Chap.4 Move on Itu Gampang

185 64 41
                                    

Waktu bergerak lebih cepat dari biasanya. Siang telah menjelma menjadi petang. Makanan dan minuman yang sedari siang menemani, kini telah tandas. Sinar lembayung melewati celah-celah ventilasi. Hangatnya mengelus-elus wajah dengan lembut.

Setelah berbincang lama, Farhan mengajak Nabila untuk pulang. Ia beranjak keluar terlebih dahulu sementara Nabila meminta ijin untuk pergi ke toliet, lalu membayar bill.

Setibanya Farhan di tempat parkir, dia mencoba mengelap jok motor tuanya yang sedikit basah menggunakan kanebo. Langit yang semakin gelap membuat café menjadi lebih ramai.

Sekali lagi, sorot mata Farhan menangkap seseorang yang menurutnya tidak asing lagi. Gadis dengan dress merah turun dari motor yang terparkir tepat di depan motor tua Farhan.

Farhan mencoba meniliknya baik-baik dari ujung rambut hingga ujung kaki. Wajahnya tertutup oleh helm berwana senada dengan baju dress-nya.

“Mungkin kenal selewat saja,” lirih Farhan dengan tangan yang masih memegang kanebo.

Farhan kembali terfokus membersihkan motor tuanya sembari menunggu Nabila. Tangannya yang tadi mengelap jok kini merambat menuju bodi.

“Owh. Kini jadi tukang parkir café, ya? Lumayan naik tingkat.” Suara perempuan bernada sarkasme membuat Farhan tersentak. Ia menoleh ke sumber suara.

Wajah Farhan berubah menjadi merah padam ketika ia tahu bahwa orang yang telah merendahkannya adalah orang yang dulu menyayanginya. Gadis dengan bibir merah oleh gincu lalu rambut hitam tipis yang dikucir kuda, dia adalah Bunga. Tapi, dia tidak sendirian. Tangannya menggandeng lengan seorang lelaki yang masih memakai seragam sekolah ditutupi jaket biru.

“Wah punya pacar baru, ya?” Farhan mencoba mencerna apa yang sedang terjadi, dia meletakkan kain kanebo di atas jok, “Barang murah memang cepat laku.”

Wajah Bunga dan kekasih barunya memerah berang. Lelaki yang seragamnya ber-name tag Ricky menatap Farhan dengan sinis. Farhan memang belum pernah bertemu dengan lelaki itu. Dia juga tidak tertarik untuk berkenalan. Omong kosong.

“Kenapa lihat-lihat, Mas? Kagum sama muka saya, terus takut ditikung pacarnya? Maaf, saya bukan pemulung kayak, Mas. Apalagi mulung cewek modelan gini. Katanya mau fokus belajar dulu, mau ini, mau itu. Cih. Bunga bangkai!” Farhan berujar ketus, membuat lelaki itu semakin gusar. Dia menarik kerah seragam Farhan dengan kasar, “Maksud lu apa, Anjing!?”

“Santuy, Bro. Lu sensian amat, lagi dateng bulan, ya?” Kata-kata Farhan membuat Ricky semakin geram.

Brukk!

Sebuah tinjuan menghantam hidung Farhan. Darah segar merembes keluar. Farhan hanya menyeringai. Kedua tangannya mengepal. Dia mencoba mengatur napas, lantas berlari menerjang lawannya.

“Anjing, lu!” Lelaki itu hanya menangkis tinjuan yang dilancarkan oleh Farhan. Awalnya dia bisa menyamakan tempo, lama-lama pukulan Farhan semakin gencar.

Kepalan tangan Farhan meninju pelipis lelaki itu. Membuatnya tersungkur memegangi pelipisnya yang mulai basah oleh darah. Dia tidak menyerah, dia bangkit lalu siap menyerang balik Farhan.

Kakinya menebas dengan beringas, Farhan berkelit dengan cepat. Farhan lantas menendang balik akan tetapi Ricky berhasil mengelak.

Udara senja makin memanas. Mereka berdua saling jual-beli serangan. Farhan berhasil memojokkan tapi dapat dibalikkan keadaan sehingga ia yang akhirnya terpojok. Farhan kembali menyerang, amarahnya semakin memuncak. Dia berkelahi dengan tas yang masih menempel di punggungnya yang basah oleh keringat.

MATH & YOU [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang