Tanda Tanya: Tengah

24 0 0
                                        

Pagi ini, cuaca cukup cerah dan bersahabat. Efek sampingnya, aku bangun lebih cepat dan bergegas ke kampus tanpa banyak mengeluh. Suasana memang mendukung mood sekali. Aku benar-benar menikmati indahnya pagi ini dengan penuh senyuman. Mungkin, karena aku sudah lama tidak ke kampus kali ya, makanya suasana pagi ini benar-benar menyenangkan?

Baru turun dari sepeda motor, ponsel di kantung celanaku bergetar. Dengan cepat, aku mengambilnya. Tertulis namamu di atas layarku. Aku refleks mengulas senyum tipis dan mengangkatnya.

"Kamu di mana?"

"Aku? Baru sampai di kampus, nih. Mau ke kantor jurusan dulu, mau ngurus masalah administrasi ujian," jawabku sambil berjalan menuju kantor jurusan. "Kenapa?"

"Sendirian?"

"Nggak, dong. Di sini rame, banyak orang. Nggak bisa ngitung."

Kamu tertawa dari seberang. Tawa khas dirimu yang sudah lama tidak ku dengar karena kita beberapa hari tidak bertemu."Tunggu di kantor jurusan, ya. Aku mau ke sana, mau datengin kamu."

"Hah?" Langkahku terhenti. "Kamu ngapain datengin aku?"

"Udah lama nggak ketemu, kan?" tanyamu dari seberang sana. "3 hari, loh."

Aku mencoba menahan senyumku usai mendengar responmu. "Terus? Emangnya kenapa kalau udah lama nggak ketemu?" tanyaku dengan sedikit memberikan nada usil di akhir kalimat.

"Ya ... mau ngajak makan siang bareng, gitu. Udah lama nggak makan bareng, kan?"

Aku terkekeh pelan. Hangat rasanya mendapat sambutan dan tawaran untuk bertemu darimu yang memang akhir-akhir ini memenuhi hari-hariku. Akupun dengan cepat mengiyakan, sebab aku juga sedikit rindu dengan rutinitas kita yang terhenti karena aku harus ke luar kota. Kamu merespon dengan cukup antusias.

Setelah panggilan berakhir, aku menghela napas. Oke, sebetulnya, kita memang sudah-cukup-sering makan atau menghabiskan waktu berdua. Tapi, rasanya, aku tidak pernah membayangkan kalau 'pertemanan' kita akan berkembang sejauh ini. Tidak terbesit sedikitpun dibenakku untuk bisa sedekat ini denganmu.

Tapi, tetap saja, semua kejadian ini belum membuat pertanyaanku terjawab. Kenapa kamu sanggup membuatku tersenyum dengan cara yang sederhana, sih?

---

Sekarang, aku dan kamu tengah duduk berhadapan di salah satu warung prasmanan di dekat kampus. Sudah banyak hal yang aku ceritakan padamu, terutama tentang pelaksanaan musyawarah rapat kerja himpunan mahasiswa jurusan kita tingkat regional yang aku hadiri beberapa hari yang lalu. Kamu tampak sangat antusias ketika mendengarkan cerita-ceritaku.

"Makan dulu, sana. Ngeliatin mulu. Awas naksir," sahutku sembari terkekeh pelan.

"Aku seneng denger kamu cerita. Seru," jawabmu sembari tertawa pelan. "Sampai lupa, nih, kalau makananku belum habis."

"Emang kalau ngobrol sama aku tuh suka bikin lupa waktu saking serunya." Aku membalas sembari tersenyum lebar. 

"Dih, geer," sahutmu singkat, padat, dan jelas. Alih-alih menatapku, kamu menatap sisa makanan di piringmu sembari menyendokkannya ke mulut.

"Eh, ngaku aja. Buktinya, saking pengen banget denger ceritaku, kamu sampai bela-belain ngajak ketemu buat makan siang," celetukku sembari memasang senyum mengejek. Kamu tersenyum masam, kemudian memalingkan muka.

"Iya, oke," kamu mengangkat kedua tanganmu, persis seperti gestur orang menyerah. "Nggak tau kenapa, aku tiba-tiba kangen aja sama kamu," sambungmu lagi.

"Hah? Ngomong apa?" tanyaku, mencoba memastikan ucapanmu barusan. Kali ini, aku memasang wajah serius.

"Nggak ada pengulangan." Kamu menatapku, kemudian tersenyum tipis. "Udah, ayo makan dulu."

Aku hanya mengangguk, kemudian melanjutkan makanku. Kamu juga diam sebab sibuk mengunyah makanan yang baru sedikit tersentuh. Meskipun aku tak membuka topik obrolan baru, meskipun mulutku bungkam, otakku tidak bisa berhenti berpikir.

Ini ... aku tidak salah dengar, kan? Aku yakin tadi kamu bilang kangen. Tapi--argh!

Kamu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang