"Dinnn... Dinn... Andin... bangun nak sholat Subuh," terdengar suara samar-samar dan sentuhan tangan dingin.
"Hmmm...!" Aku hanya berguman tak menghiraukan.
Sekali lagi suara itu terdengar semakin kencang, "Andin.. Andin Andini.. banguuun...!"
Setengah sadar aku terduduk, kuperhatikan sekitarku, terlihat wajah geram ibuku, "Eeeh ibu!"
"Kamu kenapa tidur pakai mukenah sich, nak? Tidur hanya beralaskan sajadah lagi," Ibu mengelus mukenah merah mudaku. Setelah kuperhatikan dengan seksama diriku, ternyata benar apa yang dikatakan ibu. Aku tertidur masih menggunakan mukenah.
Kutatap wajah ibuku sambil nyengir. Ibu lalu menyuruhku untuk mengambil air wudhu karena ayah sedari tadi sudah menunggu di mobil.
Setelah wudhu, aku langsung turun dari kamar menyusul ibu naik di atas mobil. "Bu kita mau kemana sebenarnya?"
"Ya kita mau ke masjid sayang sholat subuh, jawab ibu dengan senyum terkulum.
Aku mlongo mendengar jawaban ibu. Ini beneran ya? Sudah lama sekali kami tidak pergi sholat subuh di masjid bersama-sama. Sejak ibu kembali bekerja sebagai wanita karier dan ayah sibuk tugas di luar kota. Tapi alhamdulillah, sejak kejadian malam itu. ayah dan ibu perlahan-lahan mulai berubah.
Ibu berhenti menjadi wanita karier, beliau ingin fokus menjadi ibu rumah tangga yang baik. Sementara ayah tetap menjalankan tugas negaranya, bahkan beliau akan dikirim PBB ke Timur Tengah awal bulan depan untuk misi perdamaian. Ehmm.. Yang pastinya kami akan sangat merindukannya.
"Hey girl's kita sudah sampai nich! Yuk turun," ayah menghentikan mobilnya tepat di tempat parkir yang disediakan pengurus masjid.
saat kulangkahkan kakiku ke dalam masjid, terasa debaran ombak energi para jamaah. Masya Allah luarbiasa suasana subuh ini, ingin rasanya kurasakan rasa seperti selamanya. Suara merdu imam masjid melantunkan surat al-Mulk membuatku terpesona tak karuan.
Perasaan imam masjid ini udah tua deh! Dan tak semerdu ini. Kira-kira siapa ya yang menjadi imam masjid ini sekarang? Secara gitu, baru kali ini saya kembali sholat di masjid ini lagi. Ehmmm jadi penasaran.
Usai shalat subuh, aku dan ibu menunggu di depan masjid. Cukup lama kami menunggu, sampai akhirnya ayah keluar dengan laki-laki yang cukup aku kenal. Saat dia melihatku aku langsung bersembunyi di balik tiang. Ibu membaca gelagat konyolku.
"Kamu kenapa sich din?" Selidik ibu.
"Anu bu..!" Aku bingung menjawab.
"Anu apa?" Ibu tanya memburu ingin tahu.
Saat aku menengok dibalik tiang, laki-laki itu sudah hilang dan aku dapat bernafas lega. Namun ketika aku berbalik arah, eh ternyata ayah dan laki-laki itu sudah berada tepat di depan kami berdua.
Dengan gelagap dan tersipu malu aku menyapa, "Eh pak Sifada!"
"Assalamu alaikum Din!" Ucap pak Sifada dengan senyum merekah ramah.
"Ya Allah kenapa harus bertemu dengannya, apakah ini anugerah atau musibah?" Pikirku.
Ibu menyentuh pundakku, "Kalau disapa salam itu harus dijawab dong sayang."
"Wa alaikumussalam," jawabku salah tingkah. Sepertinya pipiku merah merona seperti buah tomat yang ranum deh! Alah kayaknya di film-film saja.
"Masya Allah, ternyata kalian sudah saling kenal ya!" Kata ibu tersenyum renyah.
"Pak Sifada ini kan gurunya Andin di sekolah, masa ibu tidak tahu sich?" Ujar ayah. "Selain guru, beliau juga imam di masjid ini!"
"Masya Allah, jadi pak Sifada ya yang imam tadi! Masya Allah saya ngeri dengar ya," ibu berlagak berlebihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salahkah Aku Mencintaimu (Guruku)
Teen FictionPenampakan sesosok laki laki tinggi, kurus, sederhana tapi menawan membuat Andini salah tingkah. Pertemuan itu membuatnya berpikir keras untuk menghilangkan bayangan laki-laki itu....!