empat pagi

28 1 0
                                    


Saat itu mereka tiba pada pukul 4 pagi, namun sesampainya disana Agi langsung memarkirkan mobilnya dan memejamkan matanya sebentar, perjalanan hari itu cukup melelahkan.

"Gi?"

"Gi??"

Alana terus berusaha membangunkan Agi.

"Gi???"

Matanya melihat kesekitar. Mobilnya sudah terparkir di hamparan perkebunan teh. Ternyata Alana sudah sampai di Bogor. Ia membuka pintu mobil. Berjalan keluar dan menghirup udara segar.
matanya berbinar-binar melihat pegunungan di depan matanya, kebun teh terhampar sangat luas, ia menutup matanya, menghirup segar dalam-dalam

"indah ya?" tiba-tiba dirinya dikejutkan oleh suara Agi dari belakang

Senyum pun mengembang dari bibir Alana.

Tak lama tangan Agi mengengam tangan Alana. Menuntunnya menuju warung dipingir jalan, Tempatnya tidak mewah namun nyaman, didepannya pun pemandangan terhampar dengan bebas.

"makasih ya" Alana menatap wajah Agi sambil tersenyum.

Mereka menghabiskan waktu diwarung, dengan secangkir kopi dan pisang goreng. Alana banyak menceritakan tentang kehidupannya, selama ini ia merasa begitu kesepian, Ayahnya tinggal di Jakarta, dan sudah hampir 5 tahun mereka tidak bertemu, karena keterbatasan waktu dan jarak. Pagi itu rasanya Agi merasa sangat mengenal Alana, hatinya terasa lapang dengan senyumnya dan kedua matanya yang membentuk bulan sabit.

"mau ku antar kejakarta?" lagi-lagi Agi melontarkan kata-kata yang mengejutkan Alana

"bertemu ayahmu" Agi melanjutkan

"stop membuang-buang waktumu untukku, Gi"

"tidak ada waktu yang akan terbuang sia-sia jika itu untukmu, Na"

Dengan semua perdebatan yang ada, akhirnya Alana menyetujui tawaran yang diberikan oleh Agi. Sebelum berangkat, Agi memesan 2 porsi mie instan komplit untuk dirinya dan Alana, tak lupa juga membeli air mineral dan roti untuk persediaan mereka selama diperjalanan.

Setelah semua selesai, Agi dan Alana berjalan menuju mobil

"kamu gak jaga kedai?" Tanya Alana, ia khawatir Agi jadi meninggalkan tanggung jawabnya di kedai demi menemaninya kesana kemari, meskipun itu juga bukan keinginnya.

"aku sudah telepon Sakha tadi pagi, Sakha pun mengerti. Tidak perlu khawatir"

Alana pun mengangguk tanda mengerti.

"aku ingin sekali punya adik, loh." Kata Alana tiba-tiba. Wajahnya terlihat serius sambil memandang ke jendela luar mobil.

"kenapa begitu?" Agi berusaha untuk tetap biasa saja dengan obrolan seperti ini.

"jadi anak tunggal itu tidak mengenakan sekali. Rasanya sepi seperti hidup sendirian, tidak punya siapa-siapa" Agi melihat mimik wajahnya, terlihat begitu sedih dan serius. "nama adikmu siapa?"

"Nala"

"wah, pasti lucu ya punya adik kecil, ajak aku sekali-sekali bertemu dia, oke?" Agi tidak tahu harus berkata apa lagi.

"Nala sudah meninggal beberapa bulan lalu" "akibat kecelakaan" Agi melanjutkan "aku penyebabnya" Agi melanjutkan lagi

Alana langsung menoleh kearahnya, ia merasa sangat tidak enak sekali

"aku..." Alana mencoba meminta maaf namun Agi langsung memotong pembicaraannya

"tidak apa-apa, aku mengerti"

Setelah itu tidak ada pembicaraan lagi.

Jalanan pagi itu lancar sekali, tidak sampai dua jam mereka akhirnya tiba di Jakarta. Alana pun mengarahkan Agi hingga akhirnya ia tiba di depan rumah berwarna putih, Alana berkata bahwa sepertinya ia akan menghabiskan beberapa hari di Jakarta, ia pun menawarkan Agi untuk masuk kedalam untuk istirahat sejenak tetapi Agi menolaknya.

"aku langsung pulang saja, ya?" kata Agi

"kamu serius gak mau masuk dulu?" Alana terus memaksa Agi untuk mampir ke rumahnya

"tidak apa-apa, Na." Agi tersenyum menenangkan

Setelah beberapa rayuan yang Alana lontarkan, Agi tetap bersikeras menolaknya. Akhirnya Alana pun menyerah dan membiarkan Agi pulang. "kamu hati-hati ya, Gi"

Agi langsung teringat sesuatu, ia mengambil pulpen dan menarik tangan Alana. Ia menulis nomor telepon ditangan Alana "telepon aku kalau sudah mau pulang, ya? Nanti kujemput"

Alana tersenyum dan mengangguk, Agi pun langsung pergi meninggalkan Alana. Saat itu sudah hampir menjelang sore hari. Ia teringat sesuatu dan langsung menelepon Sakha

"Sakha, saya dijakarta. Kamu dimana?"

Sakha terkejud mendengar kawannya itu tiba-tiba sudah ada dijakarta "saya dirumah, Gi. Hari ini kedai tutup dulu ya, Gi."

"iya tidak apa-apa. Kha, tolong foto dokumen yang berisi alamat ayahku, bisa tidak?" saat itu Sakha langsung paham apa tujuan kawannya itu berasa di Jakarta.

"baik, nanti saya foto dan kirim pesan, ya"

Agi menutup teleponnya. Ia kemudian mencari hotel di sekitar rumah Alana untuk menjadi tempatnya menginap. Saat Alana berkata bahwa dia akan berada di Jakarta untuk beberapa hari, Agi langsung berniat untuk sekalian mencari keberadaan ayahnya.

"aku sudah sampai" Alana saat itu menelepon Agi untuk memastikan bahwa jalanan menuju Bandung macet atau tidak.

"hah, kok cepat sekali?"

"aku ada di penginapan tak jauh dari rumahmu"

"hahh? Sedang apa kamu?" Alana semakin terkejut.

"ada urusan, Na. kamu kabarin aku kalau sedang tidak ada urusan dirumah, ya"

"umm begitu. Memang kenapa?"

"ajak aku keliling Jakarta"

"huuu. Baiklah kalau begitu."

"oke, nanti kabari aku lagi ya na"

"oke, gi"

Agi mematikan teleponnya. Terasa beban semakin nyata ketika Agi menyadari bahwa ia sedang ada di Jakarta dan itu artinya ia harus menemui ayahnya yang sudah lama sekali tidak ia temui. Namun secara bersamaan itu pula ia merasa senang bahwa ada Alana di sampingnya, meskipun saat ini mereka tidak punya hubungan apa-apa.

Matanya baru ingin terpejam, namun harus tertunda saat telepon genggamnya berbunyi. Terdapat pesan masuk dari Sakha. Berisi foto alamat lengkap dan tempat dimana ayahnya itu bekerja. Ia langsung mencarinya pada pencarian Google. 55 menit dari tempat penginapannya. Terasa tidak begitu jauh namun tidak dekat juga. Ia menyimpannya pada penyimpanan galeri foto miliknya. Entah kapan ia berani untuk menemui ayahnya.

AlanaWhere stories live. Discover now