15 : Arrival

747 95 58
                                    

      Malam berlalu dengan cepat. Hingga akhirnya, pagi pertama di tahun yang baru menjelang. Sang surya kini menggantikan peran sang rembulan yang sejak semalam memendarkan cahaya dari bintang menuju bumi. Ini adalah hari pertama di tahun yang baru, hari pertama di tahun yang diharapkan akan berjalan dengan indah. Sebuah awal dekade yang baru, yang diharap-harap lebih baik dari yang sebelumnya oleh hampir semua orang.

     Ini hari pertama di tahun baru, namun ini adalah hari terakhir tur mereka berjalan.

     Sebagai penutupan, mereka akan dibawa berkunjung ke Chenghuanmiao, sebuah kawasan perbelanjaan yang justru lebih dikenal sebagai Yuyuan Garden. Ada legenda yang mengatakan jika seorang anak membangun sebuah taman yang indah untuk ibunya, yang kemudian dinamakan Yuyuan. Lalu, ada kuil di dalam taman tersebut.

     Yah, pokoknya legendanya begitu.

     Bu Shandy mengatakan jika negara China punya banyak legenda di setiap tempat yang mereka kunjungi. Bahkan mungkin ada sekitar ribuan legenda dengan versi yang berbeda-beda. Seperti legenda yang ada di Westlake, Jinji Lake, Tiger Spring, dan lain-lain.

     Usai mereka menyantap sarapan dan merapikan semua barang, seluruh peserta tur diajak berkunjung ke sana untuk berbelanja. Begitu pula halnya dengan Edwin dan Jiyan yang kini sudah menaiki bus. Mereka nampak sumringah hari ini, terlebih dengan Jiyan yang tidak berhenti tersenyum sambil menatap cincin yang terpasang di jari manisnya.

     Cincin itu nampak manis dengan permata yang berkilau ciamik. Sayangnya, cincin tersebut sedikit kesempitan di jarinya yang gempal. Namun, itu tidak masalah. Yang penting adalah niat dari Edwin untuk melamarnya.

     Hehehe. Pi, anakmu ini akan menikah.

     Edwin juga sejak tadi tidak berhenti terkekeh saat dia menatap Jiyan yang masih duduk di seberangnya. Dia merasa sangat lega, karena perjuangannya selama ini tidak sia-sia. Dan, dia berhasil meraih Jiyan kembali. Itu yang paling penting.

     "Baik, Bapak dan Ibu! Kita sudah sampai di Chenghuanmiao ya! Untuk yang nanti belanja lagi di sini, gak masalah, saya bakalan kasih waktu buat bapak dan ibu packing lagi nanti di bandara!" ucap Bu Shandy seraya memandu para peserta untuk turun dari bus.

      Edwin langsung menggamit jemari Jiyan begitu mereka turun dari bus. Si tinggi itu lantas menarik tangan Jiyan untuk berjalan bersama dengannya. Jiyan yang diperlakukan begitu hanya bisa terkekeh, dengan tangan yang membalas genggaman tangan Edwin di tangannya.

     "Aduh, si Kokoh sam Dedek udah akur, nih?" goda Bu Arti yang berjalan di samping Jiyan.

     Edwin lantas terkekeh pelan begitu dia mendengar ucapan Bu Arti. "Hehehe, iya nih, Bu. Adeknya udah nggak marah lagi sama saya, jadi akur."

     Jiyan pun ikut tertawa. "Hehehe, ya gitu deh Bu..."

     "Gitu dong, yang akur, kalian berdua cocok lho! Kalo nikah, undang-undang ya!" timpal Pak Hendra yang berdiri di samping sang istri.

     Jiyan hanya bisa bersemu merah wajahnya kala dia mendengar perkataan Pak Hendra. Sedangkan Edwin hanya membalasnya dengan sebuah anggukkan. "Hehehe, doain aja ya, Pak. Semoga bisa segera..."

     "Ooh, balikan nih?" Bu Sisil yang nampaknya mendengarkan pembicaraan mereka sejak tadi lantas menimpali. Jiyan kini mulai salah tingkah karena perkataan Bu Sisil barusan. Edwin yang mendengarnya kemudian mengulum senyuman.

     "Hehehe, iya, Bu."

     "Yaampun! Selamat ya Dek Jiyan sama Koh Edwin! Semoga langgeng! Kalian berdua tuh cocok banget, lho! Kemarin saya sama Bu Arti ngomong, kalian berdua tuh lucu banget, serasi banget! Gemes saya liatnya!" ucap Bu Sisil.

seven days ; panwink✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang