ini merah seperti tomat. Tiba-tiba aku dikejutkan ibu, tangannya meraih tanganku. Ia tersenyum walaupun sedikit dipaksakan. Sepertinya ibu memperhatikan dan memahami perasaanku. Aauuuhhh... Aku jadi semakin malu ya Allah.

Ibu berusaha berbicara, tapi suaranya serak. Tapi tak terdengar seperti kata-kata. Tiba-tiba pak Sifada terbangun, lalu mendekati kami. Memandang dengan pandangan iba.

"InsyaAllah Andin dan ibu akan segera sembuh, dan tidak usah mengkhawatir kan apapun," Katanya berbinar-binar. "Semuanya sudah saya urus, termasuk persoalan izin sekolahnya Andin."

"Ibu tidak tahu harus membalas kebaikan bapak dengan apa," Kata ibu terharu. "Andaikan Andini sudah cukup dewasa, ibu tidak keberatan menjodohkan kalian."

Cetarrr.....!! seperti tersambar petir ⚡ di siang bolong. Betapa terkejut dan malunya aku mendengar perkataan ibu, entah apa yang dipikirkan ibu sampai keluar kata kata seperti itu. Ya Allah malunya aku...!!! Aku sampai tidak bisa menegakkan pandangan, hanya untuk sekedar melihatnya.

"Ibu tidak perlu khawatir, Allah sudah mengatur jodoh kita masing-masing," Katanya halus, "Yang terpenting sekarang ibu dan Andin segera sembuh!"

Duh jawaban yang sangat tepat. Nafasku yang sempat kutahan, kini dapat bebas keluar masuk dari alat pernapasanku. Tapi tetap ku tegakkan kepalaku, aku terlampau malu untuk menatapnya.

Ibu kulihat tersenyum menyungging, lalu memburu dengan pertanyaan, "Tapi apakah bapak tidak mau menjadi menantunya ibu?"

Astaghfirullah...!! apalagi yang dikatakan lagi ibu. Mengapa sich terus menyudutkan pak Sifada dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Membuat suasana menjadi riskan. Kalau ada ayah, tidak mungkin ibu Berkata-kata seperti itu.

Pak Sifada tetap tenang, lalu berujar, "Siapa sich yang tidak mau menjadi menantu ibu? Hanya saja Takdir di Tangan Allah bu, dan semua dapat berubah sesuai dengan kehendakNya. apalagi Andin masih sangat muda sekali, dan yang paling terpenting adalah pendidikannya Andin."

Ibu memegang tanganku sembari tersenyum. Aku tak tahu lagi maksud dari senyuman ibu, yang pastinya ibu dan pak Sifada mau yang terbaik untukku. Pendidikan ya pendidikanku yang paling utama, masalah cinta simpan dalam dalam dulu. aku jadi terharu dibuatnya.[]

Hey teman-teman bagaimana cerita Andini dan Guru supernya..!
Keren bukan??😎
Selesai membaca jangan lupa vote atau Bintang, komen kalau kalian rasa perlu dan jangan lupa share ke 🆘med kalian.
Dengan begitu kalian telah membantu saya untuk terus update cerita di atas.
Dan terakhir Terima kasih telah mengikuti cerita Andini dan Guru supernya.
Wassalam...!!!

Salahkah Aku Mencintaimu (Guruku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang