Prolog.

1.1K 113 18
                                    

[Bandara Internasional Soekarno Hatta, Terminal 3]

"Kepada penumpang pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan..."

Panggilan-panggilan terkait penerbangan tentu terdengar lazim di bandara. Panggilan yang memberitahukan tentang detail penerbangan yang hendak ditumpangi para penumpang santer terdengar sepanjang hari. Dari pagi hingga malam. Dari fajar hingga petang. Jika tiada panggilan terkait penerbangan, tentu akan aneh jadinya. Banyak orang akan bertanya-tanya terkait armada yang hendak membawa mereka ke tempat tujuan.

Terlepas dari panggilan penerbangan, tentu ada banyak hal yang lazim berada di bandara. Salah satunya, penumpang dengan barang bawaan mereka yang besar-besar. Termasuk dia. Seseorang yang tengah menarik sebuah koper besar berwarna shamrock green dengan kombinasi warna rose red yang mencolok. Ditambah dengan tempelan stiker-stiker di tubuhnya, koper itu terlihat sangat ramai. Juga, dia membawa sebuah koper kabin berwarna cerulean blue. Menambah -kekacauan?

Tak hanya kopernya ternyata. Sang pemilik juga terlihat mencolok.

Dengan sebuah jaket kulit berwarna hitam yang sedikit mengkilap diterpa lampu bandara, sebuah celana jins berwarna biru tua, dan sepatu boots di atas tumit keluaran Timberland yang terkenal itu. Sebuah kacamata hitam yang bertengger di wajahnya semakin membuatnya tampak mencolok.

Oh, ini sudah malam. Pantas saja dia mendapat banyak tatapan dari orang-orang dengan penampilannya sekarang.

Lelaki itu -ya, dia adalah seorang lelaki, dia berjalan terus menyusuri terminal tiga bandara ini. Menuju suatu tempat yang dijadikan sebagai meeting point oleh seorang tour leader yang akan membina perjalanan liburannya.

Ya, dia akan pergi liburan. Ke China tempatnya. Guna membersihkan seluruh pikiran yang berkecamuk di otaknya.

Dia sudah menanti ini sejak lama. Pergi seorang diri ke negara orang dengan urusan liburan bukan pekerjaan. Pasti amat sangat menyenangkan.

Dengan sedikit berlari dia menghampiri kumpulan orang-orang yang tengah berbincang. Rekan satu grupnya sudah berkumpul semua ternyata. Dia sedikit terlambat rupanya.

"Oh, Pak Jiyan, ya?" sapa sang tour leader dengan ramah.

Yang disapa mengangguk, melepas kacamata hitamnya, lalu menyunggingkan senyuman manis khasnya yang membuat pipinya sedikit terangkat. Sangat manis. Senyumannya barusan membuat beberapa rekan grupnya turut terkekeh gemas, terlebih para Ibu yang pergi bersama keluarganya.

"Maaf saya terlambat, tadi agak macet," ucapnya dengan senyuman.

"Gapapa kok, Pak Jiyan. Ini kita juga baru pada kumpul," kata si tour leader dengan nama Shandy itu.

Usai bergelut dengan distraksi itu, mereka kembali mendengarkan briefing dari Shandy, begitu saja kita sebut namanya dari sekarang. Semua terfokus pada pembicaraan tersebut, mendengarkan dengan baik sehingga nantinya mereka tidak bingung ketika sampai di destinasi yang mereka tuju.

"Maaf, maaf! Saya telat! Tadi ada kondisi darurat di rumah sakit!"

Pandangan semua orang teralih, menatap seorang lelaki dengan kemeja biru muda yang baru saja sampai dengan tergopoh menarik koper besarnya. Nampak wajahnya sangat kewalahan, sepertinya dia berlari dari pintu terminal hingga ke titik pertemuan.

Si jaket kulit membulatkan matanya.

"Bangsat!!"

Umpatnya kasar, membuat atensi semua orang menjadi tertuju padanya. Termasuk, si kemeja biru muda yang kini juga menatapnya.









Dengan sebuah seringai tipis yang terulas di wajahnya.



seven days ; panwink✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang