Bagian ke lima belas

66 11 3
                                    

Esok paginya, polisi yang kemarin mendatangi ku.

"Kami boleh meminta chipnya?" ujar polisi.

"Sebentar pak," ujarku.

"Selamat tinggal Luthfi!! Terima kasih banyak," ujar Palasik.

"Selamat tinggal," balasku sedih.

Palasik kembali ke chip, aku memberikan chipnya pada polisi itu.

Mereka sudah pergi dengan chipnya.
Aku hanya menatap nanar keluar.

"Hei sudahlah, harus tegar dong," ujar Adnan sambil meregangkan tubuhnya.

Aku mengangguk pelan. Aku pergi menatap gambar yang kami buat semalam, sulit untuk mengikhlaskan Palasik.

"Yaudah, minum teh nih," Adnan menyuguhkan secangkir teh hangat.

"Terima kasih," balasku.

Aku menyeruput tehnya, aduh terlalu manis.

"Berapa sendok gulanya nih?" ujarku.

"Tiga setengah," balas Adnan.

"Ya ampun, itu kebanyakan," balasku.

"Abisnya kamu sedih sih, jadi aku buatin teh meskipun aku tak mengerti untuk membuat nya.

"Haha, kebiasaan minum kopi sih," balasku.

"Teman-teman, ke taman yuk," tiba-tiba Claudy datang mengejutkan kami.

"Ok, aku mandi dulu," ujar Adnan.

"Kamu yang mandi duluan," ujarku.

"Tidak, kamu saja," aku menolak.

"Sudahlah, bilang saja kalian males mandi," ujar Claudy.

"Yaudah aku duluan," ujar Adnan.

"Tidak, aku duluan," balas ku.

"Haduhh, kalian ini," Claudy menggeleng-geleng.

Setelah selesai, kami pergi ke taman.

"Taman ini mengingatkan ku dengan Palasik," ujarku.

"Sudah sudah," ujar Claudy.

"Bagaimana cara mereka menghancurkan chipnya?" ujarku.

"Di bakar mungkin," balas Claudy.

"Di bakar? Palasik akan kesakitan," ujarku.

"Saat di dalam chip beda lagi, kamu pikir dia mengecil dan berdiam diri di dalam chip?" ujar Claudy.

"Ah iya, aku lupa," ujarku.

"Teman-teman, terima kasih ya sudah menyelamatkan aku waktu itu," ujarku.

"Kami akan selalu melindungi sahabat terbaik kami," ujar Claudy.

"Ya, aku tak bisa membayangkan nanti saat kita berpisah," ujar Adnan.

"Pasti akan terasa berat," ujarku.

"Tapi aku sangat beruntung memiliki sahabat seperti kalian," sambungku.

Sejak bersama dengan Palasik aku mendapatkan banyak pelajaran. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, kita harus bisa tabah. Meskipun aku kehilangan Palasik, aku masih memiliki sahabat terbaik ku.

Claudy, sahabat wanita satu-satunya, aku mengingat saat pertama kali aku mengenalnya, waktu itu aku memasuki kelas di hari sekolah SMA pertama ku, aku dan dia berebut kursi paling belakang, tujuan duduk di belakang agar bebas dari perhatian guru. Kami semakin akrab ketika sering saling curhat, kami saling mempercayai. Claudy adalah orang paling jutek dan menyeramkan yang pernah aku temui, tapi dia adalah sosok sahabat yang penyayang dan pedulian. Dia sangat ingin menjadi desainer, dia lebih suka menggambar desain pakaian ketimbang menggambar makhluk hidup.

Adnan, bukan sekedar sahabat, karena kami satu kamar kos, kami seperti adik kakak saja, dia lebih tua satu tahun daripada aku. Aku mengenal nya pertama kali di saat aku menemuinya sedang membahas permainan yang ku suka dengan teman sebangkunya. Kami semakin akrab semenjak sering membahas game, disaat kami sekelas, aku selalu duduk sebangku dengannya dan kadang-kadang mengobrol di saat guru menerangkan. Adnan adalah orang paling kocak dan konyol yang pernah aku temui, walaupun begitu dia adalah cowok yang bijaksana dan cerdas. Dia bercita-cita menjadi seorang profesor, itu yang membuatnya sangat menyukai sains.

Aku tak bisa membayangkan jika nanti kami berpisah, pasti akan sulit.
Semoga persahabatan kami takkan pernah terputus, tak ada satupun orang yang bisa memutuskan tali persahabatan kami. Persahabatan kami kokoh bagaikan gunung yang menjulang tinggi.

Nusantara Ghost Battle [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang