"Mas Agi, bisa antar Nala tidak? " Pagi itu Agi masih dikamarnya, ia tidak pergi ke kampus hari ini, tubuhnya masih tertutup selimut, semalaman ia tidak tidur karena lama berbincang di tempat nongkrongnya yang tak jauh dari kampus, dengan sebotol anggur merah yang sudah ia beli bersama kawannya. Bagai rutinitas yang tak pernah terlewatkan. Acara anak muda katanya.
Nala adalah adik perempuan satu-satunya yang ia punya, sudah memasuki umur lima tahun, rajin menabung dan membaca katanya. hobinya bernyanyi, namun kadang-kadang menggambar juga."Abaaanggg!!! Ayo bangun antar Nala sekolah" Nala tiba di kamar Agi dengan memakai baju pemadam kebakaran, karena hari ini hari rabu, sesuai dengan jadwal seragam yang mengharuskan siswa memakai kostum sesuai dengan cita-citanya.
"Nala mau jadi pemadam kebakaran!" "kenapa? Anak perempuan biasanya mau jadi dokter" tanya Agi heran waktu pertama kali ia melihat adiknya itu memakai kostum pemadam "karena Nala mau siram-siram api mas!" Agi tertawa diiringi suara tawa ibu yang mendengarkan percakapan mereka berdua sedari tadi
"Nala minta anter ibu aja ya, mas Agi sakit kepala" jawab Agi sembari menutup kepalanya dengan selimut. Sisa mabuk semalam membuatnya merasa tidak enak badan, mungkin karena terlalu banyak mengonsumsi minuman tersebut.
"ah mas Agi!" Nala kemudian pergi mendatangi ibu sambil menarik tas koper terbaru miliknya yang diiringi bunyi krincing tiap kali rodanya berputar
"kamu kenapa mas ?"
"gak apa-apa bu, aku cuma butuh istirahat"
"mas Agi jangan terlalu sering pulang pagi, kamu kurang tidur itu mas. Yasudah ibu saja yang antar Nala" saat itu pak Suyo sudah sebulan mengundurkan diri, Agi pun sudah berusaha mencari pengganti pak Suyo namun tak kunjung didapat.
"hati-hati bu" Agi kembali melanjutkan tidurnya.
ia tertidur sampai sore hari. Terbangun dengan kondisi rumah yang masih sepi, tidak ada orang satupun. Ia melihat jam dinding, sudah pukul lima sore, Agi terheran-heran kenapa ibunya dan Nala tak kunjung pulang. ia memutar otaknya, berfikir-fikir kembali kira-kira kemana ibunya pergi, ia mengambil kesimpulan bahwa mungkin ibunya pergi ke rumah tante Luna. Tante Luna ialah teman lama ibu sejak ibu masih duduk di sekolah menengah pertama, mereka tetap berteman baik hingga sekarang. Setelah merasa tenang, Agi pun memutuskan untuk makan, sudah seharian ia tidak keluar kamar, tidurnya lama sekali, belum ada makanan sedikitpun yang masuk ke perutnya. Ia menuju dapur dan membuka tutup saji, banyak sekali makanan yang sudah ibu masak hari ini. Ibunya ialah wanita paling perhatian sepanjang masa, beliau tidak pernah melewatkan waktunya untuk memasak, rasanya memasak adalah hal utama yang harus ibu lakukan sebelum melakukan kegiatan yang lain. Karena menurutnya, kebutuhan perut anak-anaknya ialah hal nomor satu yang perlu diutamakan. Baru memulai satu sendok pertama, telepon genggam miliknya pun berdering. Ia pergi kekamar, mencari-cari dimana telepon genggamnya itu berada, setelah didapatnya, ia melihat layar telepon genggam miliknya
(tante Lana dua puluh panggilan tidak terjawab)
benar saja dugaannya. Ibunya pasti pergi kerumah Tante Lana. Ia pun berusaha menelepon balik
"halo Tante?"
"........" tidak ada jawaban
"halo?"
"........"
"tante ada apa? ini aku Agi"
"....." tetap tidak ada jawaban. Hanya terdengar suara tangisan dari kejauhan
"tante, jawab aku ada apa? Kenapa tante menangis?"
"Agi.." suara Tante Lana tercampur isak tangisnya
"iya tante ini aku, ada apa tante? Tolong tante tenang sebentar, jelasin ke aku ada apa?"
"Ibumu gi, mobilnya menghantam trotoar jalan karena tertabrak bus dari belakang, tante sekarang sudah di rumah sakit yang berada di Jalan Pasteur. Tante sudah coba hubungi kamu sedari tadi namun tak kunjung ada jawaban" suara tangis tante Lana semakin terdengar, Agi diam membisu, kakinya mati rasa, telepon genggamnya jatuh ke lantai. ia kemudian duduk bersendar di kursi meja makan. Pikirannya kacau, ia tidak bisa menerka-nerka apakah ini masih menjadi sebagian rentetan mimpinya? Apakah ia sebenarnya masih tertidur di ranjang? Ia tidak tau lagi apa yang tante Lana katakan, telinganya tidak dapat mendengar apa-apa lagi, bibirnya kaku membisu. Air mata menetes dari kelopak matanya. Ia menuju kamar mengambil dompet dan langsung berjalan keluar rumah, mencari taxi dan langsung bergegas jalan menuju rumah sakit. semua pertanyaan-pertanyaan terus menghantam dirinya 'apakah ibunya baik-baik saja?' 'apa Nala baik-baik saja?' ia tau Nala tidak pernah berani mendatangi rumah sakit karena Nala takut disuntik, biasanya Nala hanya duduk di lobby bersama Agi ketika ia harus datang kerumah sakit untuk berkunjung sanak saudara yang sakit. lalu sekarang bagaimana keadaan Nala? dengan siapa Nala di lobby? Lalu ibunya bagaimana? Ibunya tidak pernah sekalipun rawat inap dirumah sakit. Apakah ia baik-baik saja?
YOU ARE READING
Alana
RomanceAgi hanya laki-laki yang tidak tahu harus melakukan apa setelah semua yang terjadi pada keluarganya. sedangkan ketika Alana datang, semua terasa begitu mudah.