gulai tikungan

28 1 0
                                    


Malam itu Agi terbangun dari tidurnya, telepon genggamnya kembali berbunyi.

"halo, Gi. Kamu sudah makan?" ternyata Alana.

"halo, belum, Na. aku baru bangun" jawab Agi sambil menguap.

"um, kalau begitu ayo kita makan. Aku tahu tempat makanan enak." Senyum pun mengembang di wajah Agi

"sejam lagi aku jemput" mereka setuju.

Agi melihat ke arah jam dinding, sudah pukul setengah tujuh malam. Ia bergegas mandi dan menganti pakaiannya. beruntung Agi sesalu menyimpan beberapa pakaian di mobil, namun sayang, kali ini hanya ada satu baju tersisa didalam mobilnya, ia harus membeli beberapa kaos dan celana untuk menyambung kebutuhannya selama disini. Mungkin Alana dapat membantu.

"baik kalau begitu. Kebetulan aku ingin mengajak kamu makan gulai tikungan di daerah Blok M. Dan tempat itu berada tepat di belakang mall Blok M. Kita dapat mampir sebentar untuk membeli beberapa pakaian untukmu, Gi." Alana menjelaskan semua itu dengan semangat ketika mereka sudah ada didalam mobil. Saat baru bertemu Alana, Agi langsung bertanya dimana kira-kira ia bisa mendapatkan pakaian malam-malam begini. Ketika Alana selesai menjelaskan Agi hanya dapat mengangguk setuju.

Perjalanan lumayan memakan waktu lama karena bagaimana pun juga semua orang pasti tahu bahwa Jakarta tidak dapat lepas dari kemacetan, dijalan Agi menanyakan kabar ayah Alana dan bagaimana pertemuan mereka

"ayah baik, dia sangat terkejut melihat kedatanganku, karena kebetulan aku juga memang tidak memberi kabar kepada ayah kalau aku akan datang ke Jakarta. Katanya sekarang aku terlihat kurus, ia khawatir aku di Bandung tidak makan tepat waktu, dan kamu tau? dia berniat untuk pindah ke Bandung! Hhh ayah memang sudah dari dulu terbiasa dengan perannya menjadi ayah sekaligus ibu. Jadi dia sangat mengkhawatirkanku. Padahal aku juga baik-baik saja, dan selama lima tahun aku di Bandung, aku tidak pernah absen memberi kabar ayahku."

"Ayah hanya bangga punya anak seperti kamu, Na. Dan dia pasti akan berusaha semampunya untuk menjaga anak semata wayangnya ini." Agi tersenyum memandang Alana. Tangannya mengusap-usap rambutnya dengan pelan-pelan. Entah mengapa Agi merasa sudah sangat menyayangi Alana, dan rasanya ia tidak akan pernah berniat untuk melukai wanita itu, apa lagi meninggalkannya.

Seperti yang sudah direncanakan, Alana dan Agi mampir terlebih dahulu ke Mall untuk membeli pakaian Agi. "kamu memang mau sampai kapan disini?" tanya Alana

"aku pulang kalau kamu pulang, Na"

"memangnya kamu ada urusan apa?"

"ada seseorang yang perlu aku temui, Na"

"siapa?" Alana mulai nampak penasaran, siapa kira-kira yang ingin Agi temui

"ayahku, na" Agi berusaha untuk menjelaskan kepada Alana dengan perasaan yang baik-baik saja, ia berusaha tidak menunjukan kesedihan apa lagi kegelisahan. "ayahku ternyata masih hidup. Selama ini sepanjang hidupku yang kutahu ayahku sudah meninggal sejak lama. Ibuku tidak mengatakan yang sebenarnya, entah kenapa."

Alana sebenarnya sedikit bingung dengan segala yang terjadi kepada Agi, Agi pasti benar-benar sedang merasa hidupnya di terjang ombak berkali-kali, menghantam batu karang lalu hanyut ditelan samudra.

"kapan kamu mau menemuinya?" tanya Alana hati-hati

"belum tahu, Na. Menunggu waktu yang tepat. Aku takut ayahku menganggap aku mendatanginya hanya karena aku membutuhkan bantuan prihal keuangan saja, mengingat aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi."

"kita, coba dulu ya Gi. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi jika belum dicoba."

Setelah selesai mencari beberapa pakaian untuk Agi, rasa lapar pun kian semakin terasa. Alana dan Agi pun langsung berjalan menuju tempat dimana Gulai tikungan itu berada.

"kamu sudah pernah makan disini belum, gi?" tanya Alana

"belum, na. Enak ya tempatnya meskipun bukan restoran mewah tapi terasa sederhana"

"iya gi, Aku dulu sering kesini dengan ayahku, dia bisa menghabiskan 5 piring loh." Kata Alana sambil memesan 2 porsi gulai beserta 5 tusuk sate kulit.

"kalau mau nambah bilang ya Gi"

"iya Na, kamu belum makan memang?" tanya Agi sembari mengambil piring yang diberikan oleh penjual gulai.

"sudah, gi. Ayahku langsung memesan nasi bebek ketika aku tiba disana. Ayah pesan 3 bungkus nasi bebek hanya untukku sendiri. Katanya aku harus makan banyak biar tidak kurus kering seperti sekarang."

"hahahha, memangnya kamu dulu seperti apa sih, Na. Sampai-sampai ayahmu selalu bilang begitu."

"aku yang dulu sebenarnya sama saja gi dengan yang sekarang, toh aku hanya turun berat badan 2 kilo kok. Ayahku memang terlalu khawatir." Kata alana sambil mengunyah makanannya.

Agi dan Alana hanyut dalam suasana malam itu, mereka tidak henti-hentinya tertawa dan bercerita dari hal-hal yang penting hingga tidak penting sekalipun. Tak terasa ternyata Agi menghabiskan 4 porsi gulai beserta sate yang tidak terhitung berapa tusuk.

"kamu mau langsung pulang, na?" tanya Agi ketika mereka berjalan meninggalkan tempat itu

"iya gi, takut ayah khawatir kalau aku pulang terlalu larut."

Agi mengantarkan Alana menuju rumahnya, meski pun baru sekali kesana, namun ia sudah tidak perlu petunjuk arah lagi. Entah karena Agi memang penghafal jalan yang handal, atau karena jalan menuju rumah Alana tidak begitu sulit, entahlah.

Setelah mengantarkan Alana pulang, Agi kembali kepenginapannya, fikiran mengenai ayah kandungnya kembali terlintas difikirannya. Entah kapan Agi berani untuk menghadapi kenyataan untuk menemui ayahnya, cepat atau lambat, Agi memang harus berani menghadapinya.

AlanaWhere stories live. Discover now