Sudah hampir seminggu Agi berada di Jakarta, namun belum juga ia mencari keberadaan ayahnya. Disana waktunya habis bersama Alana, mengunjungi tempat-tempat baru, makan-makanan baru, dan segala hal baru lainnya. Dengan Alana semua terasa mudah, lebih menyenangkan dan menakjubkan. Entah Agi tidak mengerti mengapa itu semua bisa terjadi. Namun dengan seiring berjalannya waktu yang ia habiskan dengan Alana, rasanya Agi mendapatkan kekuatan di dalam dirinya untuk mencari keberadaan ayahnya, entah kenapa semua terasa baik-baik saja sejak kehadiran Alana.
Pagi itu Agi membulatkan tekad untuk datang menemui Ayahnya. Bermodalkan alamat yang berada didokumen dari ibunya, yang entah sejak kapan, entah apakah ayahnya itu masih berkerja disana atau tidak, entah apakah alamat rumah tempat tinggalnya itu masih sama atau tidak. Beberapa hari yang lalu pun tante Lana sempat menanyakan bagaimana keadaaan Agi dan bagaimana kelanjutannya, Tante Lana mendapatkan kabar Agi sedang berada di Jakrta tidak lain dan tidak bukan ialah dari Sakha. Temannya itupun terus bertanya-tanya bagaimana kelanjutannya, apakah Agi sudah menemui ayahnya atau belum. Agi hanya dapat menjawab bahwa ia akan segera memberikan kabar jika ia sudah mendapat titik terang dimana ayahnya itu berada.
"aku akan berangkat pukul 10, Na. Tidak apa-apa, aku bisa sendiri. Kamu jaga diri ya. Aku baik-baik saja kok" pagi itu Alana sudah menelepon Agi, ia terlihat cemas karena mendapat kabar Agi akan mencari alamat sendiri. Mengingat Agi bukanlah warga Jakarta asli.
"kabari aku loh Gi. Tetapi kamu yakin gak mau aku antar?" tanya Alana untuk yang ke sekian kali
"aku janji aku akan baik baik saja, na."
Agi tetap terus memastikan Alana bahwa ia akan baik-baik saja, Agi tahu Alana pasti sangat mengkhawatirkan Agi sekali.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk Agi tiba didepan sebuah gedung dijalan Thamrin. Ia memarkirkan mobilnya di lahan parkir dalam gedung. Agi turun perlahan, berjalan menuju lobby kantor itu dan bertanya pada satpam sekitar. Ia diarahkan pada gedung lantai 10. Jantungnya mulai berdegup kencang, semakin lift membawanya menuju lantai 10, semakin dirinya berada pada kegelisahan. Pintu lift terbuka, ia mencari ruangan yang menunjukan nama ayahnya itu Andana Barata. Pintunya terlihat di ujung lorong, kaki Agi terhenti sejenak. Ketakutan menghantui dirinya, memintanya untuk berbalik arah, kembali ke penginapannya dan menghabiskan waktu dengan Alana terdengar lebih menyenangkan saat ini. Namun kenyataan memaksanya untuk terus berjalan mendekati pintu tersebut, pelan-pelan tangannya mengetuk pintu. Seseorang memintanya untuk masuk.
"dengan siapa?" terlihat seorang laki-laki yang sedang duduk di meja kerjanya, memakai kemeja rapih berwarna putih dengan kacamata hitam miliknya. Mata Agi tidak lepas dari matanya, ia tidak menyangka bahwa sosok yang ada di foto-foto dalam dokumen tersebut ada dihadapannya, yang tak lain dan tak bukan adalah ayah kandungnya sendiri yang sudah lama sekali tidak pernah dia temui.
"maaf menganggu waktunya, pak. Bolek saya masuk?" Agi mengucap kata-kata tersebut dengan beberapa jeda, bibirnya terasa kaku dan sulit untuk berkata-kata. Laki-laki itu mempersilakannya masuk, terlihat mimik wajah yang terpampang jelas diwajahnya terlihat kebingungan.
"silakan." Laki-laki itu masih terlihat bingung sambil mempersilakan Agi duduk di kursi yang berada dihadapannya.
Agi mengeluarkan amplop coklat yang berisi dokumen tersebut. Ngomong-ngomong, Sakha belum lama berinisiatif untuk mengirim dokumen itu melalui jasa pengiriman, dengan bermodalkan kata-katanya yang panjang dengan menjelaskan bahwa itu sangat diperlukan, akhirnya Agi pun setuju.
Laki-laki itu mengambil amplop yang Agi berikan padanya, dibukanya satu satu berkas-berkas tersebut. Ia melihat beberapa foto. Agi memperhatikan wajah ayahnya itu, masih sama seperti yang terdapat di foto tempo hari ia lihat. namun rambutnya mulai memutih dan terlihat jelas kantung matanya. Mencerminkan laki-laki yang pekerja keras. Ia mulai membuka surat yang ibunya tulis bertahun-tahun lalu itu. Wajahnya berubah sedih, tangannya sesekali memijit-mijit kepalanya, air mata mulai terjatuh membasahi pipinya. Agi menundukan kepalanya, ia tidak ingin melihat ayahnya itu menangis. Tiba-tiba tubuhnya ditarik oleh seseorang, ayahnya itu sudah berada didepannya, menarik tubuh Agi ke tubuh ayahnya, mereka saling memeluk dengan erat. Agi mencoba untuk tidak menangis, dengan sekuat tenaga ia menahan itu semua. Terdapat rasa lega dari dirinya, ia merasa sebagian beban-bebannya hilang seketika, rasanya menyenangkan sekali ada yang memeluk kita disaat sedang berada di titik terendah.
"Ayah minta maaf, nak.." kata-kata itu semakin memukul hatinya, air mata sudah meronta-ronta ingin keluar dari kelopak matanya, ia tidak mungkin menangis. tidak untuk saat ini.
"Ayah.. benar-benar minta maaf..." pelukan mereka semakin kuat
"tidak apa-apa.. kami dulu menjalani hidup yang berkecukupan" Ayahnya melepas pelukan mereka
"dulu?" matanya menatap mata Agi.
"mereka sudah meninggal dunia" Agi akhirnya berani mengucapkan kata-kata itu
"mereka?" ayahnya tidak mengerti dengan ucapak Agi yang mengatakan 'mereka'
"ibu dan adikku, Nala."
Ayah terlihat semakin terkejut, dia perlahan-lahan menjatuhkan tubuhnya di sofa dekat kami berdiri, tubuhnya lemas ditopang oleh sandaran sofa. Ia menutup wajahnya, sambil mengacak-acak rambutnya, melepas dasinya untuk membiarkan udara masuk ke paru-parunya. Ia tampak frustasi.
Agi menceritakan semua yang menimpa dirinya, bagaimana kronologi kecelakaan yang akhirnya merenggut nyawa ibu dan adiknya itu. Ayahnya berkata akan mengirimkan kawannya untuk segera melakukan pencarian kepada pelaku supir bus agar di berikan hukuman seadil-adilnya. karena hingga saat ini Agi belum mendapatkan titik terang siapa pelaku supir bus itu.
Ayahnya benar-benar tidak menyangka dengan semua yang telah terjadi, ia sungguh meminta maaf bahwa ia telah meninggalkan keluarga. Ayahnya berkata ia meninggalkan keluarga beberapa tahun lalu karena sempat terjadi masalah dengan ibunya. Ayahnya menyelingkuhi ibu Agi dan perempuan tersebut sudah memiliki anak dari ayah Agi, ibu Agi mengetahui beberapa tahun kemudian, dimana Agi sudah beranjak dewasa. ibunya yang merasa di khianati itu langsung mengajukan perceraian. Hubungan keluarga mereka sangat kacau saat itu. Agi pun sempat dititipkan kepada tante Lana beberapa tahun hingga ia sudah memasuki sekolah menengah pertama. Dan saat itu Ayahnya pun tidak mengetahui bahwa saat perceraian sedang berlangsung, ibunya sedang hamil anak keduanya. Terlihat sekali hati ayahnya itu benar-benar hancur, terlebih ia belum pernah melihat Nala, anak perempuannya itu, dan sekarang semua sudah terlambat.
Dari pertemuan dirinya dengan ayahnya itu, Agi merasa sangat lega bahwa ayahnya itu sangat menerima kehadiran Agi, ia pun berkata bahwa Agi lebih baik tinggal dengan keluarga ayahnya yang baru, Agi sudah mengetahui bahwa ayahnya sudah menikah lagi setelah perceraian itu. Agi menolaknya, ia berkata bahwa ia baik-baik saja di Bandung. Mereka sempat berbincang-bincang dan makan siang bersama. Setelah sore telah tiba Agi pamit pulang dan meninggalkan nomor telepon dirinya. Bagaimana pun juga, Agi harus tetap menghormati ayahnya itu, apapun yang sudah ia perbuat, ia harus tetap menghormatinya.
Agi keluar dari kantor ayahnya dengan hati yang lapang. Lega sekali rasanya ia dapat menghadapi semua ini dengan baik. Ia langsung mengambil telepon genggamnya dari kantung celana.
"halo, sudah makan?"
"halooo! Belum nih, kamu gimana? Sudah selesai?'
"sudah, aku mau ketemu kamu, Na. Mau makan dimana?"
"dimana saja boleehhh." Alana menyetujui. Agi pun langsung melunjur menuju rumah Alana, menjemputnya dan langsung mencari tempat untuk mereka makan bersama.
Saat mereka akhirnya bertemu, Agi menceritakan pertemuan dirinya dengan ayahnya. Alana tidak berkata apa-apa, ia hanya lebih banyak mengangguk dan memperhatikan, wajahnya serius menatap mata Agi, memahami dan mencoba mengerti. Alana turut senang mendengar kenyataan bahwa ayah Agi sangat menerima kehadiran Agi.
"kamu mau pulang ke Bandung kapan, Na?" Agi mulai menanyakan kapan kira-kira Alana ingin pulang ke Bandung.
"besok bagaimana?" Alana memutuskan untuk segera pulang kembali ke Bandung, mengingat banyak sekali hal yang ia tinggalkan selama di Jakarta.
"baik kalau begitu, besok kujemput pagi-pagi ya."
Alana menyetujui.
PULANG
YOU ARE READING
Alana
RomanceAgi hanya laki-laki yang tidak tahu harus melakukan apa setelah semua yang terjadi pada keluarganya. sedangkan ketika Alana datang, semua terasa begitu mudah.